1. Upside Down

206 15 0
                                    

Aku cuma mau nambahin Author Notes karena banyak pembaca yang salah presepsi sama jenis kelamin tokoh utamanya. Jadi aku perjelas bahwa Robin Calbert ini adalah perempuan sedangkan James Finnigan laki-laki. Hehe. Trims.

******

Bukan hidup seperti ini yang diinginkan Robin Calbert diusianya yang sudah menginjak dua puluh tiga tahun. Setidaknya Robin tidak pernah membayangkan dia akan berada di pinggir jalan kota New York di tengah malam sambil menenteng dua tas tangan, satu tas laptop dan satu buah ransel di punggung dan uang seadanya. Tanpa tempat tinggal. Dia berkali-kali mengutuk dirinya dan mulut bodohnya yang membuatnya terusir dari rumah.

Malam ini bukan kali pertama orang tua Robin menyinggung perihal pekerjaan Robin dan usianya yang sudah terlalu tua untuk menumpang dirumah orang tuanya. Namun hari ini ayahnya sudah kelewatan. Bahkan ibunya yang biasanya membela Robin hanya bisa terdiam di bangkunya malam ini.

Semua berawal saat makan malam. Biasanya Robin hanya akan mengambil makanan dan langsung membawanya kekamar untuk dimakan disana. Namun malam ini, ayahnya bersikeras agar dia duduk bersama ayah, ibu, dan adik laki-lakinya dimeja makan. Awalnya makan malam itu berjalan mulus, setidaknya bagi Robin itu mulus. Hanya ada suara kelontangan antara sendok dan piring serta alunan musik klasik dari pengeras suara tua milik ayahnya di sudut ruang makan. Semuanya terasa damai sampai ayah Robin berdehem. Rasanya seperti semua hal disekelilingnya berhenti bergerak. Sendok di tangan ibunya menggantung di depan mulut. Angin berhenti berdesir. Bumi berhenti berotasi. Elektron berhenti mengelilingi proton...

"Rachel bilang dia baru saja di promosikan ke kantor lebih besar." Itu kalimat yang keluar dari mulut ayahnya sekaligus kalimat pertama yang dilontarkan di acara makan malam keluarga ini.

Robin tau kata-kata itu di maksudkan untuknya. Untuk siapa lagi kan? Ibunya pasti sudah tau karena kakaknya, Rachel, pasti sudah mengumbar-umbar hal semacam ini agar orang tua mereka semakin bangga dengan anak emasnya itu. Dan tentu saja untuk membuat Robin semakin terlihat seperti sampah di mata orang tuanya sendiri. Kata-kata itu juga sudah pasti bukan untuk Reece, adik laki-laki Robin yang berusia lima belas tahun. Reece benci Rachel, dan seluruh dunia tau itu. Jadi tidak mungkin ayahnya mengatakan kalimat itu untuk Reece.

Walaupun begitu, Robin tidak tau respon apa yang harus di lontarkan. Robin tetap menunduk menatap makan malamnya yang semakin lama terasa semakin hambar. Mengaduk makanannya dengan sendok dan menyuap tanpa mendongakan kepalanya. Ayah Robin kembali berdehem sebelum melontarkan kalimat selanjutnya.

"Bagaimana menurutmu, Robin?" Robin menutup kedua matanya rapat. Berharap dia bisa hilang saja dari muka bumi. Berharap ketika ia membuka matanya, pemandangan di depannya bisa berubah dari wajah ayahnya yang garang menjadi... well, menjadi apapun selain itu. Tapi ketika Robin membuka mata, tentu saja masih wajah ayahnya yang dilihat. Robin tertegun memikirkan jawaban paling aman yang bisa dia dapat. Memangnya dia harus menjawab apa? Robin menghembuskan napas setidak kentara mungkin. Dia tidak ingin ayahnya tau bahwa topik semacam ini memberi pengaruh besar terhadapnya.

"Ya, itu bagus." Hanya itu yang bisa dikeluarkan mulutnya. Ayahnya terlihat kurang puas dengan jawaban Robin. Ayahnya mengangkat kedua alisnya seakan meremehkan kalimat yang keluar dari anak ketiganya itu.

"Dan menurutmu kenapa dia bisa di promosikan?" Robin menggertakan rahangnya kali ini. Dia sudah tau kemana arah pembicaraan ini. Ayahnya akan berharap Robin menjawab pertanyaan itu dengan kalimat 'karena dia bekerja keras', lalu jika Robin menjawabnya dengan kalimat itu, ayahnya akan berceramah panjang lebar tentang Robin yang malas. Robin yang tidak penurut. Robin yang seharusnya mengikuti kemauan ayahnya. Robin yang seharusnya seperti kakaknya. Robin yang tidak punya pekerjaan tetap. Robin yang menyusahkan. Robin yang sampah.

Upside DownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang