"Lisa, jangan panik," di ujung telepon suara Nia sedang berusaha menenangkanku. Setibaku di rumah tanpa pikir Panjang aku langsung menghubungi Nia dan menceritakan tentang pertemuanku dengan Deffa dan Oliver. Dan hanya sepenggal kalimat 'jangan panik' dari Nia yang sama sekali tidak memberikan efek ketenangan untukku.
"Apa yang harus kulakukan Nia?"
"Apa yang ingin kau lakukan?"
aku menghela napas Panjang, "Meninggalkan kota ini, mungkin," ucapku,
"LAGIIII!", nada Nia menjadi agak tinggi , "Mau sampai kapan kau lari seperti ini? Sekarang kau memiliki Viola, Lisa," seru Nia tidak percaya dengan pola pikir sahabatnya.
aku tahu apa yang diucapkan Nia memang sepenuhnya benar, aku merasa seperti seorang pengecut saat ini.
"Kau dimana sekarang?" tanya Nia membuyarkan lamunanku,
"Di tempat yang aman, Nia,"
"Apa aku tidak boleh tau dimana tempat aman itu berada, Lisa?" tanya Nia.
Ya Tuhan, sejak kapan aku menjadi paranoid seperti ini, bahkan aku tidak ingin memberitahu keberadaanku kepada Nia, sahabatku sendiri.
"Aku dirumahku Nia, kesini lah. kurasa Vio juga ingin bertemu denganmu," ucapku yang segera memutuskan pembicaraan kami berdua.
Selama 5 tahun aku berhasil menyembunyikan keberadaanku, bahkan pada saat aku resign pun aku tidak pernah memberikan penjelasan detail terkait apa dan bagaimana aku akan melanjutkan karirku. Hanya kepada Nia aku bisa menceritakan semuanya, semua masa-masa kelam yang kualami, semua hal buruk bahkan bodohpun kuceritakan padanya. aku mempercainya. Tapi kenapa hanya dalam sehari, pertahanan yang kulakukan selama bertahun-tahun akhirnya runtuh juga. Aku tidak dapat bersembunyi lagi, pria itu sudah melihat Viola dan pasti dia juga akan melihat persamaan yang ada pada Viola dan dirinya. Ya Tuhan, kejutan apa lagi ini? apa ini yang dinamakan 'sepandai-pandainya tupai melompat akan jatuh juga'?, batinku.
**
"Jadi apa yang akan kau lakukan, Lisa?" tanya Nia.
Kedatangan Nia setidaknya bisa memberikan hiburan tersendiri bagiku, dia memang bisa membangkitkan mood dengan tingkahnya yang terlalu ramai. Bahkan kedua orangtuanya pun sampai harus geleng-geleng kepala melihat tingkah anak sulungnya itu.
"Apa maksudmu yang harus kulakukan?" tanyaku bingung,
Dengan gemas, Nia menghela nafas panjang. "Apa kau pernah memberitahu Viola soal Oliv--"
"Jangan pernah menyebut nama itu disini, Nia," ucapku memotong dengan cepat perkataan Nia. Memikirkan Pria itu apalagi membahas pria kepada Viola sama saja membuatku harus membongkar segala muatan yang ada di masa laluku dan aku sama sekali tidak ingin itu terjadi.
"dan jawabannya tidak pernah," kataku, "aku tidak akan pernah membahas pria itu kepada anakku," tegasku sekali lagi,
AKu tidak tahu ada apa, tapi hari ini Nia tetap kekeuh untuk membuatku memberitahu Viola soal siapa ayahnya.
"Tidak akan pernah Nia. Apa kau lupa dengan apa yang pernah kuceritakan padamu 5 tahun lalu, bagaimana pria itu sama sekali meragukan bahwa anak yang kukandung adalah anaknya?" tanyaku, "apa kau tahu bagaimana sakitnya disaat satu-satunya pria yang kau harapkan malah harus mencampakkanmu begitu saja?" lanjutku mulai tersulut emosi,
"Lisa, perasaan ini hanya akan menghantuimu terus menerus dan kau pun tahu itu," nada Nia terdengar sedih,
"A-aku tidak bisa Nia. Hal ini akan member-"
KAMU SEDANG MEMBACA
Comes After You
RomancePria itu tiba-tiba muncul dihadapanku. Kerja di perusahaan yang sama denganku. Dan membawa kenangan dari masa lalu yang sudah terlupakan selama 10 tahun. Sanggupkah aku menghadapinya? Menghadapi perasaan aneh yang sekali lagi menggelitik perasaanku...