Oliver POVDentuman musik berlalu begitu saja, sesuatu yang sama sekali tidak membuat Oliver tertarik untuk mengikuti setiap iramanya. Fokusnya hanya pada segelas cairan bening di hadapannya, satu-satunya penghilang stress yang tepat untuk semua masalahnya.
Lisa Rahmandantyo.
Satu nama yang cukup membuat dunianya terasa jungkir balik sejak mengenalnya. Dunianya yang tenang berubah menjadi kacau ketika dirinya lebih memilih untuk duduk diam membaca buku tetapi gadis itu selalu merecokinya dengan tingkahnya yang petakilan. Disaat dirinya ingin mengerjakan PR yang diberikan oleh Ibu Tia--Guru Matematika terkiller yang ada disekolahnya-- Lisa selalu mengajaknya untuk memanjat pohon mangga di tetangga sebelah rumahnya. Oliver yang tenang dan disiplin menjadi tangan kanan seorang gadis kecil dengan tingkahnya yang petakilan.
"Aarrgghh!!!" geramnya kesal seraya mengacak rambutnya yang mulai terlihat panjang. Lisa benar-benar membuatnya terlihat kacau dan juga bodoh.
Menghabiskan satu malam bersama wanita itu cukup membuat semua harapan yang sebelumnya sirna menjadi muncul kembali. Harapan bahwa Lisa juga masih memiliki perasaan yang sama dengannya meskipun saat itu bukan kata cinta yang keluar dari bibir mungilnya melainkan hanya kalimat bahwa dia ingin bersamanya, cukup membuatnya serasa sedang berada di langit ketujuh-- Menyenangkan!
Tetapi harapan itu kembali redup saat dirinya yang tanpa sengaja mengangkat telepon dari ponsel yang aku kira adalah milikku ternyata milik Lisa. Bram. Satu nama yang terus mengusiknya sampai saat ini, satu nama yang membuat ribuan asumsi berkeliaran dengan liarnya dipikirannya, satu nama yang menjadi pengacau dalam hubungannya dengan satu-satunya wanita yang katanya sedang mengandung anaknya.
Disaat rasa bahagia akan kehamilan Lisa, keraguan pun ikut menyeruak muncul kepermukaan. Pertanyaan akan siapa Ayah dari bayi yang dikandung Lisa pun hampir membuatnya gila. Hal yang membuat dirinya menghindari Lisa setelah mereka menghabiskan satu malam penuh gairah bersama.
"Anakku?" ucapnya gamang, seakan-akan kalimat itu terasa sangat berat hingga membuat lidahnya sendiri enggan untuk mengucapkan, ada rasa ragu akan semua kejadian ini. Kami melakukannya hanya sekali-- SEKALI! dan kejadian itu langsung menampakkan hasilnya beberapa bulan setelahnya. Jika saja tanpa bantuan Deffa, Oliver mungkin tidak akan mengerti tentang kehamilan Lisa. Disaat dirinya ingin meminta penjelasan pada Lisa, untuk kedua kalinya wanita itu meninggalkannya.
Tiba-tiba saja dia menghilang dari rumah sakit, berhenti dari pekerjaannya dan bahkan menjual rumah yang baru saja telah dilunasinya. Bingung? tentu saja! Oliver bahkan tidak tahu bagaimana keadaannya, dimana dia tinggal--bahkan Nia pun tidak mengetahui dimana keberadaan Lisa saat itu.
Seharusnya aku tidak mendengarkan perkataan Deffa sialan itu, sesalnya. Rasa penyesalan membuatnya menghabiskan sisa alkohol dalam gelasnya dengan sekali tegukan.
"Sampai kapan kau akan seperti ini?" pertanyaan itu sukses membuat dirinya menoleh, mendapati Trina, wanita berdarah Indo, sedang duduk disebelahnya sambil memegang sebotol bir ditangannya.
"Apa yang kau lakukan disini?" tanya Oliver.
terdengar tawa mengejek dari Trina, "Kau terlihat menyedihkan!" sindir Trina.
"Bukan urusanmu, pergilah Trina," kataku cuek.
"Masih ada informasi yang harus kubicarakan denganmu," ujar Trina sambil menyerahkan beberapa lembar foto di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Comes After You
عاطفيةPria itu tiba-tiba muncul dihadapanku. Kerja di perusahaan yang sama denganku. Dan membawa kenangan dari masa lalu yang sudah terlupakan selama 10 tahun. Sanggupkah aku menghadapinya? Menghadapi perasaan aneh yang sekali lagi menggelitik perasaanku...