Halo :) Mungkin kalian bingung kenapa lagi-lagi cerita ini berubah. Kurang lebih begini alasannya
Cerita ini pertama kali dipublish bulan Juni 2016 kemudian diunpublish beberapa bulan setelahnya.
Tanggal 10 Maret 2017 cerita ini dipublish ulang dengan beberapa perubahan.
Selamat membaca.
***
Matahari sudah terlepas dari hangat dingin buaian malam. Kini sinarnya tersenyum menyapa dan masuk ke celah-celah jendela kamar seolah berkata, "Selamat pagi."
Sang pemilik kamar masih berkutat dengan aktivitasnya. Dia menjejalkan buku-buku ke dalam tas hijau miliknya. Hingga terdengar sebuah ketukan di pintu. Kemudian pintu itu terbuka perlahan. Dia menoleh dan mendapati seorang wanita paruh baya berdiri di sana.
"Ayo sarapan dulu, sayang." Wanita paruh baya itu tersenyum lembut ke arah putrinya.
Gadis itu lantas mengecek jam tangan hijau yang melingkar manis di pergelangan tangannya. Masih dua puluh lima menit sebelum pukul tujuh. Dia masih punya waktu untuk sarapan di rumah. "Iya, Ma. Bentar lagi Rutha nyusul ke bawah," ujarnya.
Mamanya tidak mengatakan apa-apa lagi. Hanya mengangguk lalu menjauh dari sana.
Rutha segera memakai sepatu dan mengikat talinya dengan gerakan yang nggak bisa dibilang santai. Kemudian dia menatap pantulan dirinya di cermin untuk terakhir kali sebelum melangkah keluar kamar.
Di ruang makan sudah ada mamah, papah dan sepupunya. Rutha menarik kursi sebelum menjatuhkan diri di atasnya. Dia lantas mengambil setangkup roti gandum lalu mengolesinya dengan selai cokelat kesukaannya. Gerakannya terhenti sejenak hanya untuk bertanya, "Kok susunya putih, Ma?"
"Susu cokelatnya habis," jawab Mama. "Bi Inah belum belanja."
"Oh," gumam Rutha di sela-sela kunyahan rotinya.
Tiba-tiba Bi Inah datang menghampiri meja makan dengan tergopoh-gopoh, namun senyum cerah menghiasi wajahnya. Karel—sepupu Rutha—yang pertama kali melihat kedatangan Bi Inah, langsung bertanya, "Ada apa, Bi Inah?"
Semua orang yang ada di ruang makan langsung menoleh ke arah Bi Inah—yang memasang ekspresi seperti baru saja mendapat arisan.
Bi Inah yang mendapat perhatian penuh dari semua orang tak terkecuali kedua orangtua Rutha segera menjawab dengan mata tertuju pada Rutha, "Anu–mas ganteng sudah dateng, Non."
Rutha yang mendengar laporan Bi Inah kontan berdiri dan mangambil tasnya sembari berkata, "Tata berangkat dulu ya, Ma, Pa."
Karel menarik tas milik Rutha, membuat gadis itu memasang wajah kesal. "Kalo lo dijemput nanti gue berangkat sama siapa, Tha? Kan motor gue masih di bengkel." Meskipun mereka tidak bersekolah di tempat yang sama, Karel kerap kali meminta tebengan pada Rutha karena rute ke sekolah Karel searah dengan rute sekolah Rutha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amnesia [Completed]
Teen FictionAwalnya Rutha merasa hidupnya sudah kembali berjalan dengan normal setelah beberapa bulan larut dalam kesedihan akibat putus dengan Bagas. Bahkan sekarang dia sudah punya pacar baru. Namun di tengah kenormalan itu tiba-tiba suatu hari Bagas mengaku...