Revano melayangkan tangannya ke rambut. Menyisirnya ke belakang agar tak menganggu pandangannya. Ia terlalu malas untuk pergi ke kantin. Anyway, ia penasaran Charlaine berada di kelas mana.
Ia memutuskan pergi ke papan mading sekolah. Di tengah ke khusyu-an Revano mencari nama Charlaine Hearts diantara ratusan nama, tangan kecil menepuk pundaknya. "Kak Revano, ini surat buat kakak," Revano mengernyit tak suka, ia memutuskan membuang surat itu di depan mata gadis tadi. "Pergi." ucapnya mutlak tanpa perduli tatapan tersakiti cewek di hadapannya.
Setelah gadis tadi hilang dari pandangannya, Revano melanjutkan mencari nama Charlaine. "Aha! Ini dia," ucapnya pelan dengan suara semut. Charlaine Gienna Hearts- 10 IPA 1- 11
Ia manggut-manggut. 10 IPA 1 terletak bersebrangan dengan gedung kelas 12. Kelas 11 menjadi penghubung antara bangunan kelas 10 dan kelas 12, dan terletak paling strategis diantara semua bangunan.Sementara pendopo sekolah juga menghubungkan kelas 10 dan 12. Bagunan pendopo di desain megah, lampu kristal tergantung di tengah-tengah. Dengan berbagai lukisan indah karya murid SMA Harapan Negara. Ditambah taman kecil di sudut pendopo. Di bagian belakang, terdapat ruangan penting, ruang UKS, ruang guru, dan ruang rapat OSIS dan guru, oh ya, ruang kepala sekolah juga terdapat di bagian ini.
Sedang asyik mengomentari desain pendopo sekolah, suara speaker yang tepat di samping telinganya berbunyi. "Panggilan kepada Revano Keenan Black, panggilan kepada Revano Keenan Black." Ugh, ia rasa ia tak memukul atau membuat onar, lantas kenapa ia dipanggil? Ia berjalan perlahan menuju ruang bimbingan konseling.
Pemuda berambut coklat terang itu mengetuk pintu putih itu. Lalu, ia masuk perlahan, lalu duduk di kursi beralas empuk berhadapan dengan guru bermanik coklat itu. "Ada apa Bu, saya gak buat onar, loh," ia tersenyum kecil.
Guru berambut panjang itu menghela nafas frustasi. "Kamu apain lagi kaca jendela kelas 12 IPS 3?" guru itu memijat pelipisnya kesal.
"Saya pecahin, tapi gak sengaja, Bu Rere, sumpah," ia mengacungkan jari telunjuk dan tengahnya membentuk angka dua.
"Saya 'kan main basket di kelas, lalu gak sengaja bolanya kepelanting ke jendela," sudah berkali-kali Revano memecahkan kaca jendela dan berakhir kedua orang tua Revano yang mengganti kerusakan fasilitas sekolah. "Kamu nganggap jendela itu ring basket atau apa?" Revano menggeram kesal.
"Udah saya bilang, saya gak sengaja, Bu!" ia menggebrak meja lalu berbalik menuju pintu ruangan bimbingan konseling.
Tangannya tergerak membanting pintu membuat suara bantingan nyaring.
Ia baru saja berjalan lima langkah, Revano menemukan gadis yang ia intai selama ini.Gadis itu tampak berjalan sendirian menuju 10 IPA 1. Melihat peluang besar itu, Revano berlari kencang demi mengikuti jalannya gadis tadi.
Ketika gadis itu akan menaiki undakan 2 anak tangga, tangannya digenggam erat. Charlaine menoleh, ia mendapati, Revano tersenyum padanya. Charlaine mengangguk lalu berucap, "hai Kak Revano,"
Bagaimana pun seluruh gadis di dunia menyebut namanya, ia tetap paling suka ketika Charlaine menyebut namanya. Suaranya rendah dan halus, membuat Revano pangling. Gadis ini sebenarnya cantik hanya saja tindak-tanduknya mencerminkan dia tak ingin bergaul dengan siapapun membuat semua orang enggan mendekatinya apalagi parasnya memang tak secantik Aleena.
"Ugh, Kak, saya harus ke kelas," ia menunjuk kelasnya dengan jari telunjuk tangan kanannya, sementara tangan kirinya digenggam erat oleh Revano. "E-ehm, sorry," hanya di depan gadis ini ia menjadi gugup. Ugh.
Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Huh, jatuh cinta pada cewek pendiam memang harusnya bukan tujuan hidupnya. Ah-ha! Bagaimana kalau tujuan hidup Revano adalah mengobrak-abrik kehidupan Charlaine. Tentu saja tanpa sepengetahuannya.
Mungkin ia harus mulai dengan mencari identitas sebenarnya Charlaine. Ia bertekad akan mencari identitasnya lewat sahabatnya. Um, Alien? Aleina? Aleena! Nah itu dia. Sambil berjalan ke kelasnya, ia mengetikan nama Aleena. Ugh, banyak nama Aleena.
Ia akhirnya memutuskan untuk bertanya pada Charlaine lewat BBM.
Revano Keenan.B: Hai Charlaine, Aleena itu nama lengkapnya apa? Pengurus OSIS ada yang minta.
Sedetik
Dua detik
Tiga det-Charlaine Hearts: Aleena Azalea Emerlard
Setelah mengetahui nama Aleena, ia segera mengetikkan nama Aleena di kolom pencarian. Baru dua detik menunggu, Pak Dimas memasuki ruangan kelas dan mau tak mau Revano memasukkan handphonenya ke saku celana. Begini-begini ia masih mau belajar dan lulus.
***
Charlaine menghempaskan tubuhnya ke kasur empuk bermotif beruang kecil. Ia belum mengganti bajunya, terlalu malas. "Cher! Bantu Mama ngupasin buah!" sepertinya ia harus mengganti bajunya jika tak ingin Mamanya marah. Dengan malas ia mengganti seragamnya dengan kaus biru dan jeans selutut.
Sesampainya di lantai bawah, ia bertemu dengan Vanessa, ibunya. "Cher, gak jadi deh, kamu bantuin Mama beli youghrt plain aja ya di minimarket," Charlaine mengangguk pasrah. Ia mengambil uang seratus ribu dari tangan Vanessa.
Seakan tersengat sesuatu, Charlaine menghentikan laju langkahnya. "Mau beli berapa, Ma?" Vanessa tampak menimbang-nimbang. "Lima deh," Charlaine mengangguk, kemudian berjalan santai ke arah minimarket.
Sesampainya di minimarket, ia mendorong pintunya lalu berjalan cepat ke tempat youghrt. Mengambil lima kotak youguhrt lalu membayarnya di kasir. Cepat-cepat ia keluar, ia punya firasat buruk. Saat akan menarik pintunya, Charlaine terhuyung karena dari luar juga ada yang mendorong pintunya.
Hampir saja Charlaine terjengkang, jika tak ada pemuda yang menahannya, dia Revano, ugh sehari ia sudah bertemu belasan kali dengan pemuda berambut coklat terang ini. Ia mencibir dalam hati. "Eh?! Sorry ya, Charlaine," pemuda itu tertawa garing. Charlaine mengangguk lalu pergi ke luar tanpa memperdulikan Revano yang mematung di pintu.
Charlaine hanya ingin cepat-cepat sampai di rumah. Firasat buruknya terbukti, ia bertemu dengan senior aneh tadi. Entah kenapa, wajah Revano familiar dalam ingatannya. Tapi, apa?
"Cher, mana youghrtnya?" tegur Vanessa saat Charlaine akan naik ke lantai atas. "Di meja makan, Ma," tukasnya lalu naik berniat ke kamarnya.
***
Revano berniat ke perpustakaan istirahat ini. Ia berniat menemui Charlaine dan memperhatikannya dari jauh. Ia merasa idenya sangat bagus. Menurut perkataan Alien eh Aleena, Charlaine bertugas saat istirahat ke-dua.
Ia akan memantau Charlaine. Ya, ia bahkan tak ikut teman-temannya bermain basket di lapangan. Ia hanya akan memantau, belum mengobrak-abrik kehidupan Charlaine. Ia berjalan cepat, takut waktu istirahatnya habis.
Dan, sesampainya di perpustakaan, terlihat Charlaine sedang mendata seorang cowok yang akan meminjam buku dan hal itu entah kenapa melihat kejadian lima detik lalu itu membuat darah Revano mendidih.
Brugh!
Pemuda tadi sukses terjengkang dengan indahnya dan ujung bibirnya yang sobek. Charlaine memandang kejadian itu dengan mulut setengah membuka, lalu menatap Revano tajam.
"Kakak-Kakak sekalian, kalau mau adu jotos jangan di sini yah, nanti Bu Jeanna marah," dengan nada tajamnya Charlaine menekan emosinya.
Pemuda tadi yang ditinju Revano bangkit berdiri, "apa sih, kok tiba-tiba ninju orang?" kesalnya sambil berlalu tak jadi meminjam buku. "Charlaine, gue gak mau tau, jangan deket-deket sama cowok lain, oke?" Charlaine yang takut akan perubahan ekspresi Revano langsung mengangguk tanpa pikir panjang. Bulu kuduknya meremang, ditatap tajam oleh Revano.
"Ta-tapi, kenapa?" tanya nya dengan pelan, ia takut Revano marah lagi. Bukannya menjawab, Revano malah menepuk puncak kepala Charlaine beberapa kali lalu memasuki lebih dalam perpustakaan.
"Apa sih? Dasar senior aneh,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Because of You
TienerfictieKarena kamu, Revano jatuh. Jatuh cinta. Akankah kamu membiarkan dia jatuh lebih dalam ke pelukanmu? "Aku memang menolak awalnya, tapi, ternyata dia mampu membuatku lupa akan traumaku." -Charlaine Gienna Hearts- "Kami memang manusia dengan beribu ke...