Waktu : 04

5K 679 22
                                    

"Move on dong, Do!!" komentar Rama sambil memerhatikan Aldo. Rama menghela napas. Sudah beberapa bulan terakhir ini Aldo jadi sering memerhatikan Rara. Seolah menyesal menjadi pihak yang pertama pergi.

Padahal kan, salah Aldo juga. Begitu batin Rama dalam hati. Lagipula, kalau ia tidak menyadarkan Aldo soal perasaannya sendiri, bisa-bisa setelah lulus Aldo baru sadar.

"Lo kira move on segampang ngelupain rumus fisika? Ya enggak lah, Ram. Emangnya lo?" sahut Aldo kesal. Mungkin di antara teman-temannya, Aldo yang bisa dikatakan paling 'setia' jika sudah menyukai satu cewek.

"Gebetan lo apa kabarnya nih, Ram?" tanya Adit sambil tertawa. "Eh gebetan atau modusan sih?"

"Tergantung, Dit. Gebetan 1 atau 2? Gebetan 1 gak jawab, ya gebetan 2. Gebetan 2 gak jawab, ya modusan-modusannya palingan," jawab Aldo sekenanya.

Diantara mereka, Rama-lah yang memiliki sifat playboy yang tinggi. Pacar sih boleh cuma ganti sekali. Tapi modusannya? Ratusan. Udah kayak tango aja. (Berapa lapis? Ratusan.)

Gebetan juga ada sih. Itu juga mending serius.

Menurut Aldo sendiri, Rama bukanlah tipe cowok yang bakal digilai cewek-cewek angkatannya. Jangan-jangan mereka justru jijik melihat gaya narsis Rama. Selama ini justru Rama yang dengan pede tingkat tinggi mendekati para cewek.

Rama hanyalah cowok biasa, tanpa pesona. Itulah satu kalimat yang bisa Aldo deskripsikan dari sahabatnya tersebut. Cowok berkacamata. Cowok yang tingginya pas-pas saja. Badannya pas-pas saja. Namun modusnya level expert.

Berbeda dengan Rama, Adit merupakan sosok pendiam jika tidak bersama teman-temannya. Bicara seperlunya. Kalem. Namun bukan tipe anak yang rajin. Sedangkan untuk urusan cinta, Adit tidak pernah ambil pusing. Ia jarang sekali menyukai cewek. Dan kalaupun suka, hanya suka sewajarnya. Bukan jenis suka yang ingin memiliki.

"Udah, deh, Do. Mending lo kelarin urusan sama Rara. Terus tembak. Gampang, kan? Daripada liatin dari jauh terus," kata Rama memberi komentar. "Jujur aja, gue ngerasa lo berdua itu dibatasin rasa gengsi. Sama-sama pengen mulai, tapi gak mau nurunin ego. Ya gak bisa, lah. Harus ada yang mau ngalah."

"Dalam hal ini, lo yang harus ngalah," kata Adit menimpali. "Gue gak bermaksud mojokin lo atau nyalahin lo ya, Do. Tapi gue tau cerita awalnya dan lo yang salah."

Benar. Mereka benar, batin Aldo dalam hati. Perasaannya makin berkecamuk. Haruskah ia memulai? Tapi ia tak ingin menjadi pihak yang disakiti.

Namun bukan berarti Aldo ingin menyakiti.

"Gini deh, Do. Kalo lo emang gak bisa ngomong ke Rara sama sekali, cari pelampiasan. Terus lo move on," kata Rama sambil mengunyah tahu bulat.

Tapi Aldo tak ingin menjadikan seseorang sebagai pelampiasan.

Karena ia tahu bagaimana rasanya menjadi pelampiasan.

{#1.5} WAKTUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang