Edelline membuka laptopnya. Malam ini, malam minggu. Seperti biasa, selalu menjadi malam yang paling gabut untuk Edelline. Tetapi, tidak untuk malam ini. Sehabis mandi tadi, cewek itu membuka ponselnya yang sangat 'ribut'. Ia mendengus melihat 104 notif dari line. Cewek itu yakin, pasti ketiga sahabatnya juga mengalami kegabutan di malam minggu dan melampiaskannya ke grup mereka berempat. Sampai akhirnya, Fani meneleponnya, menyuruh dirinya untuk on Skype. Cewek itu mengambil Headshet diatas meja belajar. Setidaknya, Skypean dengan ketiga sahabat konyolnya bisa menghilangkan sedikit kegabutan cewek itu.
Tak lama, layar laptopnya, menampilkan wajah ketiga sahabatnya. Edelline terkekeh melihat ketiga sahabatnya yang senasib dalam hal kejombloan seperti dirinya. Mungkin hanya sedikit dari anak seusia mereka yang malam mingguan Skypean dengan sahabat. Rata-rata anak remaja seusia mereka lebih memilih jalan dengan pacar, nongkrong, bahkan ada pula yang pergi ke tempat-tempat hiburan di Jakarta, dan biasanya mereka anak-anak yang broken home. Dan untuk yang terakhir tadi, Edelline dan sahabat-sahabatnya tidak pernah menyentuh hal tersebut.
When tomorrow comes
I'll be on my own
Feeling frightened up
The things that I don't know
When tomorrow comes
Tomorrow comes
Tomorrow comesAnd though the road is long
I look up to the sky
In the dark I found, I stop and I won?t fly
And I sing along, I sing along, then I sing alongLagu Flashlight yang dibawakan Jessie J menggema di kamar Edelline. Suara itu berasal dari ponsel cewek itu. Ia mengambil ponselnya yang diletakkan diatas nakas disebelah kasur cewek itu. Edelline tersenyum, melihat siapa yang meneleponnya.
Sejenak cewek itu melirik ketiga sahabatnya.
"Woi udahan dulu ye, Ken nelepon gue. Biasanya kalo kaya gini, paling dia gabut, terus ngajak gue keluar. Bye semua!" Ucapnya ceria.
Cewek itu menutup laptopnya. Jarinya langsung menekan tombol hijau yang ada di layar ponselnya.
"Hallo Keenan."
Terdengar tarikan nafas dari si penelepon, "Hai, Kinanti. Waalaikumsallam, " ucap Ken, "lo lagi gabut gak?"
"Oiya, Assalamualaikum," cewek itu terkekeh, "gabut sangat nih."
"Sama nih, gue juga." Cowok itu menggantungkan ucapannya.
"Gausah pake basa-basi Kennyuk," Edelline sedikit terkekeh. Cewek itu sudah sangat hafal sifat sahabat dari oroknya ini, "mau jalan kemana?"
"Kok lo tau si?" Terdengar nada menyelidiki dari Ken, "wah, jangan-jangan lo-
Edelline memutar bola matanya, "Emang kita udah temenan berapa lama sih? Dan- oh ya, jangan berfikir yang enggak-enggak mas."
"Hmm.. " terdengar desisan-desisan seperti menghitung dari sebrang sana, "dari orok."
Edelline terkekeh. "Ngapain lo repot-repot ngitung kalau akhirnya bakal bilang dari orok juga?"
Disebrang sana, Ken senyum-senyum sendiri. "Siap-siap ya! Gue jemput lo sebentar lagi. Bye, Del." Cowok itu menutup teleponnya. Ia langsung mengambil jaketnya yang menggantung di pintu kamarnya. Sedikit berkaca merapikan rambut, cowok itu terdiam menatap pantulan dirinya di cermin "Sampe kapan ya, gue nutupin perasaan gue gini? Sampe kapan ya status pertemanan dari orok gue berubah jadi 'pacaran dari orok'? Mimpi dulu gapapa kan ya?" Lagi-lagi Ken hanya tersenyum miris, "Ada waktunya, dan gue gaboleh gegabah."
Disisi lain, Edelline duduk manis di kasur, sesekali mengotak-atik ponselnya, ia sudah siap dengan pakaian super simplenya, T-shirt berwarna pink dengan sablonan barbie, Celana jeans selutut, tas kecil, dan flatshoes pink, rambutnya di kuncir kuda. Menambah kesan cantik di diri cewek itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Loveliest Happiness
Teen FictionApa rasanya berada di tengah-tengah orang yang menyayangi kita? Bahagia? Sangat. Tetapi terkadang, kebahagiaan itu hilang saat sebuah keegoisan datang mengalahkan perasaan kita. Dan ini cerita tentang Edelline Kinanati & Edelson Keenan. Dua orang ya...