Chapter 1:
MannequinHarry Styles menguap keras, berusaha memberi isyarat agar sang Ibu, Anne Styles, tahu dan membiarkannya pergi dari tempat ini, tempat Anne bekerja sebagai seorang desainer pakaian yang cukup terkenal di London. Nama tempat ini adalah Styles' Boutique.
"Harry, bisakah kau diam? Bukankah kau sendiri yang berjanji untuk menemaniku selama Gemma berada di Cannes?" Anne berkata tanpa mengalihkan tatapannya dari sehelai kain yang tampak dia gambarkan pola dengan pensil.
Harry memutar bola matanya. "Tapi sangat membosankan, Mom. Kau hanya memintaku duduk dan melarangku untuk membantumu. Harus kau tahu, harusnya saat ini aku berada di rumah Zayn. Adiknya yang cantik itu berulang tahun, Mom!"
Zayn adalah nama sahabat dekat Harry. Nama lengkapnya Zayn Malik, seorang mahasiswa Seni Rupa di kampus yang sama dengan Harry. Harry mengambil fakultas Ekonomi, jurusan Manajemen, mengingat Harry akan menjadi penerus dari perusahaan besar milik keluarganya, Styles Enterprise.
Sebenarnya, bukan rahasia lagi jika Harry menyukai salah satu adik dari Zayn. Namanya Waliyha Malik. Usianya baru menginjak angka 19 tahun dan di mata Harry, Waliyha adalah anggota keluarga Malik yang paling cantik. Sayangnya, Zayn tidak mengingkan sang adik untuk bersama dengan Harry. Bahkan Zayn sampai tega meracuni otak Waliyha dengan segala keburukan Harry yang dibuat lebih buruk lagi.
"Kau tidak bisa pergi, Harry. Baru kemarin kau menghadiri pesta ulangtahun temanmu, sekarang kau bilang ingin menghadiri pesta adik Zayn. Aku tak tahu jika setiap hari selalu ada pesta untukmu." Anne menghela nafas seraya meletakkan pensil di atas meja. Wanita berusia kepala empat itu memutar posisi tubuhnya, menatap sang putra bungsu yang sudah terlihat sangat bosan.
"Anak muda, Mom. YOLO. You only live once. So, wajar saja jika aku sering bersenang-senang. Saat aku menggantikan Dad nanti, sepertinya mustahil untuk bersenang-senang, kan?"
Anne memutar bola matanya dan hendak merespon perkataan Harry saat sebuah ketukan terdengar, mengalihkan perhatian Anne dan juga Harry. Tak lama kemudian, seorang pria berseragam petugas keamanan membuka pintu dan sedikit menundukkan kepala.
"Maaf, Mrs. Styles. Ada patung mannequin baru yang baru saja di antarkan."
Harry mengangkat satu alisnya sementara, Anne langsung bangkit berdiri dengan mata berbinar. "Ah, mannequin pesananku sudah datang? Aku akan segera melihatnya! Terima kasih!" Petugas keamanan itu mengangguk sebelum berbalik dan melangkah pergi.
"Seperti tak pernah melihat mannequin saja, Mom. Kau melihatnya tiap hari," Harry menyindir sang Ibu yang terlihat sangat bersemangat.
Anne tersenyum miring. "Yang satu ini berbeda, Harry. Aku memesannya sejak enam bulan lalu. Yang satu ini sangat spesial. Kau akan menyukainya." Anne mengedipkan satu matanya kepada Harry sebelum melangkah ke luar dengan riang.
Harry memperhatikan keriangan sang Ibu dengan alis yang bertautan. "Menyukai sebuah mannequin? Yang benar saja." Harry mengeluarkan ponsel dan mulai melihat satu per satu akun sosial medianya.
Beberapa menit kemudian, perhatian Harry yang semula terfokus pada sosial medianya teralihkan oleh suara ribut beberapa orang yang baru saja memasuki ruangan. Sebenarnya, suara yang paling kentara adalah suara sang Ibu, Anne.
"Pelan-pelan! Jika sampai ada lecet pada mannequin-ku ini, aku akan memotong gaji kalian!"
Harry terkekeh geli mendengar ucapan sang Ibu sebelum menatap kembali layar ponselnya. Membiarkan sang Ibu fokus memberikan interuksi untuk peletakkan mannequin tersebut.
"Letakkan pelan-pelan di sana. Ya, di sana! Hei, pelan-pelan!"
Suara Anne membuat Harry tak bisa fokus memainkan ponselnya. Harry mendengus sebelum meletakkan ponselnya ke dalam saku celana dan bangkit berdiri, berjalan menghampiri Anne yang kini berdiri tepat di hadapan sebuah mannequin yang..benar. Sangat berbeda dari mannequin biasanya.
Harry menatap tubuh polos mannequin itu dari bawah sampai matanya fokus menatap wajah sang mannequin. Wajahnya terlihat..sangat nyata. Lekuk wajah dan tubuhnya sangat nyata. Sempurna.
"Aku menamainya T."
Suara Anne terdengar dan membuat Harry menoleh kepada sang Ibu yang tengah tersenyum lebar.
"Jika dia seorang manusia, aku akan mengencaninya, Mom." Komentar Harry yang membuat Anne memutar bola mata dan terkekeh geli.
"Sudahlah. Kau bilang kau bosan tak melakukan apapun, kan? Sekarang bantu aku mengenakan gaun yang baru kuselesaikan kemarin ke tubuh mannequin ini." Anne berbalik dan beralih menuju ke sebuah gaun yang digantungnya di dinding.
Harry membantu Anne melekatkan gaun tersebut di tubuh mannequin yang entah mengapa bisa sangat pas. Mannequin yang satu ini sangat berbeda. Tangannya bisa digerakkan, begitupun kakinya. Seperti robot. Bedanya, mannequin ini tidak memakai baterai atau bahan bakar lainnya.
Setelah gaun yang Anne buat melekat dengan sempurna di tubuh mannequin itu, Harry dan Anne mundur, memperhatikan hasil kerja mereka.
"Sempurna,"
"Sangat sempurna."
Anne menoleh dan terkekeh geli saat mendapati sang putra yang menatap mannequin itu seperti menatap gadis pujaannya. Anne memukul pelan lengan Harry, membuat perhatian Harry kembali tertuju padanya.
"Benar, kan? Kau akan menyukai mannequin ini, Harry."
Harry memutar bola matanya. "Yeah, jika saja dia bukan mannequin. By the way, sudah malam. Bisa kita pulang sekarang, Mom? Aku kuliah pagi besok."
Anne tersenyum dan mengangguk. "Baik, baik. Aku akan segera bersiap." Anne menepuk pelan bahu Harry sebelum berbalik untuk merapihkan barang-barangnya.
Meninggalkan Harry yang masih berdiri menatap mannequin itu dengan penuh rasa tanda tanya yang sangat kentara di wajahnya.
"Hey, you look so damn beautiful, T. I'm Harry. Nice to meet you."
Selanjutnya, Harry berbalik dan menertawakan kebodohannya sendiri. Dia baru saja berbicara pada sebuah mannequin. Yang benar saja!
Namun, percaya atau tidak, bibir mannequin itu sedikit bergerak, tersenyum tipis tepat saat Harry melangkah pergi.
Harry menghampiri Anne yang tampak tengah memasukkan barang-barangnya ke dalam tas. Harry menunggu sang Ibu selesai merapihkan barang-barangnya sambil memperhatikan sekeliling ruangan.
"Aku tak mengerti. Kau selalu mengomel tiap kali kamarku berantakan, tapi ruang kerjamu sendiri saja berantakan." Harry berdecak, mengomentari ruang kerja sang Ibu yang memang tampak berantakan. Bekas helaian kain bertebaran di mana-mana, begitupun dengan benang, manik-manik dan lainnya.
Anne memutar bola matanya. "Aku akan meminta cleaning service untuk merapihkannya besok. Aku tak sempat merapihkannya. Kau tahu sendiri, ada 3 selebriti yang memesan gaun rancanganku untuk dipakai di acara Brit Awards."
Harry terkekeh. "Aku mengerti, Mom. Sudahlah. Ayo, pulang!" Harry merangkul Anne. Keduanya melangkah meninggalkan ruang kerja Anne yang berantakan tersebut.
Tak lama setelah lampu ruangan dan pintu dikunci oleh Anne, ada sebuah pergerakkan yang berasal dari benda yang baru saja tiba di ruangan.
It's alive.
The mannequin is alive.
-----
Haiii!!!
Back with me Amel in my new fanfiction!!! It's Haylor!!
Inspirasi terbesar dari lagu band favorit aku, judulnya Living Dolls. And semoga aku bisa nyelesaiin fanfic ini tanpa hambatan ya :')
Gak terlalu berharap tapi, your votes and comments are my spirit. Insya Allah, chapter ke depannya panjang. Makasih!!What do you think about the very first chapter? Comment, pls.
Thank you.
All the love. A x
KAMU SEDANG MEMBACA
A.M.
FantasyTerkenal akan pesonanya yang mampu meluluhkan hati para gadis dari berbagai kalangan, siapa sangka, seorang Harry Styles malah terjerat pesona gadis yang bahkan masih diragukan kehidupannya. Chapter 31 sampai tamat + bonus dalam mode privat.