Part 4

98 16 0
                                    

"Lutfi sama Reza kelahi!"

Kurasakan jantungku berhenti berdetak.

Oh, tidak. Jangan kelahi.

jangan.

"cepet ayok!" bentaknya sambil menarik tanganku menuju lapangan futsal indoor.


Lingkaran manusia memadati lapangan futsal. Lapangan ini terasa sangat pengap, tidak ada udara disini.

Dengan cepat aku menuju tengah lapangan untuk melerai mereka berdua.

Lututku lemas, aku sangat anti perkelahian fisik. Bahkan hanya dengan melihatnya saja sudah membuatku sakit.

"Reza, Lutfi!" teriakku. Tapi percuma karena mereka masih melanjutkan pukulan - pukulan mereka.

"Lutfi stop! Lutfi, astaga!" ucapanku terhenti karena melihat Reza yang sudah sangat lemah tersungkur di lantai.

Aku berlari mendatangi Reza tetapi langkahku kurang cepat dari Clarissa. Aku melihat dengan jelas kepanikan Clarissa dari tempat ku berdiri. 'aku tak berguna sekarang.' Batinku.

Aku ingin pergi dari sini, hatiku sakit. Tapi, aku harus membantu Lutfi terlebih dahulu.

"Eyn." panggil Lutfi lemah.

"ayok ke uks." ucapku mencoba berpura - pura tidak mendengar panggilannya.

"Eyn." panggilnya lagi, tapi tidak aku herani. Aku benci Lutfi untuk saat ini.

"kalian ngeliatin apa! Seneng gitu ngeliatin orang kelahi?! Kalo ada orang kelahi ya dilerai bukan di lihatin doang!" bentakku pada murid - murid yang masih berada di lapangan untuk melihat perkelahian Reza dan Lutfi tadi.

Perlahan - lahan aku membawa Lutfi menuju uks untuk dibersihkan luka - lukanya.

"Eyn."ucapnya lagi. Astaga anak ini.

"lo bisa diem gak sih?! lo itu lagi sakit, gak usah banyak bacot dulu!" bentakku. Moodku sangat buruk hari ini.

Air mataku sudah tidak dapat ku bendung lagi, aku benci jika melihat kedua orang yang kusayang bertengkar.

Saat kami masih smp dulu, Lutfi dan Reza juga pernah berkelahi seperti ini, aku tidak ingat masalah apa yang membuat mereka saling tonjok - menonjok dulu.

Mereka berdua sangat keras, tidak akan ada yang mau mengalah jika aku tidak membujuk salah satu dari mereka. Percayalah, pada perkelahian saat itu,  selama kurang lebih satu bulan mereka seperti tidak mengenal satu sama lain. Aku harus bersusah payah membujuk mereka untuk saling meminta maaf dan memaafkan.

Dan sekarang kejadian itu terulang lagi.

Aku harap mereka cukup dewasa untuk menyikapi masalah sekarang.


Sesampainya di uks, aku membaringkan Lutfi di ranjang yang bersebelahan dengan Reza.

Reza tengah di obati luka - lukanya oleh anak pmr. Dari tempatku berdiri, aku melihat Clarissa menangis.

Wait? Menangis? Untuk apa?

Mungkin saja ia khawatir pada kesehatan Reza.

Dan mungkin saja ia khawatir pada Reza karena ia menyukai Reza. Memikirkannya saja sudah membuat jantungku nyeri.

'lebay lo, untuk apa lo cemburu sama orang yang nyatanya gak tau atau lebih parahnya gak mikirin perasaan lo?'  batinku lalu tersenyum miris.

"permisi ya, itu lukanya mau diobatin dulu." ucap seorang anak pmr menamparku ke dunia nyata.

"oh iya, maaf." jawabku sambil tersenyum lalu mundur sedikit untuk memberi jalan pada anak pmr ini.

DreamsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang