Chapter 5:
Introduce
Harry masih menatap gadis cantik di hadapannya dengan bingung. Gadis ini tak terlihat asing. Gadis ini mengenakan pakaian yang sedang dikerjakan Ibunya. Gadis ini...mengapa gadis ini ada di sini? Malam hari. Di saat tak seharusnya ada orang di sini.
"Kau...siapa kau?" Harry kembali bertanya.
Wajah gadis itu tampak memucat. Ia menggigit bibir bawahnya. Gadis itu menggeleng-gelengkan kepala.
"Bukan, aku bukan siapa-siapa. Aku bukan orang jahat. Jangan sakiti aku, kumohon."
Harry diam sejenak, meneliti wajah gadis itu sebelum tertawa geli. "Hei, siapa yang ingin menyakitimu? Kau terlihat cukup cantik. Aku tak tahu jika Ibuku mempunyai karyawati secantik kau." Harry mengerling dan raut panik gadis itu tergantikan dengan raut datar.
"Aku Harry."
Pemuda berambut keriting itu dengan penuh percaya diri mengulurkan tangannya di hadapan gadis itu.
"Aku...kau bisa memanggilku apapun." Gadis itu ragu-ragu membalas jabatan tangan Harry, masih bingung dengan apa yang terjadi.
"Baik-baik jika kau ingin merahasiakan namamu dariku. Aku akan memanggilmu 'Babe'. Bagaimana?" Harry menaik-turunkan alisnya, tanpa berniat melepaskan jabat tangannya sama sekali.
"Babe?"
"Yeah, Babe. Terdengar sangat manis dan cocok untukmu. Bagaimana?"
Gadis itu mengangguk cepat, menyetujui perkataan Harry walaupun wajahnya masih menampilkan wajah bingung. Gadis itu menarik tangannya pelan dari Harry dan Harry terkekeh. "Ah, ya, maaf-maaf. Tanganku memang punya reaksi ilmiah untuk tak mudah melepaskan segala sesuatu yang indah."
Hening. Tak ada percakapan antara Harry dan gadis itu. Keduanya canggung. Ralat, hanya gadis malang itu yang canggung, sementara Harry sibuk melakukan observasi gadis itu, dari atas ke bawah sebelum akhirnya, menyeringai lebar.
"Aku mencari buku sketsa Ibuku. Kau tahu di mana dia biasa meletakkannya?" tanya Harry, kembali fokus pada tujuan awalnya datang ke sini.
Gadis itu menggeleng.
"Tapi, kalau nomor ponselmu, kau tahu, kan?" Harry mengedip genit, membuat gadis itu semakin bingung.
Harry terkekeh geli melihat ekspresi gadis cantik itu. "Hanya bercanda, tenang saja. Tapi, jika kau ingin memberikan nomor ponselmu kepadaku, silahkan saja. Aku akan menghubungimu dengan cepat. Kita bisa merencanakan untuk kedepannya nanti."
Harry berjalan menuju ke lemari kecil yang memang tempat di mana Anne biasa meletakkan buku-buku sketsanya. Harry mengambi beberapa buku dari sana dan mendekapnya di depan dada, sebelum kembali berdiri menghadap gadis cantik yang belum dia ketahui nama aslinya tersebut.
"Senang bertemu denganmu, Babe. Aku akan pastikan, Ibuku tak akan lama sakit. Dia akan segera kembali, sehingga kau tak perlu lembur untuk mengerjakan tugas-tugasnya." Senyuman lebar muncul di bibir Harry. Gadis itu masih menatap Harry bingung dan Harry ikut bingung. Sungguh, gadis ini terlihat sangat polos dan tak banyak bicara. Sangat jarang Harry menemukan gadis seperti ini. Lucu.
"Sudah malam. Kau ingin kuantar pulang?" tanya Harry, ramah.
Gadis itu menggeleng pelan.
"Oh, baiklah. Aku harus segera pulang. Bisa dimaki habis-habisan jika aku pulang terlalu lama. Sebaiknya kau juga pulang dan beristirahat. Tak baik jika seorang gadis pulang malam." Harry mengedip kembali dan melanjutkan, "Selamat malam dan sampai berjumpa lagi..., Babe."
Pemuda itu berjalan dengan santai, tanpa menyadari kebodohannya.
*****
"Ini buku sketsamu. Aku tak tahu, yang mana yang kau butuhkan jadi, kubawakan semuanya." Harry meletakkan buku sketsa yang dia bawa di atas meja kecil, di samping ranjang tempat Anne tengah berbaring.
Anne bangkit dari posisi berbaringnya, menjadi posisi duduk dan meraih buku sketsanya. Senyuman muncul di bibir Anne. "Terima kasih, Hazza. Aku sangat mencintaimu."
Harry memutar bola matanya. "Mom, kau harus cepat sembuh. Kasihan jika kau membiarkan karyawatimu bertahan di kantor, melanjutkan pekerjaanmu, di saat jam kerjanya saja terbatas. Setidaknya, kau harus memberikan upah lembur kepadanya."
"Karyawati? Siapa maksudmu?"
"Itu yang berambut pirang! Dia sangat profesional dan tak mau menyebutkan namanya kepadaku. Tapi, sungguh, Mom. Kenapa kau tak pernah bilang kau punya karyawati secantik itu?!"
Anne memegangi kepalanya. Dia mulai bingung dengan apa yang Harry bicarakan. Karyawati? Pirang? Lembur? Astaga, Anne berusaha mengingat-ingat siapa karyawatinya yang pirang dan mau lembur sampai tengah malam hanya untuk mengerjakan tugas yang seharusnya Anne kerjakan. Tapi, Anne tak pernah membagi tugas yang ia kerjakan ke karyawati lain. Tugas Anne termasuk berat. Mendesain.
"Tunggu. Aku tak punya karyawati pirang! Bukannya rasis, tapi sebagian besar karyawati di sana berambut cokelat!"
Harry memicingkan matanya. "Kau bercanda? Tapi, dia pirang dan sangat cantik! Coba diingat-ingat, siapa karyawatimu yang paling cantik."
Anne kembali berpikir. Karyawatinya yang paling cantik? Tak ada. Menurut Anne, semua karyawatinya biasa saja. Usia mereka saja sudah tak muda. Yang paling muda berusia di atas 30 tahun dan setahu Anne, tak ada karyawati yang rela lembur hanya karena ingin mengerjakan tugas. Bahkan, seharusnya para karyawati itu senang saat Anne tak masuk, sehingga tak ada lagi yang cerewet.
"Sudah malam, Harry. Khayalanmu mulai muncul. Lebih baik kau tidur. Bukankah besok kau kuliah?"
Harry mendengus. "Besok aku libur, Mom dan aku tak mengkhayal."
"Terserah. Terima kasih telah mengambil buku sketsaku. Sekarang, jika kau tak keberatan, silahkan ke luar dari kamarku karena aku butuh istirahat. Goodnight, Haz."
Harry ke luar kamar malas-malasan. "Goodnight, Mom."
-----
I'm stuck.
Kayaknya bakalan aku delete secepatnya wkwk
KAMU SEDANG MEMBACA
A.M.
FantasyTerkenal akan pesonanya yang mampu meluluhkan hati para gadis dari berbagai kalangan, siapa sangka, seorang Harry Styles malah terjerat pesona gadis yang bahkan masih diragukan kehidupannya. Chapter 31 sampai tamat + bonus dalam mode privat.