2

5.5K 172 0
                                    

Sepanjang hari ini, aku merasa bahwa fokusku bukan ke pekerjaanku melainkan pada fakta bahwa aku dan Oliver berada dalam gedung yang sama. Yang berarti memberikan kemungkinan kalau akan ada perjumpaan kedua, ketiga atau mungkin yang lainnya antara kami berdua.

Tanpa sadar aku menghela napas panjang, "Kau kenapa?" tanya Nia, salah satu staff marketing yang bekerja di bawah instruksiku.

Bekerja sebagai Leader, membuatku harus sibuk memikirkan pencapaian target yang diberikan oleh pimpinan kepada tim arahanku. Dan Nia, dia salah satu staff yang selalu bisa kuandalkan. Dia cantik, pintar, supel, dan selalu bisa untuk kuandalkan ketika aku harus meninggalkan pekerjaan seperti Desember tahun lalu. Aku menghargainya.

"entah kenapa hujan turun membuatku menjadi sangat tidak bersemangat hari ini," gurauku garing.

Sambil membawa segelas kopi ditangannya dan menaruhnya tepat dihadapanku, "Hahaha, ayolah, tidak mungkin seseorang sepertimu tidak bersemangat di hari seperti ini," serunya menyemangatiku.

Aku tersenyum mendengarnya menyemangatiku. Ya, seharusnya hari ini aku bersemangat, pikirku. Hari yang selalu kutunggu-tunggu, hari pengajuan cutiku. Kuraih gelas dihadapanku dan menyesap kopi berwarna hitam pekat itu pelan-pelan.

"Kau benar. Ini sama sekali bukan aku," seruku mendapati rasa semanngatku kembali.

Belum semenit aku mendapatkan semangatku, tiba-tiba sosok yang berdiri di depan Lift membuatku secara refleks menunduk ke bawah meja.

"Hei, kau kenapa?" seru Nia heran melihat tingkahku.

Masih tetap bersembunyi di balik meja, aku mendorong diriku untuk mengintip sosok itu. Kenapa dia ada disini? Pikirku gusar ketika melihat sosok Oliver keluar dari dalam Lift.

"Kenapa kau bersembunyi disitu?" tanya Nia sekali lagi bingung melihat tingkahku.

Tanpa sadar aku menggigit kuku jariku, kebiasaan kalau aku sedang merasa gugup. "Ah, ng— aku sedang mencari pulpenku yang jatuh," ujarku pura-pura mencari sesuatu hingga perasaan gugup kembali melandaku ketika tawa yang familiar itu mendekat,

"Permisi, apa ada yang bernama Lisa? Katanya dia ada di lantai ini?" tanyanya pada Nia.

Spontan tatapan Nia teralihkan kearahku diikuti dengan gelengan kencang dikepalaku dari balik meja persembunyianku, berharap wanita itu mengerti sinyal yang kuberikan. Aku menggerak bibirku tanpa mengeluarkan suara, "katakana aku tidak ada," kodeku.

Nia kembali mengalihkan pandangannya, lalu kembali bertanya dengan suara yang terdengar menggoda, "Apa kau yakin mencari Lisa? Sepertinya kau salah deh," goda wanita ini. Nia memang terkesan suka menggoda orang, apalagi kalau orang digodanya adalah seorang pria tampan seperti sekarang ini.

Sial, Nia, gerutuku dalam hati.

Tawa itu kembali terdengar ditelingaku, terasa sensual bagiku,

"Hahaha, kurasa aku tidak salah. Tapi, hai.. aku Oliver, staff IT di lantai 5," katanya memperkenalkan diri.

Terdengar langkah Nia dengan suara heels-nya mengetuk lantai tempatnya melangkah, "Hai Oliver, aku Nia, asistennya Lisa," ujar Nia kali ini benar-benar terdengar lebih sensual. Aku membayangkan Nia mencoba menggoda Oliver dengan mendekatkan tubuh seksinya pada pria itu. Dasar wanita genit, cibirku dalam hati.

"Kurasa Lisa sedang tidak ada ditempat. Mungkin kau mau makan siang bersamaku, Oliver?" tanya wanita itu, sekali lagi dengan nada menggoda.

"Baiklah, kurasa aku akan kembali lagi nanti," ujarnya diikuti dengan langkah mereka yang menjauh.

Comes After YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang