Sinar matahari yang menyembul diantara jendela kamar Jae In mengusik tidur lelap gadis itu. Pintu kamar Jae In dibuka tiba-tiba dan menimbulkan suara keras, cukup membuat Jae In terbangun dari tidurnya. Di ambang pintu tampak seorang wanita berkepala empat tengah berkacak pinggang sambil menggeleng-gelengkan kepalanya heran melihat kelakuan anak gadisnya itu.
"YOON JAE IN!" pekik wanita itu sambil melangkah lebar-lebar ke arah kasur Jae In dan menyibak selimut yang membalut sebagian tubuh Jae In. "Cepat bangun dan bereskan kamarmu! Ya ampun... orang-orang pasti mengira kamarmu ini adalah medan perang dunia ketiga."
"Ibu, ayolah. Ini masih pukul sembilan pagi. Berhentilah berteriak. Ibu akan membangunkan tetangga." katanya sambil menarik kembali selimut yang sempat ditarik oleh ibunya.
Wanita yang dipanggil ibu itu menghela napasnya. "Manusia mana yang masih tertidur lelap di atas kasurnya sekarang?" tanya ibunya yang entah mengapa membuat Jae In malah mengacungkan tangannya. "Ah, ibu lupa kalau kau itu juga manusia." ucap ibunya setengah berbisik. "Sudahlah. Cepat bangun dan mandi. Guru privatmu sedang dalam perjalanan."
Tiba-tiba Jae In terduduk di kasurnya. Ia mengernyitkan dahinya dalam-dalam. "Ada apa dengan guru privat?"
"Apa maksudmu? Kau akan les privat mulai hari ini."
Jae In menatap ibunya bingung. "Tapi, ini, kan hari minggu? Dan aku juga sudah mendapat les tambahan di sekolah. Lagipula aku selalu mendapat juara umum. Lantas kenapa aku membutuhkan les privat?"
"Yoon Jae In." panggil ibunya lambat-lambat. "Kau pikir hanya dengan yang kau sebutkan tadi dapat menembus Seoul National University? Kau harus masuk kedokteran atau setidaknya menjadi pengusaha, Jae In. Contohlah sepupumu. Dia sekarang sudah menjadi CEO sebuah perusahaan terkenal karena pendidikannya yang tinggi. Apa kau tidak mau menjadi sepertinya?"Jae In memutar bola matanya malas. Mulai lagi, batin Jae In. "Tapi, bu...."
"Tidak ada kata tapi dan cepat mandi. Ibu akan menunggu di bawah."
"Ah, dasar maniak." desis Jae In lalu menendang selimutnya kesal.
***
"Apa?! Dia guru privatku? DIA?!"
Jeritan nyaring Jae In memenuhi ruangan. Gadis itu sekarang tengah menganga lebar sembari mengacungkan jari telunjuknya, menunjuk lelaki yang mengenakan mantel biru tua di hadapannya dengan tatapan tidak percaya. Dia beralih menatap ibunya, berusaha meminta penjelasan darinya.
Ibu Jae In menggaruk tengkuknya, merasa bingung mengapa anak sulungnya menanyakan hal yang sudah pasti. "Kau sudah tahu itu, kenapa masih bertanya?"
Jae In menepuk jidatnya frustasi. Lalu menghela napas putus asa. Mampus sudah aku, desah Jae In dalam hati. "Yang benar saja!" dumal Jae In sambil menghentak-hentakkan kakinya penuh kekesalan. Jae In melempar tatapan nyalang pada lelaki di hadapannya sambil berkata, "Ibu bercanda? Mana mungkin orang sepertinya menjadi guru privatku setelah apa yang dia lakukan padaku!"
Satu-satunya alasan mengapa Jae In bersikeras menolak guru privatnya ini adalah; lelaki itu adalah lelaki yang telah menyelamatkan-ah, bukan. Lebih tepatnya lelaki yang telah merebut ciuman pertamanya seminggu yang lalu dan membuatnya pingsan.
Sebenarnya Jae In hanya shock atas kejadian seminggu yang lalu. Jadi setelah Jae In pingsan, lelaki itu segera membawa Jae In ke rumah sakit terdelat dan menghubungi ibu Jae In melalui ponsel gadis itu. Karena merasa bersalah pada Jae In, lelaki itu akhirnya menawarkan untuk menjadi guru privat Jae In sampai Jae In lulus setelah ibu Jae In menceritakan tentang Jae In. Dan berakhirlah mereka di sini, di ruang tamu dengan suasana tidak mengenakkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
First Snow & First Kiss
FanfictionCover by: ARTlantis_Girl Pernah diselamatkan oleh seseorang dengan sebuah CIUMAN? Lalu bagaimana perasaanmu? Yoon Jae In. Gadis SMA tingkat akhir yang tiba-tiba ditolong oleh seorang lelaki misterius bernama Park Dong Joon dengan sebuah CIUMAN. Diul...