6 [edited]

37 8 0
                                    

Besok malam adalah hari perayaan Matahari Merah. Semua kalangan merayakannya sebagai penghormatan kepada matahari. Tidak menyembah tetapi sebagai tanda bersyukur karena matahari masih menghangatkan bumi.

Keseharian di dalam kastil Keluarga Drago berbeda seperti biasanya. Karena anggota keluarga mereka bertambah, kebisingan juga meningkat.

"Sunny."teriak Alucia sambil mencari kemana keponakannya itu bersembunyi.

"Sunny, Bibi tidak suka jika kamu bersembunyi setelah melakukan kesalahan."kata Alucia.

Terdengar suara kekehan dari atas Alucia.

"Abigail."Alucia mendongak dan mengangkat tongkat sihirnya.

"Aku bersumpah aku tidak membantu Sunny, Bibi Luce."katanya tapi ia tertawa kecil.

"Aku yakin Paman Cain yang melakukannya."lanjutnya.

"Cain, aku bersumpah demi Alicia kekasihmu itu jika kamu tidak memberitahu dimana Sunny, aku akan memotong manhood mu."geram Alucia.

Secepat cahaya, Cain berada didepan Alucia sambil berkacak pinggang,

"Mengapa kamu mempercayai Abby? Dan tolong jangan bawa-bawa nama Alicia didalam masalah ini!"katanya.

Saat Alucia mendongak lagi keatasnya, Abigail sudah tidak ada.

"Sudah kuduga."geram Alucia lalu pergi menyusuri lorong kastil.

Alicia tidak sengaja berpapasan dengan Cain di ruang utama.

"Alice, biar kubawa!"Cain mengambil nampan yang berisi bermacam-macam kue didalamnya dari tangan Alicia.

"Mengapa kamu menyengir seperti itu?"tanya Alicia yang tangannya masih menggantung di udara.

Lalu terdengar teriakan melengking Abigail dari luar.

"Itu pasti ulah Alucia."kata Cain lalu berjalan beriringan dengan Alicia.

Lady Catherine yang baru saja selesai berdandan, melangkahkan kakinya ke perpustakaan untuk membaca buku.

"Hai, Sunny."sapa Lady Catherine.

"Aku rasa aku melihat Karen masuk ke sini, Bibi Cat."kata Sunny sambil menunjuk kedalam perpustakaan.

"Benarkah? Kalau begitu, ayo temui dia!"Lady Catherine menawarkan tangan kirinya pada Sunny.

"Tapi bukankah Karen sudah tiada."Tetap Sunny menerima tangan Bibinya itu dan masuk ke dalam perpustakaan.

"Mungkin itu arwahnya."ucap Lady Catherine.

"Dia sudah tidak ada lagi."Sunny memperhatikan ke sekeliling ruangan lalu dia mendekat ke Lady Catherine.

"Sunny, sebaiknya kamu keluar karena Bibi Alucia mencarimu. Dan meminta maaf lah padanya, oke."Lady Catherine mengelus rambut halus Sunny.

"Um, baiklah."katanya lalu berlari dari sana.

"Lady Catherine."Suara sayup-sayup itu sangat familiar di telinga Lady Catherine.

"Karen, tunjukkan dirimu!"pinta Lady Catherine.

Arwah Karen melayang diatas meja bundaran yang berada di tengah perpustakaan.

"Karen..."lirih Lady Catherine.

"Aku mendengar berita buruk."Karen lalu duduk diatas meja tapi masih melayang.

"Aku dengar Satan memiliki cara lain untuk membuka pintu neraka. Para jin sudah berkeliaran di bumi untuk menghasut semua mahluk melakukan perbuatan Satan. Dosa para mahluk Tuhan adalah kunci untuk gembok pintu neraka."jelasnya.

"Jadi Satan menghasut para mahluk Tuhan?"tanya Lady Catherine.

"Benar. Berhati-hati lah atas siapa yang dirimu percaya, Lady Catherine! Dan jangan jauhkan Sunny dari para Guardian karena itu berbahaya."ucap Karen lalu menghilang.

"Cathy, kamu berbicara dengan siapa?"Lord Vlauds menonjolkan dirinya setelah menguping semuanya.

"Arwah Karen. Kau tahu kan kalau menguping itu tidak baik?"balas Lady Catherine.

"Jadi itu benar? Isu-isu tentang Satan?"tanya Lord Vlauds.

"Ya. Kita harus memperingati warga sekitar dan penghuni kastil sebelum senja. Karena saat itulah para jin memulai aksinya."jawab Lady Catherine.

Suara bel berdenting di seluruh kastil maupun di sekitarnya.

"Apa yang terjadi?"tanya Alicia.

"Akan ada pertemuan darurat."jawab Valentine lalu menaruh pisaunya.

Alicia menggantikan Valentine untuk memotong ayam.

Valentine segera pergi ke aula dan disana ia bertemu Cain.

"Sepertinya masalah serius."kata Cain.

Para warga mulai berdatangan kedalam aula. Para pelayan kastil sibuk menyiapkan santapan untuk para warga.

"Kenapa kita tidak boleh keluar?"tanya Sunny.

"Karena cuma orang dewasa yang boleh mengikuti pertemuan."jawab William yang menatap bulan purnama dari jendela yang terbuka.

Vanessa menempelkan telinganya ke pintu, berharap dia dapat mendengar informasi apapun meskipun sedikit.

"Aku tidak bisa mendengar apa-apa."gerutu Vanessa.

"Itu karena kita berada jauh dari aula yang kedap suara."balas William.

Sunny memegang bahu Vanessa.

"Konsentrasi!"kata Sunny.

"Aku bisa mendengar mereka."senang Vanessa.

William pun ikut tertarik jadi ia mendekat ke saudara kembarnya itu.

Setelah lama menguping, William dan Sunny menatap Vanessa dengan tatapan penuh tanya.

"Mengerikan."kata Vanessa.

Lalu Vanessa menumpahkan semua yang dia dengar.

"Bukankah jika waktunya kiamat kita harus berserah diri pada Tuhan?"tanya William.

Sunny mengendikkan bahunya.

"Kiamat Satan berbeda dari Kiamat Tuhan. Kiamat Satan lebih menyakitkan dan kita akan menderita pelan-pelan. Sedangkan pada Kiamat Tuhan, kita bagaikan debu yang disapu habis begitu saja."jelas Vanessa.

"Darimana kamu tahu semua itu?"tanya William dengan tawa mengejek.

"Aku belajar."jawab Vanessa tanpa menghiraukan sikap William padanya.

"Jadi siapa yang akan melakukan pengorbanan?"tanya William.

"Aku."jawab Sunny.

Vanessa dan William langsung membelalakkan mata mereka.

***

The Accasia [Under Revision]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang