Prolog [edited]

55 11 3
                                    

Apa yang Accasia lakukan sekarang diluar kehendaknya.

"Accasia, hentikan sekarang!"Raja Alexander berteriak dari jauh.

"Aku tidak bisa, Alex. Aku tidak mengerti."Accasia melihat kedua tangannya yang dilumuri darah.

Ratusan tubuh tak bernyawa berserakan di atas tanah dengan keadaan mengenaskan.

"Wahai Ratu, konsentrasikan pikiranmu!"teriak Victoria yang berdiri di samping Raja Alexander.

"Diam kau, pelacur!"teriak Accasia.

Awal kejadian ini terjadi adalah saat ia melihat kekasih hatinya bergulat diatas kasurnya bersama adiknya sendiri. Amarah berkumpul didalam kepala Accasia dan saat itu gempa hebat terjadi.

"Ibu..."tangis Michael yang terkurung di puing-puing bangunan yang roboh.

"Accasia, kendalikan dirimu!"Accasia berkata pada dirinya sendiri.

"Tidak bisa. Kekuatan ini terlalu hebat."Accasia menyerah dengan sangat cepat.

Gempa kembali terjadi dan Accasia tidak bisa mendengar tangisan Michael.

"Michael..."Accasia menengok ke arah dimana Michael terjebak.

Seperti slow motion, Raja Alexander dan Victoria menyingkirkan puing-puing itu dari atas tubuh Michael. Raja Alexander menggendong tubuh anaknya yang tak bernyawa.

"Kak, hentikan!"Kali ini suara Victoria terdengar sayup-sayup di telinga Accasia.

"Aku tidak bisa."lirih Accasia yang kini bertumpu di tanah dengan kedua telapak tangannya.

Air matanya mengalir dan jatuh diatas tanah.

"Jangan biarkan kekuatan itu menguasai mu!"teriak Victoria dengan sangat keras.

"Victoria, sudahlah! Ini tidak berguna. Ini salah kita. Semua akan berakhir disini."ucap Raja Alexander, tangannya mengelus kepala anaknya yang tertidur selamanya di pangkuannya.

"Lihatlah ke atas!"ucap Raja Alexander.

Langit pun marah kepada Raja Alexander dan Victoria. Langit tidak sebiru satu jam yang lalu, sekarang langit hanya berwarna merah. Semerah darah.

"Tuhan, hukum kami saja! Tapi jangan biarkan kehidupan di bumi ini berakhir karena dosa kami."mohon Victoria sambil menatap ke langit.

"Bahkan Tuhan sudah bosan mendengarkan pengakuanmu, Putri Victoria."Victoria mengalihkan pandangannya dan mendapati Seraphine berdiri tidak jauh dari tempatnya berada sekarang.

"S-Seraphine, tolong aku! Tolong hentikan ini!"mohon Victoria.

Seraphine berjalan begitu saja dan berdiri di depan Accasia yang masih tertunduk menangis.

"Ratuku, lepaskanlah!"ucap Seraphine dengan lembut.

"Aku mencoba."Mata Accasia sangat hitam, mata itu menatap Seraphine tanpa berkedip.

Seraphine tercengang dan dia segera memanggil ketiga temannya.

"Jasmine, Jessi, Sierra. Lakukan sekarang!"ucap Seraphine.

"Akhirnya waktu kita datang juga."kata Jessi.

Mereka saling berpegangan tangan, mengelilingi Accasia yang tertawa sendiri.

"Satan akan datang untuk kalian."kata Accasia lalu terkikik.

"Tuhan kami tidak akan membiarkannya."kata Jasmine dengan percaya diri.

Saat itu juga, Accasia kembali ke alam sadarnya dan dia melihat kalau keempat penjaganya sudah mengelilinginya.

"Jangan sampai dia menyentuh bumi ini!"kata Accasia lalu keempat orang yang lain mengangguk.

"Alexander, apa yang mereka lakukan?"tanya Victoria dengan bingung.

"Pengorbanan."kata Raja Alexander.

"B-berarti kakakku akan mati?"Suara Victoria bergetar karena air matanya mulai mengalir lagi.

Raja Alexander menangis dan mengangguk pelan. Ia menunduk melihat anaknya yang sudah meninggalkannya lalu ia melihat ke jauh di depannya dimana istrinya akan melakukan pengorbanan terakhir.

"Hentikan dia, Alex! Aku tidak ingin kehilangan siapapun lagi!"Victoria menggoncang tubuh Raja Alexander.

"Sudah terlambat, Vic. Semua salah kita."bentak Raja Alexander.

"Jiwa. Udara. Kehidupan. Damai."

Accasia, Seraphine, Jessi, Sierra, dan Jasmine. Mereka berlima tersenyum pada satu sama lain. Lalu mereka mengucapkan mantra terakhir mereka.

"Pengorbanan."

Layaknya memutar balik waktu, semuanya kembali seperti semula. Jiwa-jiwa yang tidak bersalah kembali ke tubuh mereka, seperti Michael. Puing-puing bangunan itu kembali menjadi bangunan yang utuh. Para binatang kembali berlarian di atas tanah yang subur. Matahari mengintip dari awan putih dan air di sungai mengalir dengan tenangnya.

Namun satu hal yang tidak bisa kembali.

Pengorbanan.

The Accasia [Under Revision]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang