Siswi Tanpa Kepala

5.6K 236 8
                                    

"Aaaa!!!!!!" Imelda meronta-ronta, melemparkan segala benda apa saja yang bisa diraihnya.

"Imelda! Kamu kenapa?!" Pak Harry berlari memegangi kedua tangan Imelda.

Isna dan siswa siswi lainnya ketakutan setengah mati. Murid-murid yang duduk di depan kelas segera mengungsi ke belakang dengan panik.

"Aaaa!! Aaaa!" Seperti kesetanan Imelda terus memberontak. Bahkan Pak Harry kwalahan menahan amukannya.

Tak lama setelahnya ia pingsan.

Semua angkatan gempar dengan kejadian itu. Sekolah pun diliburkan.

***

Andita berulang kali memeriksa isi tasnya. Kali ini untuk yang ke tiga kali.

"Ma! Liat buku PR Dita, nggak?" Teriak Andita dari dalam kamarnya.

"Nggak tau sayang. Coba kamu cari lagi, siapa tau keselip!" Balas Mama dari dapur.

Andita kembali mengingat, dimana terakhir kali ia menaruh buku PR MTK-nya. Ia lalu menjentikkan jari.

"Di laci kelas!"

Saat ini jam menunjukkan pukul tujuh malam. Mungkin masih sempat pikir Andita untuk mengambil buku PR MTK di sekolah. Tetapi masalahnya sekarang adalah dia tidak berani pergi sendiri, apalagi tadi Imelda habis kesurupan. Jadinya, Andita menelepon Ratih untuk ikut menemani dan untungnya Ratih mau.

Ratih dan Andita bertemu di depan sekolah.

"Maaf ya, Tih. Gue jadi ngerepotin lo!" Dita menghampiri Ratih sambil memasang tampang memelas.

Ratih hanya diam saja. Cemberut tidak, tersenyum juga tidak.

"Lo kenapa? Ayo masuk." Setengah menyeret, Andita menarik Ratih bersamanya untuk pergi ke X IPS 1.

"Tangan lo kok dingin banget?" Andita melepas tangan Ratih dari genggamannya dan melihat tatapan temannya itu yang kosong.

Ratih tidak menjawab apa-apa dan hanya terus berjalan menuju kelas X IPS 1.
Andita sempat takut ketika lampu di lorong kelas mendadak berkedip-kedip. Tetapi setelah melihat ketenangan Ratih, Andita akhirnya juga ikut tenang.

Sedari tadi Ratih hanya berjalan dalam diam di samping Dita.
Awalnya Dita curiga, namun ia berspekulasi mungkin Ratih sedang ada masalah makanya dia menjadi pendiam.

Begitu sampai di depan kelas X IPS 1, Andita segera masuk ke dalam dan mengambil buku PR MTK miliknya. Sedangkan Ratih menunggu di luar kelas.

"Dita. Gue pergi ke atas. Susul aja.." Dari arah pintu suara Ratih terdengar.

Dita mengiyakan sambil memasukkan seluruh buku dari dalam laci mejanya ke dalam tas.

Setelah selesai, Andita bergegas keluar kelas dan menyusul Ratih ke lantai dua. Sebenarnya dia bingung apa yang dilakukan temannya itu di sana, padahal sekolah kosong kalau sudah malam. Tidak mungkin Ratih janjian dengan orang lain.

"Ratih.. tih, lo dimana?" Suara Dita menggema di sepanjang lorong lantai dua kelas XI.

"Ratih.." Ulangnya lagi, bulu kuduknya meremang. Mendadak perasaannya menjadi tidak enak. Yang dipanggil namanya tidak menjawab sama sekali.

"Tih, ini nggak lucu. Cepetan keluar.." Suara Dita semakin memelas, dia takut.

Dari ujung lorong lantai dua terdengar suara langkah kaki sepatu. Dan itu bukan langkah kaki Andita. Kakinya sendiri sedang berpijak di lantai bahkan terpaku karena suara langkah sepatu yang sedang mengarah kepadanya.

Tak, tok, tak, tok!

Suara sepatu pantofel yang dihentakkan ke keramik itu terdengar nyaring. Mendadak angin berhembus kuat di lantai dua. Seorang siswi dari ujung lorong keluar perlahan.

Ia memakai sepatu pantofel hitam, rok putih abu-abu sobek dengan percikan darah, dan seragam kotor yang compang-camping.

Dan yang lebih mengerikan, siswi itu berjalan tanpa kepala. Lehernya yang putus memercikkan darah, bertetesan di lantai.

Dengan panik Andita berlari menuruni tangga. Jantungnya berdebar dan napasnya terengah-engah.
Dita sempat tersandung dan terjatuh, tetapi ia terus bangkit dan berlari, tak peduli dengan rasa sakit di kakinya.

Ketika berlari ia bertemu dengan Ratih dan Tiara.

"Tih! Lo dari mana tadi? Gue udah ke atas tapi lo nggak ada! Sampe ketemu hantu segela, tau nggak!" Dita mencerca penuh emosi.

Ratih dan Tiara tidak menjawab, mereka hanya mengulurkan tangan ke arah Dita.

"Kenapa?" Andita menatap bingung.

"Ikut kami.."Mendadak mata Ratih dan Tiara menghitam. Tidak ada titik putih sama sekali.

Andita tercekat, "Kalian hantu! Kalian udah mati! Gue nggak mau ikut kalian! Jangan jemput gue! Gue nggak mau!!!"

"Kami nggak mungkin jemput kamu, kalau kamu sendiri belum mati." Sahut Tiara sambil menunjuk ke arah tangga.

Di sana, Andita jatuh tersungkur dengan kepala yang berdarah dan leher yang patah.

Rupanya, ketika dia berlari di tangga, Andita terjatuh dan meninggal di tempat.



###
Ini sudah dimulai.
Akan banyak sugesti yang masuk ke otak kalian.

Jangan teruskan.

Ada Hantu Di SekolahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang