BEBAS

1.9K 182 5
                                    

Ziddan masih terbaring diatas ranjang dengan mata terpejam. Setelah dokter keluarga memeriksa kondisinya. Ada memar dibagian pipi dan cidera ditulang hidung.
Ini memang salahku, tidak bisa mengendalikan diri. Tapi jika Ziddan tidak menyulut emosiku, mungkin tidak akan seperti ini kejadiannya.
Sekarang aku harus mendekam dikamar bersama Ziddan. Aku tidak bisa kabur begitu saja setelah apa yang ku lakukan ke Ziddan. Jika tidak aku akan dituntut.

Aku berdiri menatap keluar jendela. Lampu-lampu taman mulai menyala. Jingga diufuk barat pun mulai sirna terganti oleh malam.
Sebuah mobil memasuki halaman rumah ziddan, mungkin itu pak Idris atau Atha. Entah siapa pun itu aku tidak peduli. Aku hanya ingin keluar dari tempat ini dan pulang bersama motorku. Hari ini benar-benar lelah, lesu. Ingin sekali aku rebahan diatas kasur tidurku. Tapi bagaimana aku bisa keluar dari tempat ini?
Kalau hanya keluar dari kamar ini, itu bukan hal yang sulit. Tapi bagaimana menghadapi para security itu? Mereka pasti menghalangiku.

Apa Ziddan benar-benar tidur? Aku berjalan pelan mendekati Ziddan, ingin memastikan apakah dia benar-benar tidur.
Aku menggerakkan tanganku diatas kedua matanya. Namun tidak ada respon. sepertinya dia benar-benar tidur.
Aku melirik hp yang berada disamping lengan Ziddan. Sepertinya itu kunci untuk ku keluar dari tempat ini. Segeraku ambil hp tersebut.
Aku sempat membaca WhatsApp dari Sarah yang belum dibaca oleh Ziddan.
Sepertinya Ziddan tidak bercerita kepada Sarah mengenai insiden sore ini.

"Baiklah ini saatnya." Ucapku lirih.

Aku duduk disamping Ziddan. Dan kamera hp pun siap, sekali sentuhan sudah nampak fotoku dan Ziddan dilayar hp.

"Ini seperti sinetron saja." Batinku.
Dan foto itu aku kirim ke Sarah.

Aku tinggal menunggu saja, sebentar lagi pasti ada keramaian ditempat ini.

Saat Ziddan membuka mata semua sudah kembali seperti semula. Aku sudah berdiri jauh darinya.

"Aww..."
Ziddan meringis kesakitan saat ia menyentuh bagian wajahnya yang memar.

Aku menoleh kearah Ziddan.

"Semoga dia tidak mencari hpnya." Doaku dalam hati.

Aku berjalan mendekati Ziddan.
"Berikan kunciku."

"Apakah kamu tidak bisa melihat kondisiku seperti apa?" Ucap Ziddan.

Manusia egois. Dia hanya bisa melihat dirinya sendiri, tapi tidak bisa melihat apa yang aku alami atas ulahnya.

"Bahkan motor bututmu itu, tidak bisa membayar rasa sakit diwajahku ini."

Sepertinya dia mulai lagi memancing emosiku.

"Jangan-jangan kamu mantan pereman ya?"
Ucap Ziddan. Kemudian meletakkan bantal dibelakang punggungnya untuk bersandar.

"Iya, aku mantan pereman. Kenapa!" Tantangku.

"Pantas saja tindakanmu kriminal."

"Bahkan aku bisa berbuat lebih kriminal lagi." Ucapku.

Pandangan kami beralih kegagang pintu yang bergerak, pintu pun terbuka.
Nampak seorang wanita berdiri disana. Tapi itu bukan Sarah, seperti yang ku bayangkan.

"Sedang apa kalian berduaan dikamar?" Ucapnya. Berjalan mendekati kami.

"Ziddan ada apa dengan hidungmu?" Tanyanya lagi.

"Gak apa-apa Ma. Tadi gak sengaja kebentur." Jelas Ziddan.

Baik sekali dia berbohong untukku didepan mamanya.

"Siapa wanita ini?" Tanya mama Ziddan.

"Oh... Dia Asistenku." Jawab Ziddan berbohong.

Manis sekali sikap Ziddan, aku mual melihat aksinya.

QIRANITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang