j.i.n

170 11 1
                                    

"Pergilah, Joheun,"

Suara itu seketika memenuhi atmosfer dan seolah bergema, membuat laki-laki yang namanya disebut menggadah. Rasanya tak tabu, mengingat kondisi seperti ini tidak pernah muncul sebelumnya.

"Tuhan menyuruhku untuk mengusirmu," lanjut suara itu lagi dengan wajah datar, tanpa ekspresi. "Mengapa Ia mengusirku?" tanya Joheun, sedikit khawatir. "Aku tidak pernah berbuat dosa, Gyeomson, kau tahu itu."

Gyeomson, lawan bicaranya itu meringis untuk berpikir seberapa mengenaskannya Joheun. "Kau telah mencintai salah satu bidadari-Nya. Kita tidak diciptakan untuk menjadi pasangan mereka, bukan?"

Joheun diam, memutar balik memorinya, mencoba untuk mengakui bahwa itu ialah sebuah kesalahan besar.

"Malaikat diciptakan tanpa perasaan, tapi kau berbeda." jawab Gyeomson, lalu ia melebarkan kedua sayap putihnya. "Cepat pergi, Joheun. Perbaiki kesalahanmu bila kau ingin kembali." Gyeomson bergumam sambil matanya menatap Joheun tajam.

"Bisakah aku menemui Tuhan dan-"

"Joheun!"

"Gyeomson, kau sahabatku,"

Balasan Joheun sedikit membuat siapa pun ragu untuk menilainya sebagai malaikat. Ia begitu berbeda, jantungnya berdetak, mempunyai paru-paru, ginjal, bahkan hati laki-laki itu sensitif untuk melihat betapa cantiknya bidadari di sekitar.

Joheun mengembuskan napas, "Berikanlah aku kesempatan untuk menemui Tuhan,"

Kemudian Gyeomson menggeleng seraya mengepakkan sayapnya dan, "Tuhan tahu apa yang Ia lakukan. Berbuatlah baik!" ia pun melempar Joheun sekeras mungkin dengan sayapnya tersebut.

Spontan Joheun berteriak keras karena begitu kecangnya hempasan sayap Gyeomson, membuatnya merasa brengsek karena telah membuat Tuhannya kecewa.

Joheun tidak tahu ke mana ia diasingkan. Ia merasa sangat amat khawatir sekarang. Kemudian ia memejamkan mata, mencoba untuk tidak merasakan kesakitannya saat ini.

Tubuh Joheun kemudian melemas, tidak lagi mampu merasakan apa pun selain gravitasi yang begitu kuat. Matanya seolah tak bisa untuk kembali terbuka melihat keadaan, namun ia tak peduli.

"Tuhan, maafkan aku. Aku berjanji untuk memperbaiki kesalahanku walau pun aku bingung untuk mengawalinya dari mana. Bimbinglah aku,"

Bruk!

Hujan deras itu datang bersamaan dengan jatuhnya tubuh Joheun ke muka bumi. Ia sudah tak sadarkan diri, tubuhnya begitu kaku, kulitnya pucat, dan bajunya agak sobek.

"Ya Tuhan, mengapa pengemis ini bisa tidur di sini?" -Kim Ji Woo

-

|authorsnote:/halo, i'm back with this weird story! idk what to say, part ini absurd bgt makanya hr ini double publish wkwk.
do not judge jg ya huhu, ini kepikiran buat ginian grgr muka si j.jk kelewat adem, jadi ya gt deh frustasi akhirnya imajinasi gila bertebaran:(
dedicated to all of a.r.m.y so i hope you like it, thankiu!
-bangtan boys love you

Fill In/kookie-jiminie/Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang