31

1.5K 176 37
                                    

Chapter 31:
What If...

Harry membuka matanya dan lagi, dia berada di tempat yang berbeda dari sebelumnya. Harry menghela nafas dan menatap sekelilingnya. Seperti di...taman bermain.

Seharusnya aku berada di kamar Taylor, atau setidaknya di kamar tamu milik keluarga Swift.

"Harry!"

Harry menoleh dan mendapati T--atau Taylor--yang sudah berada di hadapannya, tengah memegang dua permen kapas berwarna merah muda. Harry menatap gadis itu dengan lekat. Mimpi lagi?

Taylor duduk di samping Harry sambil menyodorkan permen kapas yang ada di tangan kirinya. "Sudah mulai lelah, ya? Padahal, aku ingin mengajakmu ke wahana lain. Sudah lama aku tak pergi ke taman bermain."

Harry menggeleng dan tersenyum tipis. "Tidak, aku tak keberatan. Kita bisa mencoba semua jenis wahana di sini, jika kau mau."

"Sungguh?" Wajah Taylor bersinar, seperti anak kecil.

Harry mengangguk. "Tentu saja! Tapi, bagaimana jika kita makan dulu? Kau harus punya tenaga untuk mencoba semua wahana di sini, Taylor." Senyuman tipis muncul di bibir merah muda Harry.

"Aye, aye, Captain!" Taylor melakukan gerakan hormat kepada Harry sebelum terkekeh geli atas sikapnya sendiri.

Harry hanya menatap gadis itu dengan tatapan...kagum.

Di sinilah kedua makhluk ciptaan Tuhan itu berada. Duduk berhadapan di sebuah restoran sederhana yang berada tak jauh dari taman bermain. Taylor sibuk memakan spaghetti-nya saat Harry sibuk dengan kegiatan sendiri. Tidak, bahkan Harry belum menyentuh makanannya sama sekali.

Pemuda itu sibuk bertopang dagu, tersenyum menatap gadis yang tengah melahap habis spaghetti-nya.

Taylor yang akhirnya menyadari tatapan Harry berhenti makan dan balas bertopang dagu, menatap Harry dengan satu alis terangkat.

"Apa kau akan terus menatapku seperti itu, tanpa menyentuh sedikitpun makananmu?" Tanya Taylor, malas-malasan.

Harry terkekeh. "Melihatmu saja aku sudah kenyang."

Taylor memutar bola matanya sebelum menggerakkan tangan untuk menepis pelan lengan Harry yang menopang dagu pemuda tersebut. Lagi, Harry malah tertawa.

"Berhenti bertingkah aneh, Harry. Habiskan makananmu. Aku tak mau pulang terlalu malam." Taylor melanjutkan makannya.

"Memangnya kenapa? Takut Ibumu marah? Tapi Ibumu tampak sangat menyukaiku." Kini, Harry melipat tangan di atas meja, namun mata pemuda itu masih terfokus pada satu titik. Taylor.

Taylor mengernyit heran. "Kau bahkan belum pernah bertemu Ibuku, Haz. Lagipula, bukankah sudah kukatakan berulang kali? Aku sendirian di sini."

Harry diam, tak tahu harus mengatakan apa. Jadi, dia di sini, sama sekali tak mengenal orangtua Taylor, atau bahkan Jason, adik Taylor. Tapi tunggu. Apa Taylor benar-benar kakak Jason yang tengah berbaring dalam keadaan koma?

"Kau..kau punya adik, kan?"

Taylor terkekeh mendengar pertanyaan Harry. "Ah, aku sampai lupa. Adikku tengah bersiap untuk masuk universitas. Sepertinya dia akan kuliah di Inggris."

Jason benar-benar kuliah di Inggris. Pikir Harry.

"Setelah ini, kita mau naik apa?" Taylor bertanya tiba-tiba, menyelesaikan makannya. Harry yang bahkan belum menyentuh makannya diam, tampak berpikir sebelum melihat ke arah luar restoran.

A.M.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang