CHAPTER 9

294 36 7
                                    

Jae In menatap sekitarnya dengan kebingungan. Semuanya terlihat amat gelap. Terlebih lagi gadis itu terkaget dengan pakaiannya yang mendadak berubah menjadi ala putri dongeng. Dimana ini? Kenapa aku pakai baju seperti ini? Gadis itu semakin kebingungan.

"Apa ada orang di sana?" teriak Jae In. Usahanya untuk menemukan seseorang pun nihil. "Seseorang, tolong jawab aku!"

Begitu teriakan terakhirnya selesai, sebuah cahaya muncul dari arah barat. Gadis itu sumringah. Dengan senyum lebar ia berharap bahwa ada seseorang yang datang menolongnya lalu membawanya pergi dari tempat gelap itu.

"Wahai tuan putri, aku akan senantiasa berada di sisi tuan putri."

Hah? Jae In menganga. Ia menatap sosok di depannya dari atas ke bawah. Sedang apa dia di sini?

"Kim Myungsoo?" gumam Jae In tanpa sadar.

"Apa maksud tuan putri? Aku adalah Pangeran L dari kerajaan Myung-dong." jawabnya penuh kebijaksanaan.

Jae In menatapnya aneh. Suasana absurd apa ini? Apa ini sebuah mimpi? Tapi ini rasanya terlalu konyol untuk ukuran sebuah mimpi.

"Tuan putri." panggil lelaki yang mengaku Pangeran L tersebut. Ia melangkah mendekati Jae In. "Mulai saat ini aku akan memotret segala kenanganku bersama tuan putri. Maukah kau menikah denganku?"

Jae In gelagapan. Demi bokser dewa neptunus, ini kelewat absurd! Entah apa yang ada di pikiran Jae In namun lelaki itu semakin mendekat, kian mendekat, dan byur! Jae In merasakan siraman air dingin di wajahnya.

"Dingin!" seru Jae In gelagapan. Sontak, gadis itu membuka matanya. "Lho? Kok...?"

"Kau mengigau." ucap Myungsoo acuh. "Bisa-bisanya kau tertidur saat kita belajar. Kau mengabaikanku selama kurang lebih satu jam, tahu!"

Jae In menatap Myungsoo heran. Dimana segala jubah yang dikenakannya tadi? Ah, tunggu. Baju Jae In juga sudah kembali seperti sebelumnya. Syukurlah ternyata cuma mimpi.

"Hei. Kau mendengarkanku tidak?" protes Myungsoo yang merasa diabaikan.

"Oh? Ya. Aku mendengarkanmu." ucap Jae In pelan sambil memegangi kepalanya yang terasa sedikit berdenyut.

"Kau kenapa? Sakit?" tanya Myungsoo sedikit khawatir.

Jae In mengangguk pelan. "Ya. Aku baik-baik saja."

"Sungguh? Wajahmu terlihat sangat pucat."

Jae In mencoba berdiri, meski sedikit oleng dari posisinya. Myungsoo memapah tubuh Jae In yang nyaris kehilangan keseimbangan. Mata mereka bertemu, memaksa mereka untuk saling bertatap muka beberapa saat.

Tiba-tiba Jae In menyunggingkan senyumnya. "Aku juga mencintaimu, pangeran."

Tubuh Jae In tiba-tiba roboh, mengagetkan Myungsoo dan juga beberapa orang di sekitar mereka. Beruntung, Myungsoo sedaritadi sudah memapah tubuh Jae In sehingga saat gadis itu pingsan, lengan Myungsoo yang kuat sudah siap menahannya.

"Aish. Dia bahkan mengigau sebelum pingsan." dumal Myungsoo kesal. "Baik-baik saja apanya? Dia bahkan sampai pingsan seperti ini."

Myungsoo mengambil tas punggung yang ia bawa dan menaruhnya di depan tubuhnya. Sementara punggungnya digunakan untung menggendong tubuh Jae In yang terkulai lemas. Sambil tersenyum tipis, lelaki itu membatin, Andai saja aku bisa menggendongnya terus seperti ini.

***

"Ini hasil check up-nya, nona." seorang suster menyodorkan sebuah amplop berwarna krem kepada seorang wanita muda.

First Snow & First KissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang