DOWN II

2.2K 222 8
                                    

Rasa takutku memudar, menatap raut wajah yang sempurna tiada cela. Hidungnya yang mancung, corak mata berwarna coklat terang dipadankan dengan kontur wajah yang menyerupai bentuk berlian serta kulitnya yang putih, menambah decak kagumku dalam hati.
Kemudian pria itu menarik tanganku dengan paksa masuk kedalam mobil. Aku berusaha untuk menolak, melepaskan tanganku darinya.

"Masuk." bentaknya.

Rasa takutku mengelinding bak bola salju yang makin membesar. Bagaimana jika dia ingin menodaiku? Seperti berita-berita ditv, si wanita dinodai dan dibunuh dengan keji. Benar saja,setelah masuk kedalam mobil pria itu mendekat kearahku.

"Ampun... Jangan...!" teriaku ketakutan.

"Aku hanya tidak ingin terkena sanksi pidana." ucapnya.
Sambil memasangkan sabuk pengamanku.
Jantungku hampir copot dibuatnya.

Dizaman sekarang kita dituntut untuk lebih berhati-hati. Seseorang yang berpenampilan baik, rapih, sopan dan berwibawa ternyata seorang pencuri. Contohnya para koruptor dinegri ini. Ada juga yang berpenampilan alim bak seorang ustadz kondang, ternyata seorang pedopil. Sulit untuk membedakan mana orang yang baik dan mana orang yang jahat. Dan aku tidak tahu sosok yang ada disampingku ini seperti apa?

"Siapa namamu?" tanyanya.

"Qirani" jawabku dengan ragu.

"Aku Ziddan" ucapnya, sambil fokus mengemudi.

"Kamu datang untuk mengambil KTP temanmu kan?" Tanyanya.

Aku masih takut dan was-was. Sebenarnya aku mau dibawa kemana?

"Aku akan berikan KTP temanmu itu, asal kamu membantuku." Ucap Ziddan.

Aku merasa heran, orang seperti Ziddan butuh bantuanku padahal kami baru kenal. Atau ini mudus, kejahatan model baru.

Macarin kamu gak jauh beda dengan maen ludruk....(Hp berbunyi).

Segeraku keluarkan dari tas. Bu Maya memanggil, dia pasti akan menanyakan soal pak Idris.

"Iya Bu." kataku.

"Bagaimana Ran sudah bertemu dengan pak Idris?"

"Belum Bu, beliau sedang tidak dirumah" jelasku.

"Pokoknya saya tidak mau tau, kamu harus meminta maaf kepada pak Idris." ucap bu Maya sedikit emosi. Kemudian mematikan telponnya.

Apa bu Maya pikir bertemu dengan seorang menteri itu segampang membalikan telapak tangan. Aku inikan hanya karyawan biasa, kecuali aku seperti Barack Obama presiden Amerika.

"Bagaimana?" tanya Ziddan.

Kembali kemasalah kami.Makin terasa berat bebanku, belum selesai masalah pak menteri sekarang anak menteri. Tapi aku jadi punya ide. Seperti kata pepatah, sekali tepuk dua lalat mati.

"Baiklah, aku akan membantu mu. Tapi pertemukan aku dengan pak Idris?" tawarku pada Ziddan.

"Ada keperluan apa kamu mau bertemu dengan papaku?" Tanya Ziddan.

Apa mungkin aku bercerita masalahku pada Ziddan, terlebih lagi masalah jam Rolex yang ku ganti dengan buah-buahan ini, rasanya tidak mungkin.

"Aku mendapat tugas kantor untuk mewawancarai beliau." ucapku berbohong.

"O... jadi kamu wartawan. Baiklah itu bukan hal yang sulit untukku." jelas Ziddan.

Selang beberapa menit mobil kami berhenti didepan sebuah butik.

"Keluarlah." perintah Ziddan.

Aku masih belum mengerti sebenarnya Ziddan memerlukan bantuan apa dariku? Sehingga aku diajak masuk kebutik.

Desain interior butik yang indah. Terlihat dari tatananya yang glamour, elegant, dipadukan dengan warna-warna natural. Bahkan disebagian dinding sengaja dipasang batu bata expose agar tidak terlihat monoton. Sambil menunggu Ziddan yang masuk kedalam, entah menemui siapa? Aku melihat-lihat koleksi butik. Langkahku berhenti didepan sebuah gaun pengantin yang dipajang di etalase.
Sungguh indah jika aku bisa megenakannya.

"Kapan aku bisa menikah?" rengekku dalam hati.

"Qiran...".Jantungku berdegup kencang mendengar sebutan itu.

Aku segera menoleh, ternyata Ziddan bersama dengan seorang wanita cantik.

"Mengapa dia harus memanggilku dengan sebutan Qiran." grutuku dalam hati.

Panggilan Qiran mengingatkanku pada seseorang yang telah menyakiti hatiku, hingga aku susah untuk kembali membuka hati ini.

"Kenalkan ini tunanganku." ucap Ziddan.

Wanita itu tersenyum dan menjulurkan tanganya.

"Sarah." Ucapnya.

Aku menyambut tangannya "Aku Qirani."

Dilihat dari senyumnya, mungkin dia baik dan ramah.

"Jadi untuk sementara kamu bantu bersih-bersih dibutik ini, karena OB-nya lagi cuti 3 hari." Jelas Ziddan.

Jadi aku disuruh bantu-bantu tunangannya.

"Terus, kapan aku bisa bertemu pak Idris?" tanyaku.

"Setelah 3 hari kamu bantu-bantu disini, aku akan pertemukan kamu dengan papa." jelas Ziddan.

"Tapikan, aku kerja." jawabku.

"Ya kamu usahakanlah bagaimana caranya." Ucap Ziddan.

"Gila orang ini, maksa bener aku jadi kacung tunangannya." Batinku. Menatap sengit ke Ziddan.

"Gini aja Mbak. Mbak dateng setiap jam 4 sore untuk bersih-bersih dibutik. Bagaimana?" Ucap Sarah memberikan solusi.

Aku menghela napas. Rasanya aku ingin menolak ini semua.

QIRANITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang