CHAPTER 5

435 140 56
                                    

KLING!

Suara lonceng yang menandakan seseorang memasuki kedai junkfood berpintu kaca tembus pandang itu berbunyi. Seorang lelaki berperawakan tinggi dan berkumis tipis melangkah masuk. Matanya yang setajam elang yang sedang mengintai mangsanya menyapu ruangan. Rambutnya sedikit acak-acakkan dengan mantel yang dikenakannya. Kakinya yang berbalut sepatu sneakers yang terlihat mahal itu menuju ke arah kasir untuk memesan sesuatu.

"Hamburger-nya satu." ucap lelaki tak dikenal itu yang disambut anggukan pramusaji.

Lelaki itu melirik arlojinya yang menandakan pukul 09.10 KST, yang berarti kedai ini sudah buka sejak sepuluh menit yang lalu. Diedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Kedai ini tak banyak yang berubah selama dirinya pergi. Hanya beberapa bangku yang sepertinya terlihat agak lebih usang sejak terakhir ia menginjakkan kaki di situ.

Kedai itu memiliki gaya barat klasik yang membuatnya tampak unik. Bangku serta meja di kedai itu dicat warna coklat gelap dan di dinding-dinding terdapat banyak lukisan serta hiasan yang memanjakan pengunjung. Satu-satunya penerangan di kedai sederhana itu adalah lampu yang tergantung di tengah ruangan. Tak sampai disitu, beberapa pramusaji mengenakan kostum yang menarik, seperti kostum tuan putri dan pangeran, pakaian tradisional Korea atau bahkan kostum serial Detective Conan. Selain suasana yang memanjakan pengunjung, kedai ini juga memiliki cita rasa yang khas dan sangat lezat. Tak heran bila baru sepuluh menit kedai itu buka, pelanggannya sudah siap mengantri dengan sabarnya.

"Ini pesanan anda."

Lelaki yang tadi sibuk mengamati detil kedai itu menoleh. Dilempar senyum olehnya yang membuat pramusaji itu membalasnya dengan senang hati. Kakinya kembali melangkah ke pintu ber-lonceng itu, melangkah keluar menuju jalanan yang beraspal. Baru saja dirinya ingin memanggil taksi, ponselnya berbunyi. Dirogohnya saku mantelnya untuk mengangkat telepon.

Seonsaeng is calling.

Ditekannya tombol hijau lalu menempelkannya di telinga.

"Yeobbosseo?" ucap lelaki itu, sebelah tangannya sibuk mengayun-ayun untuk memanggil taksi.

"Yo! Bagaiman kabarmu? Apa kau baik-baik saja?"

Suara bariton itu tak membalas sapaan lelaki itu melainkan hanya menanyakan kabar layaknya sekadar basa-basi.

"Aku baik-baik saja, hyeong. Bagaimana denganmu?" jawab lelaki itu sembari masuk ke taksi yang sudah berhenti di depannya.

"Aku juga baik-baik saja." balas lawan bicara lelaki itu. "Oh bagaimana dengan dia? Apa dia menjalankan tugasnya?"

"Tentu saja." lelaki itu tersenyum penuh arti. "Dia bahkan menjadi guru privat-nya. Menarik, bukan?"

Tawa di seberang menggema lewat ponsel lelaki itu.

"Ah itu menarik sekali. Jae Won pasti tidak tahu tentang itu."

"Tentu saja dia tidak tahu." lelaki itu tersenyum iblis. "Ayo kita jadikan dia umpan untuk membuat Jae Won keluar dari balik layar."

"Kau benar. Dia tidak mungkin bisa bertahan di bangku penonton selamanya."

♚♚♚

Cahaya kamera menyilaukan studio yang cukup lebar itu. Model-model berlegak-legok memenuhi pandangan. Seorang wanita dengan pakaian minim berlegak-legok di depan kamera dengan gaya yang sangat seksi.

"Bagus! Pose selanjutnya!"

Lelaki itu, Kim Myungsoo bersuara memberi aba-aba. Seorang lelaki bereperawakan jangkung dengan tubuh ideal bergabung dengan wanita tadi, menciptakan atmosfer yang berbeda di ruangan itu. Baik staf maupun model lainnya sibuk memperhatikan mereka. Sudah jadi rahasia umum di studio ini bila mereka adalah model paling profesional, ditambah Myungsoo sang fotografer berpengalaman, maka atmosfer mereka bisa mengalahkan siapa pun yang ada di ruangan itu.

First Snow & First KissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang