Chapter 21

2.4K 279 84
                                    

Hari minggu kali ini berbeda dari biasanya. Tak ada yang bersantai. Dari pagi buta Niall sudah sibuk dengan laptop-nya, memahami banyak laporan yang diberikan bawahannya. Setelah berpindah-pindah tempat mencari ruang yang nyaman, Niall memilih untuk menjadikan ruang santai sebagai sarangnya. Puluhan kertas bertebaran di ruangan yang nyaman itu. Merasa masih kurang, beberapa kali Niall ke ruang kerjanya untuk memperbanyak kertas-kertas di ruang santai.

Hazel mengelap konter dengan lap yang sudah teramat kotor. Ia tak menyangka debu yang dipendam di dapurnya sangatlah banyak. Ia menyeka keringat di dahinya. Setelah satu jam penuh akhirnya ia berhasil membersihkan dapurnya. Senyuman puas terukir di bibirnya. Tak sia-sia ia merelakan hari minggunya untuk bebersih. Meskipun sedikit kerepotan karena dirinya sendiri yang kerja bakti.

Tinggal ruang santai dan ruang tamu yang belum dibersihkannya. Ia mengangkat seember air dan pel menuju ruang santai.

Ia melongo melihat ruang santai yang sudah porak poranda. Posisi sofa sudah berubah. Bungkusan cemilan ikut bertebaran di tengah kertas-kertas yang berhamburan di atas lantai dan meja. Siapa lagi kalau bukan suaminya dalang dari kehancuran ini yang sekarang entah ada di mana.

Hazel memutuskan untuk mengepel terlebih dahulu. Biarlah nanti setelah selesai ia akan mengomel tak jelas pada Niall untuk segera membereskan apa yang sudah diperbuatnya. Diperasnya pel yang baru dicelupkannya pada ember. Ia mulai mengepel.

Sebetulnya dulu Niall pernah berencana menyewa pembantu rumah tangga karena tak ingin melihat Hazel kelelahan hanya karena membersihkan rumah. Namun Hazel tak menyetujui, ia berkata jika dirinya mampu membereskan rumahnya sendiri. Buktinya saja sekarang, ia berhasil membersihkan rumahnya sendiri.

Tangan Hazel berhenti bergerak saat mendapati Niall yang terlungkup di atas lantai. Hebat sekali Niall, isterinya sibuk membereskan rumah ia malah bersantai. Entah suaminya yang benar-benar sibuk mengurus pekerjaannya atau suaminya tak mau membantu sehingga mencari kesibukkan hingga tak membantunya bebenah. Namun Hazel yakin Niall hanya mencari kesibukkan agar tak dimintai tolong olehnya. Hazel tahu betul sifat Niall.

"Blond, minggir," ucap Hazel sedikit gusar. Namun lelaki itu tak bergerak sedikitpun. "Mau dipel lantainya."

"Ya sudah, pel saja," Niall memejamkan matanya dan mulai berguling-guling di atas lantai. Hazel tak mengerti apa yang ada dibayangan lelaki itu saat ini. Apa ia berkhayal jika ia sedang berada di ladang rumput nan hijau dengan bunga-bunga di sekitarnya? Astaga, konyol sekali.

"Kau harus minggir dulu," Hazel tetap bersikeras. Niall sudah menghentikan kegiatan bergulingnya. Kini ia menghadap ke langit-langit dan masih memejamkan matanya. Wajahnya memerah seperti habis berlari marathon. Kalau Hazel tak lagi berberes dan tak sedang kesal dengan Niall pasti ia sudah menyubiti pipi suaminya itu.

"Hari ini aku berulang tahun jadi aku bebas melakukan apapun."

Untuk kesekian kalinya pada pagi ini Niall menggunakan embel-embel ulang tahunnya untuk menenangkan berdebatan. Yang hanya Hazel bisa lakukan tiap kali Niall menggunakan jurus andalannya adalah menghela nafas dan mengelus dadanya. Ia mengalah karena ini hari spesial Niall.

Tapi kini hal itu tak boleh terjadi. Niall sudah terlalu menyebalkan.

Ada ribuan cara di otak Hazel. Ia menggunakan cara pertama, mendorong-dorong Niall agar minggir dengan pel. Namun Niall tetap diam. Sebuah ide lain terlintas di kepalanya. Ide yang sedikit gila tapi patut dicoba.

"Astaga, Niall!" seruan itu sontak membuat Niall membuka mata dan melirik kepada Hazel yang memasang wajah sok terkejut. "Aku hamil!"

Niall langsung mendudukkan dirinya. Matanya membulat seperti bola pingpong. Mulutnya terbuka sebesar terowongan. Tidak, ia tak mungkin salah dengar. Suara Hazel tadi terdengar sangat jelas. "HAH!?"

Hold tight | njh✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang