Chapter 26 (Never Ending Story)

4.5K 335 135
                                    

Hari-hari berlalu pergi. Semenjak kematian Panji, hubungan Rutha dan Bagas semakin membaik. Beberapa kali mereka terlihat berangkat ke sekolah bersama. Dan tak jarang Bagas mengantar Rutha pulang ke rumah. Mereka juga selalu meluangkan waktu untuk mengunjungi makam Panji. Seperti hari ini, misalnya. Bagas tidak langsung mengantar Rutha pulang. Laki-laki itu justru menghentikan motornya di area pemakaman umum.

Bagas dan Rutha melangkah hingga tiba di makam Panji. Mereka bersimpuh di dekatnya.

"Apa kabar, Ji?" Rutha mengusap batu nisan Panji. "Yang tenang ya, di sana. Maya baik-baik aja kok. Dia lagi fokus sama les vocalnya." Rutha sering menceritakan kegiatan Maya pada Panji meskipun tahu bahwa hal itu sia-sia. Panji sudah berada di tempat yang jauh dari jarak jangkau manusia.

Sebelum pergi dari area pemakaman, Bagas menaburi tanah yang menyimpan jasad Panji dengan bunga yang dibawanya. "See you in another life, Ji."

Setelah keluar dari sana, Bagas melanjukan motornya. Tak lama dia kembali menghentikan motor itu. Dia memoleh pada Rutha yang duduk di belakangnya. "Makan dulu, ya?"

Rutha mengangguk setuju. Dia segera turun dari motor dan melepas helm yang sedari tadi melindungi kepalanya.

"Bang, mie ayam dua," pesan Bagas pada sang penjual yang tengah membungkus pesanan.

Rutha dan Bagas duduk di bangku panjang yang terbuat dari kayu.

"Minumnya apa, Mas?"

"Es teh aja. Yang satu jangan dikasih gula ya, Bang. Takut diabetes. Soalnya di depan saya udah ada yang manis," jawab Bagas seraya melirik ke arah Rutha.

Rutha mendengus. Sama sekali tidak meras terkesan dengan godaan Bagas. "Bilang aja lo emang nggak suka manis. Nggak usah jadiin gue umpan segala. Dasar alay," cibirnya.

"Alay but cool," balas Bagas seraya menaik-turunkan sepasang alisnya secara bersamaan.

"Kalo gitu gue nggak mau deket-deket sama lo." Rutha menggeser duduknya. Sedikit menciptakan jarak dengan Bagas.

Mengernyit, Bagas bertanya bingung. "Kenapa?"

"Katanya lo cool? Gue nggak mau kedinginan." Rutha menjawab dengan cengirannya.

Bagas mengulum senyum. "Cool but warm for you. Cool style warm heart."

Rutha memutar bola matanya. "Geli, Gas."

"Ck! Dari dulu sampe sekarang gombalan gue nggak pernah mempan ya buat lo."

Rutha tergelak pelan.

"Boleh gue coba sekali lagi?" tanya Bagas yang segera dihadiahi pelototan mata oleh Rutha.

"Jangan! Bukannya kenyang karena makan, yang ada gue kenyang nahan malu gara-gara diliatin pembeli yang lain," gerutu Rutha seraya memperhatikan sekeliling dengan pipi yang memanas.

Bagas ikut mengedarkan pandangannya lalu meringis ketika melihat beberapa pasang mata memperhatikan mereka berdua. Ada yang menatap sembunyi-sembunyi sedangkan sebagian menatap terang-terangan.

***

Sore harinya Rutha menghabiskan waktu dengan mengobrol bersama Karel di taman belakang di rumahnya. Ya meskipun tidak mengobrol secara harfiah, karena Karel lebih tertarik dengan jurnal di tangannya ketimbang meladeni ucapan Rutha.

Amnesia [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang