Chapter 3 ✔️

1.6K 155 0
                                    

Chapter 3

...

Jimin membuka pintu rumah dengan hati yang penuh kecamuk. Rumah ini terasa begitu kosong, tidak seperti dulu ketika keluarganya masih lengkap. Ibu dan adiknya, Jiyoon, hanya tinggal berdua di sini. Dan dirinya? Ia lebih sering berada di rumah ayahnya, mencoba menghindari kenyataan yang semakin tidak bisa ia terima.

Namun malam ini, ia merasa dorongan kuat untuk menemui ibunya. Ada sesuatu yang harus ia ceritakan, sesuatu yang tak bisa ia pendam lagi. Langkahnya menuju kamar ibunya terasa berat, seolah ada yang menahannya. Ketika ia membuka pintu kamar, pemandangan yang menyambutnya membuat hatinya semakin sakit.

Ibunya duduk di lantai, matanya kosong menatap ke arah jendela. Rambutnya berantakan, dan tubuhnya gemetar, seolah berada di dunia yang berbeda. Kamar itu sepi, hanya terdengar suara napas ibunya yang terengah, sesekali diselingi gumaman yang tidak jelas.

"Ibu..." panggil Jimin, suaranya lirih.

Ibunya menoleh perlahan, namun tatapan kosongnya berubah begitu mendengar suara Jimin. Tanpa berkata apa-apa, ia langsung merangkak mendekati Jimin, tangannya gemetar mencengkeram celana Jimin, sebelum berlutut di hadapannya.

"Jihae... maafkan aku... Maafkan aku, Jihae!" Ibunya menangis histeris, kepalanya tertunduk, air matanya mengalir deras ke lantai.

Jimin tercekat. Melihat ibunya dalam kondisi seperti ini membuat hatinya serasa diremuk. Ia berusaha mengangkat ibunya, mencoba menenangkannya, namun tangis wanita itu semakin keras. Setiap kata yang keluar dari mulut ibunya adalah permintaan maaf yang tidak ditujukan kepadanya, tapi untuk Jihae.

"Ibu... ini aku, Jimin. Bukan Jihae," ucapnya dengan suara bergetar, berusaha membujuk ibunya kembali ke kenyataan. Namun, ibunya tidak mendengar. Kata-kata permintaan maaf terus mengalir dari bibirnya, seolah-olah Jihae berada di hadapannya.

Tangis Jimin pun pecah. Melihat ibunya begitu hancur dan tenggelam dalam rasa bersalah yang tak terucapkan membuatnya merasa tak berdaya. Di satu sisi, ia juga dihantui rasa bersalah atas apa yang terjadi pada Jihae, namun menyaksikan ibunya seperti ini adalah penderitaan tersendiri.

"Ibu, berhenti... kumohon..." suara Jimin tersedak oleh isakannya sendiri. Namun, ibunya terus menangis, berlutut di kakinya.

Tiba-tiba pintu kamar terbuka dengan suara keras, dan Jiyoon berdiri di ambang pintu dengan wajah terkejut. "Apa yang terjadi di sini?" tanyanya, suaranya penuh kecemasan.

Melihat ibunya dalam kondisi seperti itu, Jiyoon segera berlari dan memeluknya, mencoba menenangkan. "Ibu, sudah... jangan seperti ini," bisiknya dengan lembut, meskipun Jiyoon sendiri terlihat hampir menangis.

.

Setelah beberapa saat, dengan pelukan erat Jiyoon, ibunya akhirnya mulai tenang. Tubuhnya yang lelah kini bersandar di pangkuan Jiyoon, matanya perlahan tertutup oleh kelelahan yang amat sangat. Setelah ibunya benar-benar terlelap, Jimin duduk di sebelah adiknya, pandangan matanya kosong, penuh dengan penyesalan.

"Oppa, apa yang terjadi?" tanya Jiyoon dengan nada dingin, meski masih terdengar cemas.

Jimin mengusap wajahnya yang basah oleh air mata. "Aku... bertemu seseorang hari ini. Seorang gadis yang mirip Jihae. Aku... aku tidak bisa menjelaskan semuanya, tapi aku yakin itu dia."

Mianhae (미안해) 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang