7 - Dua Lembar

8.9K 1K 39
                                    

Hari ini adalah hari pertama Caca masuk ke sekolah setelah puasa. Sisi lain dari enaknya puasa, yaitu ada libur dalam rangka hari awal puasa. Lumayan, dari Senin sampai dengan Rabu bisa santai di rumah tanpa memikirkan sekolah. Sebenarnya ujian tengah semester juga sudah dilakukan minggu kemarin, minggu ini hanya untuk remedi saja. Yeah, hari santai sampai menunggu pembagian rapot menjelang lebaran nanti.

Caca membulatkan mata ketika waktu sudah menunjukkan jam tujuh pagi. Dia terlalu lama bongkar pasang kerudung sampai membuang waktu setengah jam lebih. Tadi sebelah kiri miringlah, berganti yang kanan, lalu menjadi kependekan. Ada saja alasan untuk terlambat ke sekolah. Butuh waktu tiga puluh menit perjalanan jika menggunakan kendaraan umum dan cukup lima belas menit jika naik motor. Intinya sama-sama terlambat dan dia harus membayar denda kelas. Lima ribu lumayan bisa dapat es cappuccino cincau.

Sepi.

Caca langsung berjalan menuju kamar Ken. Dia terkekeh ketika masuk ke kamar dan melihat Ken yang langsung menutup wajahnya dengan selimut. Ini tanda kalau kakaknya sudah bangun.

"Kakkkkk," rengeknya sambil duduk di tepi ranjang.

"Mau tidur, Dek! Semalam abis bergadang sama Mas Rafi. Jangan ganggu!"

"Antar Caca bentar, lagian katanya kalau abis subuh tidur lagi rejekinya dipatok ayam lho!"

"Ini kan udah bukan abis subuh, abis subuh tadi masih sempet lari pagi. Kamu naik angkot aja sana!"

Caca mendengus. Urusan alasan, Ken memang ahlinya.

"Udah telat, Kak! Naik angkot jam segini udah mulai macet, bisa sampai jam berapa sampai sekolah? Nanti kalau telatnya lebih dari tiga puluh menit aku harus bayar dendanya jadi sepuluh ribu. Itu sama aja jatah jajan Caca melayang, dua capcin, Kak!"

Ken masih enggan membuka selimutnya, mereka berdua justru sibuk tarik-tarikan selimut.

"Ambil tuh duit di laci buat bayar!" ujar Ken malas.

Tanpa menunggu lama, Caca langsung mengambil dompet Ken yang ada di laci.

"Dua lembar, ya?"

"Hem."

Caca tersenyum, dua lembar warna merah itu lebih dari cukup. Hahaha! Salah sendiri Ken bilang iya, bukan salahnya kalau memilih nilai yang paling besar. Mau telat satu jam denda dua puluh ribu juga tidak masalah. Caca pun akhirnya keluar kamar Ken dengan senyum lebar.

**

Caca membuka pintu kelas pelan. Dia langsung mengeryit ketika kelas terlihat sepi, anak-anak serius memperhatikan Adi, ketua kelas yang berdiri di depan.

"Ada apa? Tumben nggak ada guru tenang gini?" tanyanya kepada Rina, teman sebangkunya.

Rina menunjuk papan tulis. "Tuh, Adi lagi rencanain kita mau buat acara bagi-bagi takjil."

"Dananya?"

"Uang keterlambatan sama kas tahun ini."

"ITU KAN DUIT KELAS!"

Ups, kelepasan!

Caca langsung menutup mulut ketika siswa lain menatap ke arahnya. Adi memandangnya tajam. Caca langsung tersenyum minta maaf sambil menggeleng pelan. Rina di sampingnya sudah tertawa geli.

"Rem, Ca!" kata Rina sambil berusaha menghentikan tawa.

"Khilaf! Aihh, itu Adi melototnya serem lagi!"

"Lah, dianya lagi serius kamu main teriak aja. Kelas kan udah mau selesai, Ca. Kelas dua nanti bakal diacak, kita semua nggak mungkin jadi satu kelas lagi. Jadi, daripada bingung mau buat apa tuh duit, Adi usul buat takjil itu tadi. Nanti dana yang ada tinggal ditambah dana sukarela sama iuran wajib untuk buka bersama sekalian."

Diary Ramadhan CacaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang