Lima

471 21 0
                                    

Gadis itu meletakkan handphone diatas meja rias. Hatinya terasa lebih nyaman kini. Satria berada tak jauh darinya. Jelas dengan posisi sang adik, gelisahnya pun menghilang bagai angin lalu.

"Kirana..aku minta maaf.."

Terdengar suara samar tepat dibawah balkon kamar. Kirana membuka pintu dan menengok bagian bawah balkon. Ada seorang laki-laki berdiri disana. Dia Damar.

Kirana membalikkan tubuhnya hendak masuk kembali namun langkahnya terhenti ketika petikan gitar dan alunan syair lagu mulai terdengar.

Aku harus bagaimana berjalan tanpa kamu apa dayaku..

Beri aku kesempatan untuk memelukmu lagi..

kini aku tak seimbang tak sanggup mengantikanmu dengan yang lain...

"Stop Damar" Teriak kirana dengan nada tinggi, air matanya tak terbedung. Suasana menjadi hening seketika.

"Jangan pernah fikir dengan kamu kaya gini aku bakalan luluh. Kamu mimpi" lanjut kirana sambil mengusap air mata yang membasahi pipi.

"Aku kesini bukan hanya ingin kamu luluh tapi lebih dari itu. Aku tahu apa yang ada di masa lalu kita sangat menyakitkan buat kamu. Aku minta maaf. Aku mau kita baik-baik aja, mungkin cukup menjadi sahabat, aku mohon" damar bersimpuh dibawah sana.

Tak ada jawaban yang berarti dari gadis berpiama merah muda yang berdiri kaku di balkon kamarnya.

°°°

Aurel tersungkur dan menyebabkan satria terbangun karena terkejut.

"Aurel kamu gak papa" tanya satria dengan raut wajah cemas.

"Aku gak papa ko. maaf ya sat aku jadi buat kamu bangun" seketika rasa bersalah muncul di hati Aurel.

"Gak perlu minta maaf. kok kamu bisa jatuh gini, emang kamu mau ngapain sih. Kalo butuh sesuatu kamu tinggal bangunin aku aja"

"Satria tadi handphone kamu beberapa kali bunyi aku angkat ternyata dari kak kirana dia khawatir sama kamu. Pasti kamu lupa kasih kabar ya"

"Iya aku lupa kasih tahu kakakku soal ini"

"Saat aku coba balik ke ranjang tiba-tiba kaki aku malah lemes dan aku terjatuh" kata aurel mengakhiri cerita.

Kini aurel telah kembali ke ranjang dan satria memutuskan tidur di sebuah kursi tepat di sebelah aurel. Kekhawatiran akan kejadian tadi dapat terulang membuat dia tak kembali ke sofa.

°°°

Alarm Rania berbunyi nyaring tanda untuk dia harus meninggalkan dunia mimpi. Pagi menjelang, rasa syukur slalu ia panjatkan setiap membuka mata dari tidur panjang. Berkah nikmat kesehatan jasmani rohani yang didapatkan. Tuhan masih memberi kesempatan untuknya melihat indahnya ciptaan yang indah.

"Adek kakak ini pagi-pagi udah nglamun, Bukannya segera ambil wudlu trus sholat subuh. rania Mikirin apa sih?"

"Mikirin Ayah kak, kayanya hari ini kita harus bawa ayah cek up ke Rumah sakit. Walaupun ayah terlihat mendingan tapi Rania masih cemas sama keadaan ayah"

"sebenernya kakak juga khawatir. Gini aja entar kita anter ayah ke rumah sakit. mumpung kamu libur dan kakak akan izin masuk kerja agak siang"

Rania sangat senang mendengar kalimat yang keluar dari bibir Deka. Semangatnya tumbuh untuk bersiap-siap melakukan aktifitas pada weekend kali ini.

Pukul 08.00 wib Deka, rania dan ayah berangkat menuju rumah sakit.

15 menit kemudian sampailah mereka di dalam Rumah putih besar yang beraroma khas. Aroma obat-obatan bertebaran disegala arah.

DARI RANGGA UNTUK RANIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang