Chapter 11

4.7K 464 26
                                    

Mau tak mau Rutha mengakui usaha keras Jaya yang berusaha mendekati Tari.
Laki-laki itu merombak total penampilannya.

Kemeja yang biasa dibiarkan keluar itu kini dimasukkan dengan rapi. Dasi yang sering dijadikannya ikat kepala, kini melingkar manis di kerah kemejanya. Tubuh yang biasanya bau kemenyan, kini sangat harum. Dan yang paling mengundang decak kagum adalah rambutnya berdiri rancung-rancung.
Tari sampai terpesona liatnya."Wiiih abis duduk di dalem pesawat jet, Jay? Kok rambutnya berdiri semua?" tanya Tari yang sukses membuat Rutha mengatupkan bibir menahan tawa.

Jaya yang mendapat apresiasi dari Tari langsung menjawab, "Ini rambut baru, melambangkan kemerdekaan. Keren nggak, Tar?" Jaya menaik-turunkan kedua alisnya secara bersamaan.

Tari meringis. "Kok gue nangkepnya mirip landak gitu, ya?"

Rutha tidak bisa menahan tawanya lebih lama lagi. Apalagi ketika melihat ekspresi nelangsa Jaya yang ditinggal oleh Tari setelah dibilang mirip Landak.

Sembari menepuk bahu Jaya tanpa meredakan tawanya, Rutha berkata, "Usaha yang bagus, Jay!"

***

Galang sakit. Setelah mendengar kabar tersebut Rutha segera melajukan mobilnya ke rumah Galang dan memaksa laki-laki itu agar bersedia pergi ke dokter.

Rutha duduk di bangku tunggu sebuah rumah sakit sambil berdoa dalam hati semoga Galang hanya demam karena Rutha sempat mengecek suhu tubuh Galang yang panas.

"Tata?"

Sebuah panggilan membuat Rutha mendongak. Dia terkejut ketika melihat Maya—teman SMPnya—berdiri di hadapannya.

"Maya?"

"Tata, beberapa hari belakangan gue nyari lo sama Bagas tapi nggak pernah ketemu," ucap Maya seraya duduk di samping Rutha.

"Ada apa lo nyari gue?" tanya Rutha heran.

Maya terlihat ragu mengatakannya. "Lo bisa ikut gue? Sebentar aja," pinta Maya.

"Eum... tapi gue—" kalimat Rutha terpotong karena melihat Galang keluar dari ruang chek up.

Rutha segera berdiri dan menghampiri Galang. "Gimana? Sakit apa?" tanyanya khawatir.

"Cuman demam kok," jawaban Galang mengundang desah napas lega dari Rutha.

Sedetik kemudian Rutha tersadar ada orang lain yang tengah memperhatikan mereka. Rutha segera menoleh pada Maya. "Gue balik dulu, nanti gue langsung temuin lo lagi, di mana?"

"Di sini lagi aja, Tha," ucap Maya yang diimbuhi anggukan oleh Rutha.

Galang bertanya, "Dia siapa, Tha?"

"Temen SMP aku. Ayo aku anterin kamu pulang dulu."

Ketika Rutha kembali ke rumah sakit, Maya masih duduk di tempat terakhir kali Rutha meninggalkannya.
Rutha tidak begitu dekat dengan Maya. Hanya saja Rutha mengenalnya sebagai kekasih seseorang. Gadis itu lebih kurus dari terakhir kali Rutha melihatnya beberapa tahun lalu. Pipinya cekung dan terdapat lingkaran hitam di bawah kelopak matanya. Rutha bertanya-tanya, hal apa yang dialami oleh gadis ceria itu sampai dia terlihat sayu.

"May?"

Maya yang baru menyadari kehadiran Rutha sontak mendongak lalu berdiri. Dia menghela napas lega. "Gue pikir lo nggak akan balik lagi," katanya.

"Jadi, ada apa?" tanya Rutha.

"Ikut gue, Tha," perintah Maya yang segera berjalan dengan Rutha di belakangnya.

Setelah mengenakan masker dan pakaian khusus pengunjung, Maya membimbing Rutha ke ruang Intensive Care Unit.

Rutha terkejut melihat siapa yang berbaring di ranjang rumah sakit itu. Tanpa sadar dia menyebutkan satu nama dengan lirih, "Panji..."

Amnesia [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang