TAK BERDAYA II

2K 151 22
                                    

Tidak ada yang bisa aku lakukan. Kecuali tetap disini dan menyewakan bahuku. Sebenarnya, bukan hanya Ziddan yang memutuhkan bahu untuk sandaran, aku juga butuh. Tapi sayang, tidak ada yang berbaik hati menyewakan bahunya untukku. Makin lama semakin terasa pegal bahuku. Aku sedikit melirik kearah Ziddan. Apa dia benar-benar tidur? Atau hanya pura-pura? Dia terlihat manis jika sedang tidur. Hidung, alis, bahkan bibirnya sungguh menggoda. Aku menghela napas. Ingin sekali aku menyandarkan kepalaku dikepala Ziddan. Tapi ku urungkan. Aku teringat kata-kata Naisha, bahwa mereka tidak cocok untuk ku. Lagi-lagi aku menghela napas.  

“apa kamu tergoda dengan wajahku?” Ucap Ziddan. Seoalah dia tahu jika aku sedang memperhatikannya.

“aku lapar.” Ucapku.
Tanpa memperdulikan pertanyaanya.
Kini Ziddan sudah tidak menyandarkan bahunya lagi dan menatapku dari samping, kemudian berdiri.

“ayo, kita makan.” Ajak Ziddan.

Kemudian mengambil payung yang sedang aku pegang dan menarik tanganku. Ini rezeki yang tidak bolehku lewatkan.
Susana hari mulai cerah. Matahari pun mulai menampakkan dirinya, siap menapaki langit. Aku pun bersemangat melangkah bersama Ziddan menghampiri mobil.

“kita mau makan dimana?” tanyaku, sesaat masuk kedalam mobil.

“enaknya dimana?” Ziddan bertanya balik.

“nasi padang dong.”

“ya elah, baru jam segini udah nasi padang aja.” Ucap Ziddan.

“pokoknya nasi padang.” Tegasku.

“oke, nasi padang.” Jawab Ziddan begitu saja.

“gimana kalau minum latte sama sepotong cake aja.” Pintaku, sesaat kemudian.

“hmm.. boleh.” Jawab Ziddan singkat.
Perasaanku jadi tidak enak. Mengapa Ziddan jadi semudah itu? Biasanya selalu saja ada alasan untuk menolak.

“stop.. stop.. stop!!!” teriakku.

Hingga Ziddan pun sepontan memberhentikan mobil ke bahu jalan.

“ada apa?” Tanya Ziddan.

“kita mau makan dimana?” tanyaku dengan ragu.

“Katanya minta latte!” Ziddan kemudian menjalankan mobilnya kembali.

“bener ya!” Ucapku.

“iya!” Jawab Ziddan kesal.

“awas, kalau kamu bawa aku ketempat yang tidak jelas!” Ancamku.
“otakmu terlalu kotor sepagi ini.” Ziddan menggetok kepalaku

“aduh.. kurang ajar lu.” Aku pun megelus-elus kepalaku.

“maaf tante. Sengaja.” Ledek Ziddan. Mulai lagi dia menggodaku.  

Aku merasa heran, karena mobil kami berbelok kesebuah kawasan aparteman. Meski pun begitu aku tetap membuntuti Ziddan. Mungkin saja didalam tersedia tempat makan yang sesuai dengan yang aku inginkan.
Sesaat kami memasuki lift. “apa disini makanannya enak?” tanyaku pada Ziddan.

“pastinya.”

Lift kami berhenti dilantai 5. Perasaanku makin tidak enak, setelah keluar dari lift.

“hey! Ngapain kita kesini?” aku menarik tangan Ziddan.

“katanya mau makan?”

“iya, tapi ini apartemen bukan tempat makan.” Ucapku geram.

“udah sih, ngikut aja.” Ziddan kambali melangkah.

“aku mau pulang.” Ucapku.

Ziddan menghentikan langkahnya dan berbalik menghampiri.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 20, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

QIRANITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang