4 - Puasa Versi Masha

11.4K 1.1K 39
                                    

Caca melirik ponselnya yang berdering nyaring. Teman berdebatnya sudah pergi entah ke mana.

Video call - Kak Bila

"Assalaamu'alaikum, Kak!" jawab Caca dengan semangat begitu layar memperlihatkan Bila di ujung telepon.

"Wa'alaikumsalaam. Semangat amat, Dek?"

Caca langsung tersenyum senang, baru juga beberapa menit yang lau dia bilang ingin ke rumah kakak sepupunya ini.

"Aku tadi baru ngomongin kakak sama Kak Ken, panjang umur."

"Pantes kupingku panas. Kenapa emangnya?"

Caca langsung manyun ingat obrolannya dengan Ken beberapa waktu lalu. "Caca mau nginep tempat Kak Bila. Abis di sini suasananya nggak enak banget. Kak Bila inget Mas Hafi yang pernah aku ceritain, kan? Masa kemarin aku tarawehnya sampingan sama istrinya. Bikin panas."

Bila tertawa mendengar curhatan dari Caca. Baru juga guru ngaji, belum mengalami kalau teman kecilmu yang udah nempel kayak perangko tiba-tiba nikah, kan, Ca? Nah, lho, kenapa dia jadi mengenang masa lalu.

"Lah cuekin aja. Kamu niat taraweh buat ibadah, kan? Anggep aja itu setan yang ganggu ibadah kamu."

Sadis!

"Ih, Kak Bila horor!" Caca berkata sambil melotot ngeri. Di layar Bila justru tertawa lebar, bocah kayak Caca memang perlu dididik dengan cara sadis. Gimana tidak, anak kelas 1 SMA pakai acara galau karena patah hati. Lebay!

"Tapi, Kak."

"Ya?"

"Kemarin aku niat tarawehnya emang nggak sepenuhnya 100 persen ibadah, sih. Tadinya mau taraweh di rumah, cuma akhirnya dikasih tahu Mama kalau Papa isi kultum, jadi ya akhirnya ke mushola."

"Nah itu, kamu niatnya masih belok dikit. Benerin dulu niatnya, Insya Allah kalau udah benar, mau kamu berdiri dekat siapa pun nggak masalah," ujar Bila sok bijak.

"Eh, Dek!" tegur Bila lagi.

"Hum?"

"Serius Papa isi kultum? Kultum yang abis taraweh itu? Terus, terus?"

"Iya, nggak pakai terus. Udah isi aja gitu."

Bila makin penasaran dengan jawaban Caca. "Beneran Papa bisa isi kultum? Nggak salah jadi presentasi, kan?"

Caca langsung tertawa. Pikiran kakaknya ternyata sama, Papa Alvin dengan kultum itu di luar logika mereka. Arghhh, gara-gara istri Mas Hafi ni dia jadi nggak konsen waktu papanya bicara. Gerrr.

"Iya, benar. Sekarang malah ketagihan katanya mau gantiin kalau ada yang berhalangan. Aish, aku kemarin belum sempat dengerin soalnya nggak konsen itu, Kak."

Caca manyun, dalam hati berharap besok papanya masih punya kesempatan lagi dan dia bisa mendengarkan.

"Aihhh, kan aku jadi lupa tujuan telepon kamu, Ca. Mama Rere ada, nggak? Mau ngomong bentar."

Caca makin manyun ketika sadar dia hanya jadi perantara.

"Kak Bila kan bisa langsung telepon ke Mama. Kenapa ke Caca segala?" protesnya.

"Itu dia. Dari tadi telepon ke nomor Mama nggak diangkat. Tolong kasih ke Mama ya, Dek Caca, ya?" rayu Bila sambil tersenyum. Ah, Caca ini dipanggil Bila dengan sebutan 'Dek Caca' juga bakal luluh. Dia kena sindrom ingin punya kakak perempuan yang tidak mungkin akan terwujud.

"Mama lagi sama Papa tuh, mungkin ponselnya di kamar. Iya, nanti aku kasih. Sekarang coba aku mau ngobrol dulu sama Dek Masha."

Ah, satu lagi! Caca itu juga ingin sekali punya adik. Sayangnya usia orangtuanya sudah tidak memungkinkan. Nasib, nasib!

Diary Ramadhan CacaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang