Malam itu, Remi memutuskan untuk menginap. Ia merasa beruntung karena bertemu dengan Arina, seorang wanita baik hati yang menawarkan tempat tinggal sementara. Arina bukan hanya cantik dan ramah, tapi juga membuatnya merasa diterima di saat-saat sulit. Remi hampir lupa tentang musikbah yang baru saja menimpanya. Mereka memutuskan untuk menonton beberapa DVD bersama malam itu, dan Arina menjadi teman ngobrol yang asik dan menyenangkan.
Beberapa kali mereka tertawa menyaksikan adegan lucu dan konyol dalam film. Ketika mereka mengganti film dan tiba pada adegan horor, Arina berteriak dan menutup matanya. Sesekali, menggenggam paha Remi dengan kuat, membuat jantung Remi berdebar kencang. Remi merasa seperti sedang menghabiskan waktu bersama pacar atau istrinya sendiri. Ada kehangatan dan keakraban yang tumbuh di antara mereka, membuat malam itu terasa lebih istimewa. Hujan di luar dan hawa dingin yang masuk lewat jendela menciptakan suasana nyaman, membuat mereka saling menghangatkan dengan kehadiran satu sama lain.---Sore itu, hujan turun deras, membuat Remi terjebak di sebuah halte yang dingin. Pakaiannya basah, dan lapisan bawahnya. Ia baru saja kehilangan tas kecilnya, yang berisi semua barang penting; dompet, kartu ATM, SIM, KTP, dan uang yang baru saja diambilnya siang itu. Ponselnya mati, dan ia berada di kota K, lebih dari 200 kilometer dari rumahnya. Ia tidak tahu harus berbuat apa, hingga sebuah suara ramah menghampirinya. "Kamu kenapa bengong? Mau ke mana?" tanya seorang wanita dengan nada prihatin.Remi menoleh dan melihat seorang wanita muda dengan senyum hangat. "Anu... Aku tidak bisa pulang," jawabnya datar.
"Kenapa?" tanyanya lagi.
"Saya kecopetan, semuanya hilang dalam tas," jawab Remi setengah putus asa.
"Waduh, kok bisa?" wanita itu tampak terkejut.
"Ya... namanya juga sial," Remi menjawab dengan nada putus asa.
Remi tidak berharap banyak bahwa wanita itu akan membantu. Namun, apa yang terjadi berikutnya sungguh tak terduga.
"Uang di dompet saya masih cukup untuk naik taksi ke rumah. Saya bisa kasih kamu pinjaman, tapi uang saya di rumah. Kalau mau, kamu bisa ikut dulu," tawarnya.
"Wah, aku nggak enak merepotkan," jawab Remi ragu.
"Sudah tugas kita saling membantu jika ada orang lain kesusahan. Lagian bajumu basah, kamu butuh ganti atau mengeringkannya dulu," kata wanita itu dengan penuh keyakinan.
Remi ingin menolak, tapi tidak berdaya. Ia tidak menemukan alasan untuk menolak tawaran itu. Setelah berbasa-basi cukup lama, mereka akhirnya berada di dalam taksi menuju rumah wanita tersebut.
"Oh ya, namaku Arina," kata wanita itu sambil mengulurkan tangan. Ia sudah tidak lagi menggunakan kata "saya", mungkin merasa sudah lebih akrab. Remi menjabat tangannya dan menyebutkan namanya. "Remi," jawabnya singkat. Mereka berbicara tentang banyak hal dalam perjalanan, kebanyakan perkenalan. Remi merasa bahwa Arina adalah orang yang baik hati.Mereka sampai di apartemen Arina sekitar setengah jam kemudian, setelah telinga mereka bising oleh suara klakson kendaraan sepanjang jalan. Apartemen Arina kecil namun nyaman, seperti apartemen para pekerja kota besar kebanyakan. Mereka naik lift ke lantai tujuh dan berjalan di lorong menuju kamar yang disewa Arina. Remi merasa sedikit kikuk berjalan bersama orang yang baru dikenalnya kurang dari sejam yang lalu. Namun, Arina sudah berbaik hati mengajaknya ke rumahnya.---
KAMU SEDANG MEMBACA
Arina dan Pangeran Edric: Petualangan Cinta dan Pemberontakan
RomanceKau menciumku, memberiku cinta, hasrat dan kegembiraan. Namun sebentar saja, semuanya pergi dan kau pun berlalu. *** Dalam bayang-bayang masa lalu yang terus berpendar, Remi dan Arina menemukan diri mereka terikat oleh takdir yang berlangsung lebih...