[DIREVISI ULANG] PROLOG

1.4K 336 226
                                    

Lari secepat mungkin.

Hanya itu kata-kata yang bercokol di kepala Jae In begitu dirinya menyadari bahwa segerombol preman daerah tempatnya tinggal tengah mengincarnya. Gadis itu terlihat cemas. Pasalnya, para preman tersebut terkenal dengan kekejaman mereka dan rasa ketidakmanusiaannya. Banyak yang mengatakan bahwa mereka mengincar gadis belia untuk dijual sel telurnya atau organnya.

Jae In sesekali menolehkan kepalanya ke belakang dengan panik. Sekitar lima belas menit lagi dia seharusnya sudah duduk manis di bangkunya. Namun dia kini malah berlarian berusaha menyelamatkan diri dari para preman bengis itu. Jae In kehabisan akal. Dia akhirnya berbelok ke lorong sepi, berharap para preman itu kehilangan jejak dirinya. Baru saja Jae In akan berbelok, seseorang menarik lengannya hingga mendorong sekaligus mengunci dirinya di tembok. Lelaki asing, yang tampak mengenakan masker dan topi yang mencurigakan.

"Siapa kau?" akhirnya Jae In berhasil mengeluarkan suara di tengah ketakutannya. Bukannya menjawab, lelaki itu malah semakin mendesak tubuh Jae In. "Hei, aku bertanya padamu! Apa kau salah satu utusan mereka, hah?"

"Berisik sekali." dumal lelaki itu sembari menatap Jae In dengan matanya dengan sinis. "Kalau kau ingin selamat, maka kau harus diam."

"Apa?" sahut Jae In kesal. "Jangan remehkan aku meski aku masih SMA, tahu!"

Lelaki itu mengacuhkan Jae In. Dia malah terlihat waspada dengan terus mengintip ke arah belakang tembok di belakang Jae In. Gadis itu semakin kesal dibuatnya.

"Hei, sekarang kau berani mengacuhkanku, hah? Asal kau tahu-"

Belum sempat Jae In menyelesaikan kalimatnya, lelaki itu keburu melepaskan masker dan topinya, menampakkan wajah aslinya yang ternyata cukup tampan. Baru saja Jae In ingin berdecak kagum, lelaki itu memegang leher belakang Jae In dan mendekatkan wajahnya. Jae In diam tak berkutik, terbius ketampanan lelaki di hadapannya. Hanya dalam waktu beberapa detik bibir lelaki itu telah menyatu dengan bibir Jae In, melumatnya dalam-dalam, menyesap tiap rasa manis yang tertinggal di bibir gadis itu.

Jae In membeku. Dalam benaknya ia berusaha melawan. Dalam pikirannya ia berusaha memberontak. Namun nyatanya gadis itu hanya mematung di tempat, menikmati lumatan lelaki itu tanpa membalas.

Tak lama sejak mereka berciuman, para preman itu menemukan mereka tengah bercengkrama mesra layaknya sepasang kekasih. Entah memang tidak mengenali Jae In atau bagaimana, para preman itu justru melengos, mengabaikan mereka seolah mereka hanyalah sepasang kekasih normal yang sedang bermesraan di tempat sepi.

Saat para preman itu sudah menghilang di balik tembok, lelaki itu melepas ciumannya. Saat itu juga Jae In merasa pandangannya berkunang-kunang dan perlahan memudar. Kepalanya tiba-tiba pening dengan teramat, membuat gadis itu mau tak mau bersandar di dada lelaki tadi.

"Kau tidak apa?" tanya lelaki tadi sedikit panik yang sudah tidak didengar lagi oleh Jae In.

First Snow & First KissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang