Bagian 2

68 7 2
                                    

Happy Enjoying ^-^

Author POV

Tiga hari setelah kematian ayahnya, Emily dan ibunya kembali melakukan aktifitas seperti biasanya. Emily sekolah disalah satu sekolah dasar London.
Dan pagi ini dia harus menikmati hari sekolahnya dengan rintikan hujan.
Kedua matanya mendongak menatap langit yang mulai hitam kelabu. Payung yang dipakainya terombang ambing oleh deruan angin. Lama dia terdiam menatap langit tersebut sampai tak menyadari ada seseorang berada disampingnya.
Pemuda yang dilihatnya tiga hari yang lalu. Emily menoleh dan melihatnya tersenyum.

"Kau akan kedinginan kalau seperti itu."

Stefano langsung menggendong tubuh kecil Emily.
Langkah kakinya menuju arah lain dari arah sekolahnya.
Namun Emily tak sedikitpun mempertanyakan hal itu. Kedua tangannya merangkul leher Stefano. Sesekali mereka bertatapan dan mengumbar senyum.

Langkah Stefano terhenti tepat dirumah tua yang belum pernah Emily kunjungi. Rumah ini terbuat dari kayu dan terlihat sangat kuno. Tangan kanan Stefano membuka pintu dan tangan kirinya menopang tubuh kecil Emily.
Mereka berdua memasuki ruangan yang miskin akan cahaya. Terasa pengap dan sunyi. Kening Emily berkerut dan mengeratkan pegangannya pada leher Stefano membuatnya tersenyum tipis.
Seperti mampu membaca aura ketakutan diwajah Emily, Stefano menenangkannya.

"Kau tidak perlu takut. Ini rumahku."

Mendengar tuturan dari Stefano, Emily terlihat mengehela nafas lega.
Langkah Stefano menaiki anak tangga yang sudah mulai berderit berpadukan suara langkahnya.
Membuka sebuah ruangan dan masuk kedalamnya.
Dihempaskan tubuh Emily perlahan diatas ranjangnya.

"Kau harus istirahat. Aku akan menyiapkan makanan untukmu."

Sebelum Emily mulai menanyakan sesuatu, Stefano sudah berbalik dan keluar dari kamarnya.
Manik Emily menatap ruangan gelap ini. Semuanya serba hitam, bahkan warna gorden juga menghitam membuat ruangan menjadi remang ditambah warna gelap dari luar.
Karena merasa lama menunggu Stefano, Emily merasa kantuk menyerangnya. Dibaringkan tubuh mungilnya diatas ranjang tersebut.
Entah apa yang membuatnya tak takut berada diruangan gelap ini sendiri. Mendengar ini adalah rumah Stefano sudah membuatnya sedikit lebih tenang meskipun belum lama ini dia mengenalnya.
Apa yang bisa dilakukan gadis cilik berusia sepuluh tahun pada seorang pemuda dewasa? Terlebih ketika bersama Stefano itu membuatnya lupa akan masalah ayahnya.
Kedua matanya tertutup perlahan dan Emily sudah tidak tahu sejak kapan dia masuk kedunia mimpi.

-

Alice sedang memasakkan makanan kesukaan putrinya, nasi goreng. Dirinya sangat asyik bergulat dengan bahan-bahan masakan sampai tak menyadari ada seseorang datang entah darimana. Mendengar langkah seseorang mendekatinya, Alice tersenyum karena mengira putrinya sudah pulang.

"Kau sudah pulang, sayang?"

Pertanyaan Alice tak dijawab olehnya membuat Alice heran dan berbalik. Ia tersentak ternyata yang berada dibelakangnya bukan anaknya, melainkan seorang pemuda berpakaian serba hitam.
Pemuda itu tersenyum memperlihatkan deretan gigi putihnya dan dua taring yang menyelip diantaranya. Melihat pemandangan itu, seluruh tubuh Alice bergetar hebat.

"Kau..mau apa..kemari?"

Alice bersuara dengan penuh ketakutan. Bibirnya bergetar hebat, tangannya mengepal berpegangan pada pisau.

Pemuda itu tersenyum, "Baru kali ini aku berbicara dengan seseorang yang akan menjadi mangsaku."

Jawaban itu membuat tubuh Alice semakin lemas. Bukan dirinya yang ia pikirkan tapi putrinya, Emily.

"Pergi dari rumahku."

Alice berteriak sekencang mungkin membuat pemuda itu menutup matanya sejenak.

He ISN'T The VampireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang