Chapter 11 : Perubahan kecil (2)

30 5 4
                                    

           Rani termenung, ia memikirkan bagaimana nasib mamanya. Ia takut sekali jika operasi yang dijalankan oleh mamanya gagal dan menimbulkan efek saping yang sangat fatal. Rani tak henti-hentinya memanjatkan doa sepanjang jalan untuk kesembuhan mamanya.

      Ia tidak ingin kehilangan orang yang ia sayangi ke dua kalinya, cukup papa dan abangnya yang pergi dahulu, jangan ambil mamanya karena impian rani untuk membahagiakan mamanya belum tercapai.

        Berkali-kali rani mengecek handphonenya, ia pun menghembuskan nafas panjang pertanda ia sangat gusar dan sedang menanti suatu pesan. Rani pun semakin gelisah sejak ia berangkat ke bandara sampai ia sudah berada di bandara belum ada tampak-tampak sms muncul di layar handphone Rani.

       Rani pun sangat gusar saat ini ia berada di bandara untuk terbang menuju tempat tujuan, perawat ibunya pun yang mengetahui Rani sangat gelisah hanya tersenyum, ia sangat menyayangi Rani bagaimanapun juga Rani telah ia asuh sejak kecil.

       "Ran, ayo kita check-in dulu, nanti baru kita duduk lagi" ucap perawat ibunya dengan hati-hati, Rani pun yang mendegarnya pun menatap perawat tersebut dengan tatapan gusar, perawat tersebut pun tersenyum dan mengelus pucuk kepala Rani dengan lembut. 

     "Eh?Iya bu" jawab Rani berjalan mengikuti perawat mamanya.Mata rani pun tidak berhenti menyapu kesemua arah di tempat itu, ia tetap mempunyai keinginan yang sangat kuat.

   Rani pun mempercepat langkahnya setelah mendengar  namanya disebut dan pandangan Rani pun tidak sengaja melihat Satria mengantar Salwa untuk kembali ke Padang.

        Merasakan adanya suatu benda yang sudah berkumpul di dalam matanya, dengan cepat ia hapus benda tersebut dengan sangat kasar, setelah itu ia pun berlalu dan menuju seseorang yang tengah menunggu dirinya di depan sana.

#####

        "Ran, yuk kita kedalem" ucap perawatnya menarik koper yang ia bawa. "Iya bu" jawab Rani singkat sambil membuntuti langkah perawatnya, "manggilnya ibu aini aja ya Ran, nggak usah manggil perawat mama" ujar ibu Aini sambil merapihkan barang-barang yang dibawa oleh dirinya dan juga barang Rani. 

    "Iya bu" jawab rani dengan lesu, segera ia hempaskan bokongnya diatas kasur yang sangat empuk. "Rani kenapa sih? Kok dari tadi kelihatan gelisah dan murung?" Tanya ibu Aini dengan hati-hati takut ia salah bicara.

   "Ah, enggak apa-apa ko bu" jawab Rani sekenanya dengan senyumannya yang manis. "Yasudah, cepat kamu bersihkan seluruh tubuhmu, setelah itu lekas tidur" ucap ibu Aini beranjak kearah dapur dan meninggalkan Rani di dalam kamarnya.

      "Bu, Rani disini sekolah atau enggak?" Tanya Rani setelah sekian lama membungkam bibirnya dengan tidak mengeluarkan satu kata pun. "Emang Rani mau sekolah disini?" Seperti kaca yang memantulkan bayangan manusia di hadapannya, ibu Aini pun bertanya balik dengan Rani.

     "Mau- mau aja sih Rani bu, asalkan selama mama operasi disini" jawab Rani sambil menatap bu Aini datar, kening ibu Aini pun mulai mengekrut ia sedang memikirkan nasib sekolah Rani saat ini.

    "Yasudah boleh kamu sekolah disini, kapan kamu mau sekolah?" Tanya bu Aini yang mampu membuat Rani tersedak oleh makanan yang sedang ia kunyah menuju proses penelanan. "Ibu beneran?" Tanya Rani dengan excited

    "Iya ibu beneran ko Ran, dari pada kamu disini cuma bengong-bengong doang, kamu coba gimana sistem pembelajaran disini" jawab bu Aini sambil tersenyum.

   Dan ia pun mencium kening Rani dengan penuh kasih sayang. "Makasih ya bu" ucap Rani memeluk bu Aini dengan erat, "sama-sama Rani" jawab bu Aini dengan senyuman yang khasnya"

7 8 9 [Edisi Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang