BAD LUCK

8.3K 320 8
                                    

Usia 29 tahun bukan hal yang buruk atau mimpi yang mengerikan.
Saat teman-teman seusiaku sudah menikah, bahkan ada yang sudah memiliki dua anak.

Jika bertemu, mereka selalu memamerkan kemesraan didepanku. Apa mereka pikir aku akan menjatuhkan air liurku didepan mereka. Oh...tidak! Benteng pertahananku sangat kokoh, tidak mudah goyah akan hal-hal yang demikian.Bila perlu akanku bacakan ayat kursi, agar jin dan setan-setan yang ada dijiwa mereka meronta minta ampun.
Rasanya jengkel, akan sikap kekanak-kanakan mereka yang suka memamerkan kemesraan.
Tapi ya sudahlah. Aku mengartikan cara mereka yang begitu, sebagai rasa peduli dan sayang mereka padaku. Aku tidak ambil pusing dengan sikap dan cara teman-temanku terhadapku. Yang aku pusingkan adalah mamaku. Bagaimana tidak, setiap kali ada teman, saudara atau tetangga yang menikah, aku selalu jadi sasaran omelannya. Bahkan aku pernah mau diajak ketempat seorang kiayi, untuk menghilangkan kesialan-kesialan dan untuk membuka pintu jodoh katanya. Dengan cara dimandikan kembang tujuh rupa pada saat bulan purnama. Ya terang-terangan dong aku menolak, aku tidak percaya akan hal yang seperti itu.
Bagiku Jodoh, rezeki dan kematian Allah yang mengatur. Manusia hanya berusaha dan berdoa. Tapi berusahanya tidak dengan hal-hal yang demikian.

Aku berkerja sebagai seorang wartawan disalah satu redaksi surat kabar. Pekerjaan ini menuntutku selalu berinteraksi dengan khalayak ramai. Sebagian orang mengatakan bahwa pekerjaanku ini melelahkan. Namun tidak untuk ku, itu hal yang menyenangkan dan memiliki tantangan tersendiri.
Hampir setiap hari aku selalu bersemangat menuju tempat kerja, dengan menunggangi sekuter. Biar kuno, tetep nyentrik kok mengendarainya. Sedikit sentuhan warna bercorak bendera Inggris, dia (vespa) makin terlihat elegant dimataku.
Walau beberapa kali aku ditegur oleh pimpinan redaksi agar segera memuseumkan sekuterku, karena menurutnya sudah tidak layak untuk dipakai. Dia bilang ini sudah era modern.

***
Macarin kamu gak jauh beda dengan maen ludruk....(suara hp).
"siapa juga yang menelpon jam segini?".
Aku coba meraba-raba disekitar tempat tidur mencari hp sedari tadi bernyayi lirik lagu Jambrud.

"hallo..! Lo belum bangun? Ini sudah jam berapa? Lo lupa, apa gak inget! Hari ini pernikahan Laura".

Itu suara Naisha.
Dia teman sekaligus rekan kerja, seusia denganku, hanya bedanya dia sudah menikah dan sudah berpisah juga (cerai). Entah apa yang membuat mereka bercerai. Setiap kali ku tanya Naisha hanya menjawab, kami tidak cocok lagi. Menurutku itu jawaban yang membuatku harus bertanya lagi, aku tidak puas dengan jawaban itu, terlalu klasik.

"hmm..." Ucapku.

mataku masih terpejam. Aku enggan menjawab pertanyaan Naisha Karena memang aku tidak berniat untuk hadir diacara tersebut. Bisa dibayangkan jika aku datang keacara itu, akan banyak pertanyaan yang sama yang meraka lontarkan kepadaku, "Kapan nikah?, kapan nyusul?, atau buruan nikah".
Rasanya gerah dengan pertanyaan-pertanyaan itu.

"gue akan tiba dikosan lo, 30 menit lagi!"
tegas Naisha, yang kemudian mematikan telpon.
Aku tidak memperdulikan ucapannya. Kembali kedunia mimpiku itu jauh lebih nyaman.

Benar saja 30 menit kemudian pintu kamarku digedor habis-habisan oleh Naisha. Mau tidak mau aku harus bangun.

"ya.... ampun!"
Naisha terperangah melihatku yang belum apa-apa, baru bangun tidur.

"lo liat sekarang jam berapa? Buruan mandi!".
Naisha mengambil handuk dan meleparkannya kewajahku.

"aku gak ikut lah Nai".
Ucapku ogah-ogahan. Rasanya nyawaku belum ngumpul, masih melayang-layang.
Mendengar itu Naisha geram , ia menyinsingkan lengan bajunya

QIRANITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang