CHAPTER 3

604 209 113
                                    

Bel tanda istirahat sudah berbunyi sejak dua puluh menit yang lalu. Meski begitu, keadaan kantin saat ini jauh dari yang namanya sepi. Entah kenapa tiba-tiba kantin itu disesaki oleh murid-murid di sana. Padahal biasanya, siapa pun yang melangkahkan kaki masuk ke kantin akan merasa bahwa dirinya sedang bermain di film sadako, lantaran beredarnya rumor hantu gentayangan yang katanya berpusat di kantin sekolah.

Tapi kini, seolah tak ada rumor apapun.

Jae In kembali menghela nafasnya. Makanan yang ada di depannya tidak ia sentuh sama sekali setelah duduk di sana, sekitar lima belas menit yang lalu. Ia merasa di kepalanya seperti berputar-putar, membuat asam lambungnya naik dan rasanya ia ingin muntah saat ini juga. Jae In mencibir Myungsoo habis-habisan. Ia tak tahu lagi bagaimana nasibnya nanti. Apakah ia akan selamat dan bisa kembali bertemu dengan Hongbin atau tidak.

Ya, sudah menjadi rahasia umum jika Jae In suka dengan Hongbin. Sudah hampir tiga tahun ia menyukai lelaki yang berotak jenius dan punya senyum malaikat itu.

Waktu itu, Jae In dan Hongbin masih sama-sama anak baru dan sekelompok dalam masa orientasi sekolah. Jae In lemah dalam olahraga dan ia pingsan bahkan saat ia belum menyelesaikan putarannya yang ketiga. Saat itu Jae In benar-benar lemah dan sekarat. Tapi beruntung Hongbin segera berlari ke arah Jae In dan membawanya ke rumah sakit. Sejak itu lah gadis yang pintar tapi ceroboh ini menyukai Hongbin secara diam-diam.

Tapi tentunya ia tak tahu bahwa ternyata Hongbin memiliki perasaan yang sama dengannya.

“Jae In-a” panggil Eun Jung sambil menyenggol bahunya.

Jae In masih tetap bergeming di tempat.

“Yoon Jae In!” sentak Eun Jung lebih keras.

“Y-ya?” sahut Jae In linglung.

Eun Jung menghela nafas, berusaha untuk tidak menjambak rambut gadis di depannya itu.

“Kau kenapa? Makananmu akan dingin jika tidak kau makan. Kau sadar bukan kau tidak menyentuh sama sekali sejak kita di sini?”

“Ah.. itu…” Jae In berusaha mencari alasan karena tidak ingin temannya itu tahu kalau dia sedang melamun-tentang Hongbin. “Tiba-tiba nafsu makanku hilang.”

“Kau ini bodoh, ya?” sambar So Eun kesal. “Kami takkan tertipu. Jelas-jelas kau tadi sangat bersemangat ingin makan kimbab di sini.”

Jae In membisu. Ia benar-benar mati kutu untuk pertanyaan yang satu ini.

So Eun menatap Jae In tajam, seolah-olah ia sedang menerawang temannya itu. “Kau tidak sedang memikirkan Hongbin, kan?”

BINGO! Tepat sasaran.

Jae In segera mendongak, matanya membulat tidak percaya bahwa So Eun berhasil memasuki pikirannya. Ternyata rumor akan Park So Eun yang bisa membaca isi hati seseorang dalam tiga detik itu nyata.

“Aku.. tidak…”

“Sudahlah.” potong So Eun cepat, membuat rona pipi Jae In semakin jelas. “Semua orang tau kau menyukainya. Dia ada di sana.”

So Eun menggidikkan kepalanya ke arah dua pemuda yang sedang asik makan siang dengan tawa itu.

Mereka tak lain adalah Lee Hongbin dan Han Sang Hyuk, salah satu primadona sekolah Jae In. Mereka bagai jelmaan Dewa Yunani yang sungguh mempesona.

Lee Hongbin, pemilik juara umum nomor satu di sekolahnya, dan saingan terberatnya adalah Yoon Jae In. Meski ia mendapat gelar sebagai 'siswa terbaik' tahun lalu, ia tak pernah sombong. Ia murah senyum, ramah, dan ringan tangan. Belum lagi lesung pipinya yang membuat para wanita bertekuk lutut padanya. Tak heran bila semua penghuni sekolah ini menyukainya.

First Snow & First KissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang