Aku membuka pintu pagar rumahku dan kembali ke mobil untuk memasukan mobilku ke garasi. Aku sangat lapar dan lelah setelah bekerja di kantor seharian. Aku mengangkat tanganku dan mengfokuskan mataku pada jam tanganku. Ini sudah pukul tiga sore, Jane pasti sudah lama menungguku pulang. Aku berjalan menuju pintu rumah tapi belum juga aku sampai seseorang memanggilku.
"Emely" aku menoleh dan melirik ke arah Adam yang memanggilku dari depan rumah. Ada apa dia sore-sore begini memanggilku?
"Ya ada apa? Kemarilah!" dia berjalan ke arahku dan aku mempersilahkannya masuk ke dalam rumah.
Dia duduk di sofa paling ujung.
"Jadi ada apa kau kemari?" aku mengawali pembicaraan.
"Tidak ada apa-apa. Aku hanya-" kata-katanya menggantung membuatku penasaran dengan kalimat yang belum selsai darinya.
"Hanya apa?" aku mengkerutkan keningku memberikan kode penasaranku pada si tampan.
"Hanya merindukanmu. Apa itu salah?" dia bicara sangat jelas membuatku tak bisa berkutip. Apa maksudnya itu? Dia merindukanku? Apa dia sudah gila, dia baru mengenalku kemarin dan kemarin kita sudah bertemu. Aku tidak bisa menjawab kata-katanya yang terlalu indah ku dengar. "Emely, kau baik-baik saja?" dia sepertinya kebingungan dengan sikapku yang gugup seperti ini, dan aku tau saat ini tampangku tidak jauh bodohnya dengan Dian.
"Ya" jawabku pelan dan mungkin nyaris tak terdengar.
"Syukurlah kalau begitu" dia menaruh tangannya di dadanya yang bidang sambil menghembuskan nafasnya. Dia lalu tersenyum ke arahku dengan begitu manisnya. Terbuat dari apa dia sebenarnya? Bisa-bisanya dia memiliki wajah tampan dan enak untuk di pandang dalam waktu yang lama. Entah ada apa pada dirinya yang bisa membuat jantungku berdetak sangat kencang setiap kali mendengar kata-katanya dan setiap kali menatapnya. "Em, kau tau aku sudah lama menunggumu pulang dari kantor. Tadi pagi aku memanggilmu dari luar tapi tidak ada balasan. Rumahmu sepi seperti tak berpenghuni. Lalu tadi siang pukul satu aku memanggilmu lagi dari luar tapi anakmu bilang kau masih bekerja di kantor. Jadi aku putuskan untuk diam di teras rumahku untuk menunggumu pulang." pantas saja dia langsung memanggilku saat aku baru sampai di rumah, rupanya dia sudah menungguku, tapi untuk apa dia melakukan itu?
"Hei, untuk apa kau melakukan itu? Apa kau tidak punya pekerjaan lain?" tanyaku dengan nada sedikit sinis.
"Aku sedang berlibur di sini. Dan aku akan kembali beraktivitas seperti biasa setelah libur kuliahku selsai." jawabnya panjang
"Oh ternyata kau seorang mahasiswa. Jurusan apa yang kau ambil?"
"Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan" ternyata si tampan ini suka berolahraga, pantas saja tubuhnya ideal dan berotot dia sangat terlihat sexy.
"Oh itu menarik. Tapi kau belum menjawab pertanyaanku. Mengapa kau menunggku pulang dari kantor?" aku meminta jawaban jelas darinya.
"Sudah ku katakan aku merindukanmu. Aku tertarik padamu Em semenjak kau berteryak di depan rumahku kemarin. Dan aku rasa aku ingin menjadi pacarmu." aku tercengang mendengar ucapannya. Apa dia sadar dengan apa yang baru saja dia katakan? Dia sudah gila, sepertinya ibunya mewarisi sifat gila itu pada anaknya yang tampan ini.
Aku memang tertarik padanya karna dia tampan dan manis, tapi bukan berarti aku bersedia menjadi pacarnya. Apalagi umurnya lebih muda sepuluh tahun dariku. Di tambah aku baru mengenalnya kemarin.
"Apa kau sudah GILA?" aku jadi gugup saat menatap matanya yang bewarna coklat terang.
"Tidak. Aku tidak gila Em. Aku tau ini terlalu cepat tapi-" aku menghentikan ucapannya dengan cara menarik tangannya dan menyuruhnya untuk bangkit dari sofa. Aku menyeret tubuh kekarnya dengan kasar menuju pintu rumah. Aku hanya tidak ingin dia membuat Lelucon omong kosong di hidupku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Cambuk Iblis
Mystery / ThrillerEmely hanya tinggal berdua dengan anak gadisnya yang berumur 13 tahun di rumah baru mereka. Sejak awal kepindahannya ke perumahan itu Emely menyadari ada beberapa hal yang janggal mengganggu Emely di lingkungan perumahan barunya. Dimulai dari para...