20

1.7K 217 36
                                    

Chapter 20:
Fourth Dream

"Makanlah, Swift. Kau belum memakan apapun sejak dua hari belakangan." Pria dengan rambut cepak itu membujuk wanita yang berbaring membelakanginya di ranjang.

Terdengar suara isakan. Wanita itu menangis, tersedu-sedu.

"Di mana... Di mana... Anakku, Anton? Aku ingin bertemu dengannya." Suara lembut wanita itu terdengar dan si pria meletakkan piring di atas meja sebelum duduk di samping ranjang.

"Kau tak akan bisa menjaga Anton sendiri, Swift. Dengan kondisimu yang seperti ini dan...." Wanita itu membeku saat ia merasakan tangan si pria yang mengelus lembut punggung belakangnya.

Pria itu mendekatkan bibirnya di telinga wanita itu dan berbisik, "Kau butuh seseorang yang bisa memuaskanmu dan memberikan Anton seorang adik untuk bermain."

Saat itu pula, wanita itu bangkit dari posisi berbaring dan beranjak dari ranjang. Wanita itu menatap si pria dengan tatapan horor. Tubuhnya bergetar.

"Apa maksudmu?!" Wanita itu bertanya, membentak.

Si pria menyeringai dan berjalan mendekati wanita yang tampak mencari celah untuk menghindar. Sialnya, kamar ini sangat sempit dan dia tak dapat menghindar. Pintu ke luar berada di belakang pria tersebut yang berarti, untuk dapat kabur, dia harus melewati pria ini.

"Ayolah, Swift. Kau tahu apa yang kumaksud. Apa kau tak sadar jika selama ini aku menyukaimu? Tapi kau malah lebih memilih suamimu yang sok itu. Dia tak ada apa-apanya di banding aku."

Pria itu berhasil meraih tangan wanita itu dan mencengkramnya kuat. Seringai tak juga menghilang dari wajahnya yang dapat dikatakan lumayan tampan.

"Untunglah, si bodoh suamimu itu tidak selamat. Jadi, dengan ini aku akan mengklaim kau sebagai milikku."

Pria itu mencium paksa wanita yang tampak memberontak, mencoba menjauhkan diri dari pria tersebut. Air mata mulai mengalir dari pipinya saat ia sadar, semua perlawanan yang dilakukannya pasti bercuma.

Tenaga wanita tak sebanding dengan tenaga pria.

Wanita itu memejamkan mata, berharap jika Tuhan mau memberikan pertolongan untuknya, dalam bentuk apapun.

Wajah wanita itu...

"Babe!"

Harry berteriak dengan keras dan membuka matanya dengan cepat. Jantungnya berdegup sangat cepat. Nafasnya tak beraturan dan peluh mengalir di sekujur tubuhnya. Tubuh Harry bergetar hebat.

Pemuda itu mengalihkan pandangannya dan mendapati dirinya yang kembali tertidur di ruang kerja sang Ibu. Harry bangkit dari posisi duduk dan berjalan menuju ke mannequin yang kembali menjadi kaku, tak hidup.

"Sial. Siapapun wanita yang hadir dalam mimpiku, dia...aku baru sadar jika dia...dia memiliki wajah yang sama denganmu."

Harry menundukkan kepala dan memejamkan mata. Tangannya terkepal kuat.

"Dia...dia tak pantas untuk diperlakukan seperti itu oleh pria bajingan itu. Dia...dia seorang Ibu dan sangat mencintai keluarganya." Harry berkata lemah, sebelum kembali mengangkat wajah, menatap mannequin di hadapannya.

"Namanya Swift dan dia memiliki anak bernama Anton. Aku tak tahu siapa nama suaminya dan siapa nama bajingan itu, tapi jika mimpiku benar terjadi dan ada aku di sana saat itu, aku akan menjamin pria bajingan itu tak akan pernah tenang selama hidupnya."

Nafas Harry masih tersengal-sengal. Harry menggerakkan tangannya, menyentuh pipi mannequin tersebut. "Kau...dan dia. Kenapa kalian benar-benar mirip? Wajah kalian...bentuk wajah kalian...benar-benar sama persis. Yang membedakan hanya...warna rambut dan warna iris mata."

Harry menghela nafas dan melanjutkan, "Rambutnya brunette dan rambutmu blonde. Iris matanya gold dan iris matamu saphire."

Harry memejamkan mata dan menggeleng. Matanya menatap mata si mannequin, memohon.

"Katakan jika dia bukan kau. Katakan jika kau tak mengalami hal buruk yang dia alami."

*****

"Tapi dia cantik, Harry. Kau aneh jika tak menyukainya. Jika aku belum bertemu dengan Giselle dan bertemu dengannya lebih awal, aku pasti akan mengajaknya berkencan."

Ucapan asal Zayn membuat Harry memutar bola matanya. "Aku penasaran, bagaimana reaksi Giselle saat dia tahu jika diam-diam kau menyukai sahabatnya itu."

Zayn mendengus dan menepuk kasar lengan Harry. "Ayolah, Man! Aku hanya memancingmu. Come on! Ke mana Harry yang dulu? Yang bisa dengan mudahnya bergonta-ganti pacar, tanpa harus terjebak dalam sebuah perasaan yang di sebut cinta?"

Harry menghentikan langkah kakinya tepat di depan mobil sport hitamnya. Pemuda itu berbalik dan menatap Zayn dengan malas-malasan.

"Zayn, aku sedang tak berminat mencari kekasih. Aku sedang ingin sendiri. Jangan ganggu aku."

Tanpa menunggu balasan dari Zayn, Harry membuka pintu mobil dan melangkah meninggalkan sahabatnya yang tak bisa berhenti menggerutu kesal tersebut.

Siapa yang tak kesal saat sedang bicara dan tak didengarkan?

Harry langsung melajukan mobilnya menuju ke rumah sang ayah. Yang Harry tahu, Ibunya telah pindah ke rumah pacar barunya dan Harry belum mau pergi ke sana, mengunjungi mereka.

Kediaman Styles tampak sangat sepi. Des pastinya berada di kantor dan Gemma berada di butik. Pantas saja sepi.

Harry melangkah menuju ke kamar, pemuda itu berjalan menuju laptop yang jarang sekali digunakannya. Harry membuka laptop dan langsung mencari melalui sebuah situs di internet.

Perang Dunia 2, Pearl Harbour.

Yang muncul selanjutnya adalah sejarah panjang mengenai Perang Dunia 2, yang benar-benar meletihkan untuk dibaca. Harry hanya membaca sekilas, seraya mencari sesuatu yang dicarinya.

Namun, sejarah sepanjang itu, sangat sulit untuk mencari.

Harry memutuskan untuk mencari dengan keywords lain.

Anton Swift.

Hasil pencarian memberikan banyak pencerahan positif untuk Harry. Anton Swift. Itu merupakan anak dari wanita yang berada di mimpi Harry, yang sangat mirip dengan Babe.

Faktanya, ada sebuah artikel singkat tentang Anton Swift.

"Anton Swift, mantan tentara Amerika yang turut serta dalam perang di Irak. Kelahiran tahun 1942 dan pensiun tahun 1997, di usianya yang menginjak angka 55 tahun."

Harry mengangkat satu alis membaca tulisan tersebut. Berarti, usianya sekarang adalah 91 tahun?

"Anton mendapat penghargaan sebagai komandan terbaik di tahun 1978 setelah berhasil memimpin kelompok perdamaian di negara bagian Amerika Utara. Anton sangat mirip dengan sang ayah, Oliver Swift yang diketahui sebagai salah satu komandan terbaik di masanya."

Harry menghela nafas. "Anton Swift... Dia benar-benar nyata?"

Kemudian, Harry mencari tahu tentang keluarga Swift lebih lanjut sampai dia mendapatkan informasi jika salah satu anggota keluarga Swift yang tengah mengenyam pendidikan di London.

Jason Swift.




A.M.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang