Aku tidak bisa fokus. Walau kejadian itu sudah terjadi selama
lima hari yang lalu, aku masih memikirkannya.Kejadian empat hari lalu masih tersusun rapih di benakku.
"Aku Akashi. Lalu, setelah mengetahui ini, apa yang akan kau lakukan, nona indigo?"
Aku menatapnya tajam. "Kau mengetahui kalau aku indigo?"
Akashi tertawa merendahkan. Aku semakin tidak menyukainya. "Kamu bisa melihatku, berarti kamu indigo. Tapi, hanya orang tertentu saja yang dapat melihatku."
Aku tidak menanggapi.
"Lalu apa yang akan kau lakukan? Membantuku untuk pergi ke alam yang seharusnya seperti apa yang kau lakukan terhadap beberapa arwah?" tanyanya, atau lebih tepatnya, ia menebaknya.
"Bagaimana kau mengetahui hal-hal seperti itu?" tanyaku dengan nada yang tidak bersahabat.
Dia mengangkat bahu, seolah tak peduli dengan pertanyaanku.
"Kenapa kau muncul di hadapanku?"
Akashi menaikkan sebelah alisnya kemudian berdecak. "Percaya diri sekali. Justru kaulah yang muncul di hadapanku."
"Hah?"
"Tadi pagi. Kau datang ke pohon ini. Menatapku," katanya.
"Terserah apa katamu. Yang pasti berjanjilah kalau kau tidak akan berbuat hal-hal yang membuatku repot," ucapku.
"Aku takkan berjanji. Apa untungnya untukku?"
Aku menghela napas. Ia arwah yang keras kepala. Sifat manusianya masih melekat dalam dirinya. Dan lagi, sepertinya keinginannya atau harapannya sangatlah kuat.
Akan amat sangat repot jika berurusan dengannya.
"Baiklah, aku tak akan melakukan apa pun dan tak akan berhubungan denganmu lagi. Jadi, jangan menggangguku," kataku.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Mystery Behind the Massacre in 1978
ÜbernatürlichesMiyano Sachiko, seorang murid angkatan ke-90 di Ashitake High School. Dia seperti murid lainnya, tapi ada satu yang membedakan dirinya dengan yang lain. Dia indigo. Karena kekuatan indigo-nya inilah, yang membuat dirinya sering berhubungan dengan h...