Sebuah ruangan yang tampaknya tak asing bagiku. Ruangan dari kayu, kecil, dan sedikit kotor. Ada beberapa ember di sana. Ada juga benda-benda untuk bercocok tanam seperti sekop.
Anehnya, sekop itu sudah kotor. Sekop itu seperti mengenai suatu noda yang susah hilang.
Tapi yang lebih aneh, ada beberapa alat yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan bercocok tanam atau sejenisnya. Walaupun disembunyikan, gir, gergaji, pisau daging, dan kapak tersebut masih tetap terlihat.
Baru saja aku ingin melangkah lebih dalam, suara pintu terbuka membuatku terhenti.
"Apa yang kau lakukan di sini?"
Pertanyaan singkat itu berhasil menciutkan nyaliku. Perlahan, aku menoleh. Dan ...
⊙⊙⊙
Aku membuka mata. Napasku tidak beraturan. Keringat membahasi bajuku. Aku masih berusaha mengumpulkan nyawa.
Merasa lebih baik, aku pun duduk. Tatapanku kosong. Pikiranku masih dipenuhi oleh mimpi barusan.
Mimpi apa itu?
Aku mengelap keringat yang terus membanjiri tubuhku. Benar-benar mimpi buruk.
"Ohayou gozaimasu, Sachi-nee-san." Suara pelan Miria-chan membuatku menjerit kecil.
Dia menatapku aneh. "Ada apa?" tanyanya dengan sedikit nada cemas.
Aku mengerjapkan mata lalu menggelengkan kepala. "Ti-tidak. Hanya mimpi buruk," kataku meyakinkannya. Aku memijit pelipisku yang sedikit pening.
Sinar mentari yang sudah mulai menembus tirai kamar membuatku mengernyit heran.
"Hei, sekarang itu ... pukul berapa?"
"Pukul delapan pas dan 50 menit lagi, sekolah akan dimulai."
Aku yang semula masih santai langsung melotot mendengarnya. Segera aku melompat dari tempat tidur, lekas pergi ke kamar mandi. Di dalam sana, aku hanya menggosok gigi dan mencuci muka. Setelahnya, aku dengan cepat memakai baju serta kaos kaki.
Sepertinya, langkah kakiku membuat kebisingan di bawah sehingga Atsushi-san menegurku sedikit. Membuatku mati kutu.
"Sachiko, jangan berisik. Kau membuat kami terganggu," katanya setengah berteriak.
"Ma-maaf, Atshushi-san!" balasku juga dengan setengah berteriak.
Jujur, ditegur oleh Atsushi-san itu seperti ditegur oleh ayah atau juga kakekmu sendiri. Dan itu benar-benar membuatku merasa bersalah.
Aku turun dengan tergesa-gesa. Mengambil sepotong roti yang sudah disediakan di sebuah piring. Melahapnya seraya berjalan menuju tempat sepatu.
"Sachi, tidak baik makan sambil berdiri," tegur Riisa-san. Bagus, dalam satu hari, di pagi hari, aku sudah ditegur dua kali.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Mystery Behind the Massacre in 1978
ParanormalMiyano Sachiko, seorang murid angkatan ke-90 di Ashitake High School. Dia seperti murid lainnya, tapi ada satu yang membedakan dirinya dengan yang lain. Dia indigo. Karena kekuatan indigo-nya inilah, yang membuat dirinya sering berhubungan dengan h...