DESSERT

2K 204 11
                                    

15 menit berlalu tanpa percakapan apa pun dengan Atha. Sosok yang dingin. Sikapnya bertolak belakang dengan Ziddan.

"Kamu suka juga makan disini?"
Tiba-tiba suara itu keluar dari bibir Atha.

Aku kaget. Tidak disangka dia mau bicara juga. Tapi aku pura-pura tidak mendengarnya, berlagak acuh.

"Kamu yang kemarin kan?" Tanya Atha.

"Kayaknya ada suara?" Ucapku.
Aku pura-pura sedang mencari sumber suara.
Kali ini bahasa Atha tidak se formal kemarin, yang memanggilku dengan sebutan mbak.

"Hey! Aku." Ucapnya.

"O... Kamu?" Aku tersenyum.

Bertemu dengan Atha, aku serasa dekat dengan Ilham, adikku satu-satunya yang selalu kujahili setiap kali dekat dengannya.
Karena orang-orang tipe mereka ini, perlu untuk dijahili. Jika tidak, mereka kurang asik.
Tapi semenjak memasuki usia remaja adikku lebih jahil dari pada kakaknya yang cantik ini. Harusnya dia tidak mewarisi kejahilanku.
Kenapa jadi bahas adiku ya? Korelasinya apa?

Atha tersenyum.
Rasanya hilang beban hidupku hari ini, melihat senyumnya yang buat aku jadi meleleh.

"Gimana kabar presiden Bush yang diculik?" Gurau Atha.

Aku tertawa, ternyata dia bisa bercanda juga.

"Kamu pasti sengaja ngikutin aku ya?" Tanyaku dengan percaya diri.

Kembali lagi Atha tersenyum.

"Bisa gak sih kamu gak usah tersenyum?" Lanjutku.
Merasa ada yang meronta dijiwa ini, melihat senyum Atha yang membuat aku tak berdaya.

"Kenapa?" Tanya Atha heran.

"Ada yang jatuh rasanya?"
Aku sengaja pasang ekspresi wajah yang drama.

"Maksudnya?" Atha makin heran.

"Iya. Hatiku yang jatuh." Ucapku tersipu malu.
Lalu tawa kami pun pecah.

Aku yakin Atha jarang sekali tertawa seperti ini.

"Kamu pasti jarang sekali tertawa." Celtuk ku begitu saja.

Ekspresi Atha berubah seketika mendengar ucapanku itu.

"Kenapa?" Tanyaku.

"Apanya?" Ucap Atha.

"Ekspresi wajahmu berubah falt. Kalau mau tertawa, tertawalah. Jangan ditahan-tahan. Karena itu bahaya?"

"Kenapa bahaya?" Tanya Atha.

"Akan menimbulkan gas yang membuat wajah menjadi memerah." Jelasku.

"Kok bisa?"

"Bisa dong. Karena tawa yang ditahan menyebabkan gas H2S makin menggumpal sehingga tak tertahan dan meledak. Menyebabkan merah diwajah efek malu."

Mendengar penjelasanku, Atha kembali tertawa. Dan aku hanya memandanginya.

"Kenapa kamu gak ikut tertawa ?" Tanya Atha.

"Aku heran, sebenarnya kamu tertawa karena takut mengeluarkan gas H2S atau karena penjelasan ku?"

"Dua-duanya." Jawab Atha sambil tertawa.

Meski hari ini berat bagiku. Tapi aku tidak mau terlalu mendramatisir keadaan. Kehilangan pekerjaan bukan akhir dari segalanya. Justru ini awal yang baru bagiku. Senang atau tidak itu tergantung bagaimana cara kita berpikir.

"Hidupmu pasti selalu penuh dengan tawa." Ucap Atha.

"Iya, begitulah. Kamu?" Aku bertanya balik.

QIRANITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang