Nia duduk terdiam sembari memperhatikan Oliver bermain bersama Viola, sedangkan Lisa hanya duduk membisu di sebelahnya.
"Apa yang akan kau lakukan sekarang?" tanya Nia tanpa menoleh kearah sahabatnya, entah ini yang sudah keberapa kalinya dirinya memberikan pertanyaan yang sama selama bertahun-tahun pada sahabatnya ini.
Lisa sendiri terdiam, bingung harus menjawab apa dengan pertanyaan Nia. Dirinya pun tahu bahwa tidak mungkin bisa dia menyembunyikan status Oliver pada anaknya--anak mereka-- tetapi mengingat keraguan Oliver beberapa tahun lalu masih cukup memberikan bekas di hatinya. Bagi Lisa tidak sepantasnya Oliver mempertanyakan status anaknya pada dirinya, padahal dengan jelas Oliver pun tahu bahwa yang dia kandung adalah anaknya. Lisa hanya berusaha untuk mengabaikan pertanyaan Oliver tentang siapa Wella dan Bram pada masa itu, dirinya berusaha menghindari mereka semua.
"Lis...Lisa? Back to earth Lisa, helloo~" seru Nia sembari menjentikkan jarinya di depan wajah Lisa.
"Entahlah," ucap Lisa, "Aku hanya takut semua masa lalu itu kembali menyeruak, Nia. AKu tidak menginginkan hal itu terjadi. Kau juga tahu bagaimana susahnya aku mengubur dalam-dalam semua kenangan buruk itu," jelasnya panjang lebar.
Ada saat dimana Nia sangat memahami rasa takut berlebihan yang dirasakan oleh Lisa bahkan sampai membuat Lisa harus serba hati-hati dalam melangkahkan kakinya ataupun dalam mengambil keputusan apa yang harus dilakukannya. Bahkan terkadang Nia sering membandingkan dirinya dengan sahabatnya itu, dikiranya hiduplah yang paling menyedihkan karena harus mengurusi betapa cerewetnya kedua orangtua yang hampir 24 jam terus menanyakan 'apa kau sudah memiliki pacar, Nia?' atau 'apa hari ini kau akan melakukan kencan buta lagi?', tetapi ternyata sahabatnya sendiri memiliki kehidupan yang jauh lebih memusingkan dari dirinya. Rumit!
"Cobalah untuk mendengarkan penjelasan darinya," kata Nia mencoba memberikan pemahaman pada Lisa sambil memperhatikan betapa bahagianya Oliver bermain dengan Viola.
Lisa hanya menggeleng pelan, "sekarang bukan waktu yang tepat," jelas Lisa,
Nia memutar kedua bola matanya, Ya Tuhan, apalagi yang membuat semua ini semakin rumit?, batinnya kesal, Nia bahkan merasa gemas dengan pola pikir Lisa saat ini,
"Apa lagi yang kau tunggu Lisa? Lihat betapa bahagianya Viola dapat bertemu dengan ayahnya. Apa kau ingin membuat anak sekecil itu kecewa kalau ternyata ibunya sendiri belum bisa lepas dari masa lalunya?"
Lisa memutar badannya menghadap sahabatnya, dirinya tahu betapa pengecutnya dirinya sekarang, tapi dia belum dapat menerima resiko apa yang akan dihadapinya nanti, apalagi saat ini dirinya memiliki Viola untuk dilindungi. Kehidupannya akan tetap sama saja selama Wella dan Bram masih berkeliaran diluar sana. dirinya masih belum merasa aman, batin Lisa.
"Tolonglah Nia, hal terakhir yang kuinginkan darimu adalah memberikanku ceramah, aku pun cukup menyadari betapa pengecutnya aku beberapa tahun ini," terang Lisa, "Kau pun tahu alasanku dibalik semua ini, aku masih bisa merasakan ketakutan itu, Nia"
Nia menghela napas panjang, dirinya tahu bahwa tidak ada gunanya juga dia berusaha menyakinkan Lisa. Dia tahu bahwa masalah Lisa bukanlah masalah mudah yang hanya tinggal menjentikkan jarinya lalu masalah akan selesai, tidak. Masalah ini terlalu rumit dan karena dirinya sudah terlanjur mengetahui rahasia terdalam dari sahabatnya itu, dia berharap untuk tidak terlibat dalam emosi yang berlarut-larut ini. Kehidupanku sebagai seorang jomblo sudah cukup berat, aku tidak ingin menambahkan beban lagi pada emosiku, batin Nia.
"Baiklah, aku tahu bahwa percuma juga aku memaksamu untuk membuka lembaran baru," ucap Nia sambil menggeser kursinya lalu bangkit berdiri dan sebelum dirinya menghampiri Viola yang sedang asik bermain, Nia menggenggam tangan Lisa dengan erat, "Aku menyayangimu, Lis. Jangan pernah meragukan itu, seorang sahabat tidak akan pernah meninggalkan sahabatnya merana sendirian," jelasnya sembari melepas genggamannya tanpa mendengarkan jawaban Lisa lalu berjalan menghampiri Viola.
Lisa hanya terdiam dari tempatnya duduk, dirinya memang harus mencoba untuk melawan semua rasa takut ini.
***
Tidak ada kata yang bisa mengungkapkan betapa campur aduknya perasaannya saat ini. Oliver tidak menyangka bahwa dirinya akan bertemu dengan Lisa di supermarket siang tadi. Dirinya hanya menemani Deffa yang memintanya untuk menemaninya ke supermarket dekat apartemennya. Sesaat setelah Lisa berusaha kabur dengan anak perempuan dalam gendongannya, Oliver langsung meminta penjelasan pada saudaranya itu, tetapi nihil karena Deffa sendiripun sama kagetnya dengan dirinya.
5 tahun wanita itu pergi tanpa meninggalkan informasi apapun, tiba-tiba saja Lisa menghilang dari rumah sakit, meninggalkan rumahnya tanpa memberikan informasi kepada Berinda ataupun Bella, memutuskan resign dari perusahaan tempatnya bekerja, lalu menjual rumahnya. sempat dirinya berusaha menanyakan kabar Lisa pada Nia, berharap Nia mengetahui keberadaan Lisa dan tetap saja Nia juga tidak bisa memberikannya informasinya, karena Lisa kembali menghilang untuk kedua kalinya. Dan saat itu dirinya pun merasa gagal dalam melindungi wanita yang dicintainya.
Kali ini wanita itu sedang duduk di hadapannya, Lisa mengajaknya untuk berbicara empat mata di sebuah Kedai Kopi yang terletak di Area Lobby Apartemen tempatnya tinggal.
"Aku bahkan tidak tahu kalau kau tinggal di gedung yang sama dengan Deffa," ujar Oliver membuka percakapan diantara mereka.
Lisa sendiripun terkejut dengan informasi yang baru saja di dengarnya, "Deffa tinggal disini?" tanyanya dengan ekspresi bingung,
Oliver mengangguk pelan, "Dia tinggal di Penthouse-nya,"
Lisa tertawa pendek, "Betapa bodohnya aku meragukan Keluarga Winanta, gedung pun bisa mereka beli," sindir Lisa dengan nada pelan tetapi cukup keras untuk di dengar Oliver.
"Bagaimana kabarmu? Apa yang kau lakukan selama 5 tahun ini? Kenapa Deffa tidak pernah melihatmu padahal kalian tinggal di gedung yang sama," ucapnya sedikit frustasi
"Aku cukup bersyukur karena selama ini aku tidak pernah bertemu dengannya," jelas Lisa pendek.
Mereka berdua kembali terdiam, Lisa masih sibuk dengan pergulatan emosinya sedangkan Oliver mencoba memilih untuk duduk diam sambil memandangi wanita di hadapannya.
"Kita harus segera menikah," penjelasan Oliver cukup membuat wanita di hadapannya mematung,
"APA!!!!!" sergah Lisa, "tidak..tidak Olly, aku tidak mau menik-"
"aku sudah memutuskannya, aku tidak ingin anakku hidup dalam keluarga yang tidak utuh. Aku ingin Viola mengenalku sebagai ayahnya," jelas Oliver yang segera menghentikan penolakan Lisa,
Wanita dihadapannya memasang senyum getir, "Jadi sekarang kau mengakui bahwa Viola adalah anakmu? Betapa ironisnya hidup ini Olly, padahal saat kau mengetahui aku mengandung Viola, saat itu kau tanpa berusaha mempertimbangkan perasaanku langsung mengungkapkan rasa ragu dengan anak dalam kandunganku dulu. Kenapa sekarang kau tiba-tiba ingin mengakui kalau Viola adalah anakmu?"
Oliver terdiam. Dirinya tahu betapa bodohnya dia yang dulu, hingga akhirnya membuat wanita yang dicintainya lepas dari dekapannya.
"Maafkan aku," ucap Oliver,
"Aku sama sekali tidak ingin menikah denganmu, Oliver," tegas Lisa, "Selama 5 tahun aku bisa membesarkan anakku seorang diri tanpa seorang pria dalam hidupku dan itu akan terus bertahan sampai selamanya," jelas Lisa,
Lisa tahu betapa rindunya dia pada sosok pria di hadapannya itu, tapi rasa gengsi dalam dirinya jauh lebih tinggi ketika otaknya kembali memutar kenangan menyakitkan 5 tahun yang lalu.
"Kau sudah melihat Viola hari ini, kuharap kedepannya kau tidak bertemu dengan kami lagi," Ujar Lisa sembari berdiri dari kursinya tetapi tertahan karena Oliver langsung menarik tangannya.
"Kau tahu aku tidak menerima penolakan untuk kesekian kalinya darimu kan, Lisa? Aku akan mengurus pernikahan kita secepatnya," jelas Oliver.
Tanpa mengucapkan apa-apa lagi, Lisa segera melepaskan tangannya dari genggaman Oliver dan segera melangkah keluar dari kedua.
Tanpa di ketahuinya, ada sesosok mata yang sedang mengawasinya sedari tadi. Sosok yang hanya bisa menyeringai dengan menjijikkan dan segera mengikuti sosok Lisa dari jauh tanpa diketahui oleh siapapun.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Comes After You
RomancePria itu tiba-tiba muncul dihadapanku. Kerja di perusahaan yang sama denganku. Dan membawa kenangan dari masa lalu yang sudah terlupakan selama 10 tahun. Sanggupkah aku menghadapinya? Menghadapi perasaan aneh yang sekali lagi menggelitik perasaanku...