Chapter 19

4.2K 434 30
                                    

Bagas terkejut tidak lama setelah Rutha izin pulang dan keluar dari ruang rawatnya, Panji masuk bersama Maya.

Maya mendorong Panji yang duduk di kursi roda agar mendekat dengan Bagas.

Bagas mengatupkan rahangnya. "Ngapain lo ke sini?"

"Tadi gue liat Dinda bareng cewek lain keluar dari ruangan ini. Gue sempet mau masuk buat cari tau siapa yang sakit tapi gue denger lo lagi ngobrol bareng Tata. Jadi pas Tata keluar, gue langsung minta Maya buat nganterin gue ke sini karena gue rasa kita perlu selesain beberapa hal," jawab Panji panjang lebar.

"Aku tunggu di luar ya," ucap Maya pada Panji yang segera diimbuhi anggukan oleh laki-laki itu.

Setelah Maya keluar dari ruangan, Panji kembali bersuara, "Jadi malam itu, lo putus sama Tata?"

"Bukan urusan lo!" jawab Bagas. Dia enggan menatap Panji. Pandangannya difokuskan pada tangannya yang terpasang selang infus.

"Justru urusan gue. Karena kalo malem itu kita nggak ketemu, keadaannya mungkin bakalan beda, Gas."

Bagas tidak menanggapi, maka Panji kembali bersuara, "Lo tau? Gue baru sadar belakangan ini kalo hal-hal yang gue lakuin, pergaulan gue, semua itu emang sialan. Penyesalan emang selalu dateng terlambat ya." Panji tersenyum miris.

"Dan jangan bilang kalo gue nggak berusaha ngingetin lo," ucap Bagas.

Panji mengangguk. "Dan juga nggak salah kalo sekarang lo benci sama gue."

Bagas tidak mengatakan apa-apa lagi, hanya menatap Panji.

Panji segera berkata, "Gas, masalah Dinda itu gue-"

"Gue udah lupain. Dinda juga udah nggak pernah bahas lo lagi," potong Bagas.

"Menurut lo apa dia bisa maafin gue?" tanya Panji.

Bagas mendengus. "Gue nggak yakin."

"Gas, kenapa malam itu lo lebih milih ngeladenin gue dibanding dengerin ucapan Tata?" tanya Panji.

Bagas menelan ludah. Mengingat kejadian itu membuat kepalanya pening. Bagas segera menatap Panji agar kepalanya tidak melanjutkan bayangan kejadian di malam itu lagi. "Gue nerima tantangan lo demi Dinda. Dan menurut lo apa yang bakal terjadi sama lo kalo malem itu gue dengerin permintaan Tata?"

Panji tertegun. "Itu semua bukan sekadar buat Dinda 'kan Gas? Lo nyegah gue biar malam itu gue nggak dateng ke tempat nongkrong temen-temen gue? Malam itu temen-temen gue dibawa polisi karena ketauan pake narkoba. Lo berusaha ngelindungin gue?"

Bagas terdiam. Namun Panji tahu tebakannya tidak salah. Dan hal itu semakin mengundang rasa sesal yang kian lama merambat dalam dirinya lebih jauh lagi.

***

Rutha sedang membereskan meja belajarnya. Dia memasukkan buku-buku yang sudah tak terpakai ke dalam kardus. Rutha menarik kardus itu ke pojok kamarnya. Nanti dia berniat menyuruh pak Maman untuk menaruh kardus itu di gudang.

Rutha berjalan menuju meja kecil dekat ranjangnya. Kali ini dia membereskan tumpukan majalah mulai dari majalah fashion sampa majalah sport. Perhatiannya tertarik pada sebuah majalah sport yang memuat berita SKY Racing VR46, salah tim balap motor yang di bentuk oleh Valentino Rossi. Rutha tersenyum geli ketika teringat bahwa dulu Bagas bermimpi untuk masuk tim itu dan bisa belajar di VR46 Riders Academy.

Rutha mengambil majalah tersebut dan membacanya dengan posisi duduk di atas kasur. Sudah lama sekali rasanya dia tidak membaca majalah-majalah sport. Ketika Rutha membalik halaman selanjutnya, Rutha tertegun karena mendapati sebuah foto.

Amnesia [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang