Aldo melihatnya.
Rara duduk bersama Rafi di dekat jendela. Rara terlihat begitu bahagia saat berada di dekat Rafi. Sementara itu, Aldo hanya dapat memerhatikan tawa dan senyum Rara dari jauh.Kapan terakhir kali dirinya membuat Rara tersenyum? Rasanya, terakhir kali berpapasan dengan gadis itu, Aldo hanya menyuguhkan ekspresi wajahnya yang dingin.
Kemudian, Aldo melihat Rafi sedang menatap ke luar jendela. Tempatnya dan Lala berdiri sekarang. Sedangkan Rara tampak sedang memanggil nama Rafi.
Lalu, Rara menengok ke jendela. Mengikuti arah pandang Rafi.
Rara melihat dirinya dan Lala.
Ekspresi Rara sulit dibaca. Namun entah mengapa, Aldo menemukan ekspresi kecewa di antara ratusan ekspresi yang terkumpul pada wajah Rara.Ngapain Rara kecewa? Tuh dia punya Rafi, batin Aldo dalam hati. Bahkan Aldo sempat menguping pembicaraan teman-temannya tentang Rara dan Rafi. Kata mereka, Rara dan Rafi pernah tinggal bersebelahan. Kata mereka, Rara dan Rafi memang sudah dekat sejak lama. Kata mereka... Kata mereka.. Kata mereka, Rara dan Rafi terlihat serasi.
Sulit mengakuinya. Jika memang Aldo dibandingkan dengan Rafi, ia memang tidak ada apa-apanya. Rafi jelas lebih mengenal Rara.
Ditambah dengan fakta bahwa Rafi tidak pernah menyakiti Rara.
"Do," panggil Lala dengan nada manja yang (menurut Aldo) dibuat-buat. "Liatin apa sih? Kok serius banget?"
"Gak ada apa-apa," jawab Aldo dengan senyum dipaksakan. "Mau kesini?"
Lala terdiam sebentar. "Kayaknya lo lagi gak mood buat hal ini. Udahlah, gak usah dipaksa." Kemudian gadis itu berbalik dan meninggalkan Aldo.
Aldo melirik ke arah tempat duduk di cafe itu.
Rara sudah pergi.
Lagipula, Aldo sudah terlalu pengecut untuk mengejarnya. Bukankah Rara sudah tidak peduli pada dirinya? Buat apa dikejar? Ia sudah punya Rafi.
Tiba-tiba ponsel yang diletakkan di kantong celananya bergetar.
"Lo ngapain Lala, Do?" tanya Rama dengan nada jengkel dari ujung sana. "Jangan bilang lo liat Rara terus tiba-tiba berubah pikiran."
Aldo terdiam. "Bilang ke Lala, gue minta maaf. Gue gak bermaksud gitu. Tapi, tadi juga dia yang bilang gak usah aja,"
"Kalo cewek ngomong gitu ya lo kejar lah! Minta maaf atau lakuin apa gitu. Masa lo gak kepikiran?" kata Rama dengan penuh emosi.
"Mungkin karena gue gak suka dia?" jawab Aldo enteng kemudian memutuskan sambungan teleponnya.
Aldo berusaha mencerna kata-kata yang baru saja diucapkannya. Apa memang ia masih menyukai Rara?
Padahal sudah jelas-jelas Rara tidak peduli padanya. Padahal sudah jelas-jelas Rara lebih bahagia bersama Rafi.
Tapi Aldo masih merasa tidak rela. Walaupun Rara terlihat senang bersama Rafi, sisi egoid dari dirinya masih menginginkan Rara untuk bahagia bersamanya.
Mengapa merelakan kebahagiaan sendiri demi kebahagiaan orang itu susah sekali, sih? Kalau ada orang yang bilang dirinya akan merasa baik-baik saja walaupun orang yang disayanginya bersama orang lain, bullshit.
Karena Aldo tahu rasanya.
***
WOI UDAH MAU TAMAT GAIS!! Jadi bagi kalian yang belum sempet vomments, ayo dikasi vommentsnya!! Vote doang gak papa kok!(Ini kok jadi promosi)
Anyway, sorry for the typo(s)!!
KAMU SEDANG MEMBACA
{#1.5} WAKTU
Teen FictionUntuk kita, Yang senang menbiarkan perasaan terpendam begitu saja tanpa sempat tersampaikan oleh waktu