Aldo mendengus kesal melihat Adit yang sejak tadi tidak bisa dihubungi. Line tidak dijawab. Mencoba meneleponnya juga sama saja. Sia-sia.
Setelah beberapa menit bertanya-tanya tentang Adit, Aldo memutuskan untuk merapikan kamarnya yang sudah berantakan seperti kapal pecah. Jujur saja, ia tidak suka merapikan kamar (siapa yang suka, sih?). Jadi jangan salahkan jika Aldo sering kesulitan mencari barang.
Aldo menatap rak bukunya yang disesaki brosur-brosur bimbingan belajar entah kenapa. Ngapain gue ngoleksi ginian sih, batinnya. Mungkin karena di sekitar sekolahnya mulai banyak penyebar brosur.
Aldo hanya tidak tega melihat mereka. Alhasil, ia ambil brosurnya.
Tiba-tiba tangannya meraba sesuatu.
Selembar foto.Aldo mengambilnya. Agak berdebu. Terselip di antara buku-buku pelajarannya kelas 11.
"Ini apa?" tanya Aldo pada dirinya sendiri. Kemudian ia membersihkan debunya.
Fotonya dan Rara.
Dulu, mereka pernah berfoto saat ada event di sekolahnya. Bukan foto ala-ala pacaran jaman sekarang, karena mereka memang tidak memiliki hubungan apa-apa.Waktu itu semuanya belum berubah. Mereka masih dua orang yang saling menyapa di sekolah.
Aldo membersihkannya dari debu kemudian menyelipkannya kembali di antara buku pelajarannya.
Drrrttt... Drrrtt...
Aldo segera meraih ponselnya yang bergetar. Rama."Halo?" sapa Aldo dengan agak malas. Ia sedang sedang tidak ingin berbicara dengan Rama. Setelah kejadian Rama yang sibuk mendekatkan dirinya dengan Lala.
Sejujurnya, ia tak suka Lala.
"Hai, Do. Besok ada waktu?" tanya Rama dengan nada semangat. "Maksudnya pulang sekolah."
"Mau main bola?" tanya Aldo. Ia sudah lama tidak bermain bola bersama Rama dan beberapa temannya.
Rama terkikik di ujung sana, "Bukan. Nih ada cewek yang mau diajak jalan sama lo."
"Rara?" tanya Aldo semangat.
Rama terdiam. "Masih mikirin Rara? Bukan Rara. Tapi Lala,"
"Bilangin dia besok gue gak bisa soalnya harus nemenin bokap di rumah sakit. Dirawat lagi. Jadi kata nyokap gak boleh pulang terlalu sore," jelas Aldo panjang lebar. Ngapain gue jalan sama Lala?
"Kalo seandainya gue nyuruh lo jalan sama Rara, lo masih pake alasan itu, Do?" tanya Rama.
"Bisa jadi iya. Bisa jadi juga enggak. Mungkin di antara dua-duanya. Atau gimana. Gak tau sih," jawab Aldo serba salah. "Lo kenapasih tiba-tiba jadi nyuruh gue sama Lala?"
"Ada aja," jawab Rama dengan nada misterius. "Jadi besok gimana?"
"Liat besok aja," sahut Aldo setengah hati. Sejujurnya ia ingin menolak saja. "Gue gak bisa mastiin"
"Soalnya gue mau bilang sama Lala misalnya lo gak bisa. Jadi kan bisa diganti--"
Aldo memutuskan sambungan telepon tersebut.
Ia sudah muak dengan rencana Rama.
Sudah terlalu lama tidak jujur dengan perasaannya sendiri.Tapi gue juga gak bisa ngajak Rara hang out gitu kan,
***
Besok paginya di sekolah, Rama mendatangi Aldo. Sejujurnya Aldo sudah menduga bahwa Rama akan mendatangi dirinya. Tentang Lala dan segala rencana memusingkannya."Please, Do. Hari ini aja sekali. Gak perlu lama-lama. 15 menit. Di cafe deket sekolah," bujuk Rama dengan wajah memelas. "Tolong banget gue udah janji sama dia."
"Sebenernya ini semua apaan sih, Ram? Mulai dari lo yang nyebar gue suka Lala terus sekarang ini," kata Aldo setengah kesal. "Ini semua gak ada hubungannya sama Rara, kan?"
"Lo mau gue jelasin sekarang?" tanya Rama. Melihat ekspresi di wajah Aldo yang tetap menunjukkan rasa penasaran, Rama melanjutkan perkataannya. "Sebenernya tuh, Lala suka sama lo. Dia bilang ke gue. Terus kalo gue pikir-pikir, kenapa lo gak move on ke Lala aja. Terus ya itung-itung liat gimana perasaan Rara ke lo, gue sebarin aja kayak gitu. Seriusan, Do. Gue gak bermaksud apa-apa."
"Tapi gue gak suka Lala," ucap Aldo pelan. "Gue itu suka sama--"
"Tapi lo liat sendiri, Do. Dia udah gak peduli sama lo," potong Rama dengan nada kesal. "Dan lo masih beranggapan dia suka lo? Basi, Do."
Rama menyikut Aldo kemudian ia menunjuk ke arah Rafi dan Rara yang sedang berjalan bersebelahan entah membicarakan apa.
Aldo tidak ingin mengakuinya.
Tapi, mereka tampak serasi."Tadi gue denger Rafi nanya ke Rara. Katanya 'Lo ada acara gak setelah pulang sekolah?' Ya kurang lebih gitu lah. Menurut lo aja ya---"
Aldo sudah tidak terlalu mendengarkan penjelasan Rama. Sudah tidak penting. Apa yang ada beberapa meter di depannya ialah penjelasan yang sesungguhnya.
Bahwa Rara sudah tidak peduli padanya.
Bahwa dirinya sudah terlambat.Mengapa tidak ada waktu yang tepat baginya untuk bicara pada Rara?
"Ram," panggil Aldo. "Bilang ke Lala hari ini gue bisa."
Rama tersenyum puas. "Gitu, dong."
Jujur saja, Rama tidak bermaksud menjebak sahabatnya atau bagaimana. Maksudnya baik. Ia sudah tidak tahan melihat Aldo yang hanya berani mengamati dari jauh. Hanya berusaha menerka perasaan Rara kepadanya. Ternyata Rara malah sibuk dengan yang lain. Menyedihkan. Mungkin Aldo harus sedikit belajar dari dirinya."Beneran kan, Do? Di cafe deket sekolah ya, bukan warteg Bu Nur," kata Rama memastikan.
Aldo membalasnya dengan anggukan. "Bilang itu ke Lala,"
Ra, gue juga bisa cari yang lain. Gue juga bisa kayak lo. Gue juga bisa berhenti peduli sama lo.
***
hai! Waktu udah mau tamat loh. Jangan kangen sama Aldo yak!
Maaf kalo ini abal banget dan maaf kalo ada typo.Don't forget to leave ur vomments❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
{#1.5} WAKTU
Teen FictionUntuk kita, Yang senang menbiarkan perasaan terpendam begitu saja tanpa sempat tersampaikan oleh waktu