"Gue pengen ngomong sesuatu, Del." Ken membuang wajahnya asal. Laki-laki itu tidak berani menatap cewek didepannya.
"Ngomong apa, Ken?" Edelline pun sama, seketika jantungnya berdegup cepat melebihi biasanya. Ia menunduk. Disisi lain, Edelline cemas, ia takut Ken meninggalkannya demi perempuan yang cowok itu suka. Tidak biasanya cowok itu berbicara dengan nada seserius ini. Pembawaannya sangat tenang, tetapi mampu membuat Edelline beku.
"Gue..." cowok itu menggantungkan ucapannya, menarik nafas. Lidahnya serasa kelu, "gue suka sama lo, sayang sama lo. Dan selamanya bakal kaya gitu."
Cewek itu mendongakkan wajahnya, menatap lekat cowok itu, mencari kebohongan dari ucapannya barusan. Namun nihil, Edelline tidak menemukan setitik kebohongan dari manik mata Ken.
"Lo gaperlu jawab, Del. Yang penting lo tau, perasaan gue sebenernya ke elo itu gimana." Cowok itu bangkit dari tempat duduknya, berjalan meninggalkan Edelline.
"Gue juga ngerasain apa yang lo rasain. Sama. Gak ada yang kurang. Malah yang ada berlebih."
Pernyataan itu mampu membuat Ken menghentikan langkahnya. Cowok itu memutar badannya. Lalu tersenyum. Manis sekali. Edelline membalas senyuman Ken. Tidak kalah manisnya dengan senyuman cowok itu.
"Maaf." Ucap Ken lalu pergi meninggalkan Edelline.
Satu kata. Tapi mampu membuat seribu pertanyaan di otak cewek itu. Ia memegang kepalanya. Seketika kepalanya merasa sangat pusing. Kata-kata Ken tadi berputar-putar di otak Edelline.
Mimpi tadi malam membuat Edelline merasakan sedikit nyeri dibagian kepalanya. Entah, mengingat itu semua secara tidak sengaja. Mengingat mimpi yang terkesan 'aneh'. Berbicara tentang mimpi itu, Edelline kembali mengingat percakapannya dengan Ken semalam. Ken yang mengatakan bahwa cowok itu menyukai orang lain. Apa mungkin mimpi gue ada hubungannya ya, sama ucapan Ken tadi malem?
Dada Edelline kembali sesak. Menyayangi orang yang menyayangi orang lain? Rumit. Tetapi, Edelline masih terjebak dalam pertanyaan lo sayang Ken dalam artian lain apa hanya dalam artian persahabatan? Cewek itu sendiri belum menemukan jawabannya.
Edelline berjalan menuju dapur. mengambil segelas air putih untuk membasahi kerongkongannya. Suasana rumah sangat sepi, Edelline celingak-celinguk. Biasanya, jam segini, mamanya sedang menyiapkan makanan untuknya dan ayahnya lalu mereka menghabiskan hari minggu di ruang keluarga, tertawa bersama, bercerita masalalu, atau sekedar weekend dengan anak semata wayangnya. Tetapi? Kemana kedua orang tuanya itu? Kerja? Cewek itu mengangkat bahunya tak mau tahu. "Kali aja ada meeting mendadak."
Cewek itu berjalan menuju kamarnya dengan langkah gontai. Rasanya, hari ini ia tidak ingin pergi kemana-mana. Cuaca diluar yang sangat mendukung dirinya untuk meringkuk didalam selimut. Ditambah badannya yang seketika drop.
Ponsel cewek itu bergetar, satu telepon masuk dari Dea. Tumben.
"Hallo..."
"Del, sibuk nggak?"
"Nggak sih, kenapa?"
"Temenin gue yuk, ke toko buku, gabut banget nih dirumah."
Edelline berfikir sejenak. Sebenarnya ia juga merasa bosan. Apalagi sendiri dirumah. "Gimana ya? Pengen aja sih. Cuman, rumah gue lagi sepi nih. Orang tua gue gak tau kemana."
"Tumben. Biasanya minggu orang tua lo pasti stay dirumah."
"Entahlah. Lo kerumah gue aja deh, ke toko bukunya besok aja pas pulang sekolah. Ajak Shelin sama Fani juga ya. Gue tunggu di rumah, bye."
KAMU SEDANG MEMBACA
Loveliest Happiness
Teen FictionApa rasanya berada di tengah-tengah orang yang menyayangi kita? Bahagia? Sangat. Tetapi terkadang, kebahagiaan itu hilang saat sebuah keegoisan datang mengalahkan perasaan kita. Dan ini cerita tentang Edelline Kinanati & Edelson Keenan. Dua orang ya...