Harry mematikan mesin mobil, melirik cepat pada rumah bercat krem di sampingnya, dan mengambil bingkisan kecil berisi dua potong pakaian untuk Alex dan Ava dari jok belakang. Sesaat keraguan dan kekhawatiran yang ia coba lupakan sejak beberapa minggu terakhir kembali ia rasakan. Akankah ini berhasil?
Cepat-cepat Harry menggeleng, menepis keraguan dan kembali meyakinkan dirinya. Hazel pasti bisa menerimanya. Ia mengenakan kacamata hitamnya dan merapihkan rambutnya yang sudah pendek. Demi meyakinkan Hazel dirinya sudah berubah, ia merapihkan penampilannya; memotong rambut panjangnya, dan mengenakan pakaian yang lebih sopan, tidak nyeleneh seperti saat reuni dulu.
Dengan langkah besarnya ia berjalan melewati halaman rumah Hazel yang tandus. Bunga-bunga yang memanjakan mata lenyap tak bersisa, rerumputan hijau telah menguning. Harry menyerengit bingung, bertanya-tanya apakah Niall dan Hazel terlalu malas untuk sekedar menyiram tanaman mereka. Biasanya tiap kali ia lewat di depan rumah mereka, halaman rumah terlihat begitu asri.
Langkahnya terhenti tepat di depan pintu rumah. Memeriksa ponselnya sesaat, Harry melenguh pelan dan kembali memasukkan ponselnya ke dalam kantong. Tak ada tanda Hazel membalas pesannya, padahal ia sudah menghubungi nomor terbaru milik Hazel.
Harry mengetuk pintu di hadapannya beberapa kali. Hanya butuh lima detik sebelum kenop pintu terputar dan pintu terbuka lebar, menampakan seorang bocah dengan wajah cemong. Ia mendongak untuk dapat menatap Harry lebih jelas.
Senyum Harry mengembang. Ia berjongkok untuk menyamakan tinggi mereka. Sontak Alex langsung mengambil langkah mundur. Matanya yang basah menatap Harry dengan curiga.
"Hai Alex," sapa Harry pelan, masih dengan senyuman di bibirnya. Tak merasa curiga dengan penampilan Alex yang begitu kusam dan kotor. Tak merasa curiga pula dengan rona merah di salah satu pipinya. Di mata Harry, Alex terlihat baik-baik saja.
"Siapa kamu?" tanya Alex gemetar.
"Perkenalkan, namaku-"
"ALEX! Mau kau apa sih!? Aku sudah bilang BERESKAN DAPURNYA! Dasar kurang ajar! Bisanya merecok saja! Di mana kamu, hah!?" mereka berdua menoleh ke arah sumber suara. Niall baru saja memasuki ruang tamu, sesaat ia terpaku melihat tamu yang datang tetapi hanya dalam sekedip mata, ia sudah berlagak tak peduli. Botol minuman keras di genggamannya kembali ia teguk.
Harry melongo melihat penampilan Niall yang kacau balau. Sepanjang ia bermusuhan dengan Niall, tak pernah sekalipun ia mendapati Niall berpenampilan sekacau itu. Setidaknya dulu ia masih menyisir rambutnya dikala Harry berhasil 'menculik' Hazel.
Niall menghampiri Alex, tangannya langsung meraih lengan kecil Alex, mencengkramnya begitu keras, dan memaksa menariknya. Alex merintih kesakitan, dan mencoba melepaskan diri dari cengkraman Niall. Ia terisak dan menggumamkan permohonan untuk dilepaskan.
Tak menggubris permohonan anaknya, Niall makin kasar menarik tanan Alex, "MASUK!" bentaknya dengan suara tinggi. Alex yang ketakutan masih terus mencoba melepaskan diri, "AKU BILANG MASUK!"
Tanpa segan-segan, Niall menempeleng kepala Alex hingga bocah itu diam dan tertunduk. Masih terlalu shock akan apa yang baru ditontonnya, Harry hanya diam. Sama halnya dengan para tetangga yang mendengar kebisingan dari rumah Niall. Mereka melongok mencoba mencari tahu dan hanya bisa diam memperhatikan sembari menggeleng-geleng tak percaya. Seorang Niall Horan yang terkenal amat menyayangi anaknya kini berubah total.
Tangan Niall terangkat ke udara, bersiap memukul Alex.
Akhirnya setelah hanya bisa menonton, Harry langsung berdiri untuk melindungi Alex. "Hei! Kau tak boleh melakukan itu pada Alex!"
Niall memutar kedua bola matanya, "aku ayahnya! Terserah aku mau memperlakukan dia seperti apa."
Harry merangkul Alex yang bersembunyi di belakangnya, "tapi kau melukainya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hold tight | njh✔️
FanfictionSemua yang indah belum tentu terus bertahan selamanya. Semua yang kau inginkan belum tentu akan terwujud. Namun setelah menatapmu aku yakin semuanya akan berjalan baik-baik saja. [Sequel of 'Thin Line'] Copyright © 2015 by Kryptonitexx