Tujuh

35 4 1
                                    


Malam ini terasa mendung. Sekalipun banyak bintang yang menghiasi. Rasanya tetap saja kosong.

Tak kan ada hari esok dengannya lagi. Dia kini telah menghadapNya. Dengan satu pesan yang sangat berarti bagi dirinya. Pesan terakhir dari seorang gadis kecil yang telah membuat hidup menjadi lebih hidup.

Raihana.

Keinginan terakhirnya adalah agar Bapak dan Ibunya punya anak lagi. Dan ia juga ingin Raihan menjaga Hanan.

Sekarang Hana dibawa menuju kampung pak Bimo karena besok pukul 12.00 Hana akan dikebumikan di kampung halaman pak Bimo di Purwokerto.

Raihan dan Hanan ikut mengantarkan Hana ke Purwokerto. Hendra pamit karena ia tidak dapat ikut ke Purwokerto. "Han, aku pamit pulang ya. Lain kali kita ketemu lagi ya. Kamu hati-hati dijalan."

"Iya. Kamu juga hati-hati dijalan, Ndra. Maaf loh aku ngerepotin kamu." Ucap hanan dengan mata sembab.

"Nggak apa-apa. Kak, titip Hanan ya. Jangan sampai dia telat makan."pinta Hendra kepada Raihan. "Pamit ya. Salam untuk pak Bimo dan bu Bimo."

Setelah Hendra pergi, Hanan menghampiri bu Bimo dan menemaninya. Raihan hanya bias diam melihat kesedihan orang-orang yang menyayangi Hana dan membantu pak Bimo sesekali.

Sebenarnya ia sangat ingin menangis. Tapi entah mengapa air matanya kering dan tak dapat keluar. Akhirnya ia hanya dapat memandangi dan memperhatikan orang-orang yang berdatangan.

--------------------------------------------------

Setelah semua urusan selesai. Rombongan pengantar jenazah segera berangkat menuju Purwokerto. Pak bimo dan bu Bimo naik mobil jenazah. Sedangkan Hanan dan Raihan naik mobil Raihan. Dibelakang mereka ada beberapa mobil yang membawa tetangga pak Bimo di Semarang yang ikut mengiringi kepergian Hana.

Keset Akbar Karunia

"Halo....kenapa Bar?"Tanya Hanan dengan suara agak serak.

Akbar mengernyitkan dahinya begitu mendengar suara Hanan. "Loh!! Kenapa lo Fai? Kok suara lo kaya abis nangis? Lo dimana? Gue jemput sekarang ya."ucap Akbar beruntun.

Hanan memberitahukan keberadaannya dan kabar duka tentang Hana. "Hana yang anak kecil itu? Ya Tuhan turut berduka cita ya. Lo kesana sama siapa? Hati-hati di jalan Fai."

"Iya. Gue sama kak Raihan. Nggak usah khawatir. Doain aja gue selamet."

"Oke. Kirimin nomor Raihan ya."belum sempat Hanan menjawab, telepon sudah terputus.

--------------------------------------------------

Purwokerto dini hari

Kak Akbar (Hanan)

"Halo kak. Ada apa?"tanya Raihan.

"Rai, tolong ingetin Faiha makan ya. Takut dia sakit kalau telat makan. Pokoknya titp dia sampai balik ke sini lagi."pinta Akbar. "Awas kalau macem-macem. Nggak bakal gue ampunin."ancam Akbar menutup pembicaraan tanpa salam penutup.

Wajah Raihan tampak murung setelah menerima telepon seperti ada sesuatu yang dipikirkannya. "Kak...."panggil Hanan, namun Raihan bergeming. Hanan memanggilnya sekali lagi. "Kak..."

Raihan menoleh ke arah Hanan yang sedang menatapya heran. "Kakak kenapa? Kok sehabis nerima telpon mukanya langsung nggak enak gitu?"

"Nggak. Ini kakak lagi binggung aja."ucap Raihan salah tingkah. "Kira-kira kita pulangnya kapan ya?"ucapnya berbohong.

1. Thanks to YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang