18 - Gagal Total

7.2K 775 32
                                    

Jam menunjukkan waktu pukul sebelas malam. Ponsel milik Caca sudah berbunyi sejak tadi.

-Dek, kapan pulang?-

-Dek, pintunya mau dikunci!-

-Jangan pulang malam-malam. Besok kamu nggak bisa dibangunin buat sahur.-

-Dek?-

-Ca?-

-Dek Caca?-

-Dek Caca!-

-DEK CACA!-

-PING!-

-PING!-

-PING!-

"Ca, ponselmu dari tadi bunyi terus," ujar Sofi yang duduk di samping Caca. Saat ini mereka sedang mengerjakan kostum untuk persiapan takbir. Hampir tiap malam begadang lembur demi hasil yang memuaskan dan tepat waktu.

"Biarin, nanti aja bukanya. Tanggung ni, paling Kak Ken," jawab Caca sambil terus memotong kertas.

"Siapa tahu penting."

"Kalau penting telepon."

Kun anta tazdada jamala

Sofi langsung terkikik geli. Benar saja, tidak lama kemudian ponsel Caca sudah berdering. Caca pun meletakkan gunting dan meraih ponsel.

"Kenap--"

"Kamu itu kalau di-bbm di-read kenapa, Dek? Bisa pulang nggak? Ini udah tengah malem. Nggak baik anak cewek pulang pagi. Besok kamu sahur nggak bisa dibangunin. Kerja itu kalau diturutin nggak ada habisnya. Besok kan kalian sudah libur, lanjut pagi aja."

Caca mendesah, belum juga membuka mulut, Ken sudah ceramah panjang. Tapi, benar juga, kalau dipaksakan sampai subuh pun juga pekerjaan membuat kostum ini tidak akan selesai.

"Iya, aku pulang," jawab Caca kemudian. Dia langsung memutuskan panggilan tanpa memberi kesempatan kepada Ken untuk berkata-kata lagi.

"Pulang yuk, Sof? Udah mau dini hari, ni," ajak Caca.

"Eh, iya! Nggak berasa. Yuk."

"Kak Putri, Mas Soni? Mau pulang jam berapa? Kami pulang dulu, ya? Udah disuruh pulang," tanya Caca.

"Oh, kalau gitu kita bareng aja, Ca, Sof. Lanjut besok lagi aja. Sekarang kita rapiin. Besok pagi kalau kalian sempat boleh lanjut, soalnya aku sama Dira masih kerja, belum libur, jadi nggak bisa bantu. Mas Soni mau pulang kapan?" ujar Putri yang langsung menaruh peralatan perangnya dan mulai merapikan kertas yang berserakan.

"Aku ke anak-anak dulu. Mereka masih cari nada yang oke. Kalian bisa beres-beres."

Soni yang tadi sekadar memantau perkembangan undur diri. Dia beralih kepada para lelaki yang masih sibuk memukul alat musik.

Ken berdecak, sesekali menengok pintu masuk. Papa dan Mamanya sudah masuk kamar sejak tadi. Dia dan Caca hanya membawa satu kunci yang kebetulan dialah pembawa kuncinya. Nasib, tahu begini tadi dia memberikan kuncinya kepada Caca. Dia sekarang sudah terlalu malas untuk sekadar ke mushola menyerahkan kunci.

"Assalaamu'alaikum!"

Suara salam dari Caca membuat Ken tersenyum lega.

"Wa'alaikumsalaam. Kunci, ya, Dek!"

Caca memanyunkan bibir melihat Ken yang langsung naik ke kamar tanpa basa-basi. Selanjutnya, dia langsung mengunci pintu dan masuk ke kamar. Dia sudah mengantuk maksimal.

**

Waktu masih menunjukkan jam sembilan pagi. Ada satu jam lagi sebelum Caca pergi ke mushola melanjutkan persiapan takbir. Bayangan manyun Masha membuat dia tersenyum puas. Sekarang saatnya video call dengan bocah cilik itu.

Diary Ramadhan CacaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang