2 - PAGI, PAK

32K 1.4K 42
                                    

Pagi ini cuaca begitu bersahabat dengan Sania. Perempuan itu dengan mudahnya bangun pagi hingga ia tak mengalami masalah keterlambatan di hari pertamanya bekerja. Sania cukup percaya diri dengan penampilannya yang dapat dikatakan sempurna.

Kini, Sania sudah berdiri di depan sebuah gedung yang menjulang tinggi di mana tempat ia akan bekerja. Di atas gedung tersebut tertera nama perusahaan, FAMOUSE. Ya, sebuah majalah tentang berbagai selebriti nasional dan internasional.

Sania menatap pintu masuk besar gedung tersebut. Pintu itu layaknya memanggil diri Sania untuk segera masuk ke dalam sana. Bagaikan sihir, sekarang Sania sudah berdiri di koridor utama gedung itu. Wow. Dalam hatinya, ia terus memuja gedung ini karena lebih besar dan cozy dari tempat kerjanya yang dulu. Dan gedung ini bertema floral. Bewarna-warni.

"Mba Sania?" Sania membalikan badannya ketika seorang wanita cantik itu menyapanya.

"Ya." Sania berjalan mendekatinya. Wanita itu tersenyum ramah. Rambutnya disanggul kecil. Make up yang ia pakai juga terlihat natural.

"Kamu sudah ditunggu di ruangan Pak Eza." Wanita itu menyebutkan lantai yang harus Sania datangi.

Sania berjalan menuju lift. Menekan tombol angka delapan. Di dalam sana ada sekumpulan wanita dengan pakaian yang fashionable sedang berbincang. Bukan. Lebih tepatnya mereka sedang bergosip. Awalnya Sania tak begitu ingin mendengarkannya tetapi karena percakapan mereka lebih menghiasi isi suara di dalam lift, mau tak mau Sania menguping pembicaraan mereka. Dan Sania tak sengaja mendengar bahwa mereka sedang membicarakan seseorang.

"Gue dengar kemarin bos kita baru pecat seseorang, tuh" ucap wanita yang memakai bandana hijau tosca.

"Dia mah emang kejam sama semua karyawannya. Padahal udah tua tapi ngeselin." Temannya yang memakai riasan ala-ala barbie melirik perempuan yang sedang berdiri di sudut lift. Sania yang merasa diperhatikan olehnya berusaha tersenyum.

"Tapi Vel, gitu-gitu dia bos kita. Apalagi dia tampan banget..." Dahi Sania langsung berkerut. Pria tua masih dibilang tampan? Sania mencoba membayangkan bahwa bosnya nanti akan terlihat seumuran ayah. Hahaha. Tidak mungkin setampan Bradley Cooper.

"Gue dengar dia belum nikah, loh." Wajah wanita yang dipanggil Vel itu langsung sumringah. Hey, kalian tertarik dengan lelaki tua? Semenarik apa sih bosku nanti? Jadi penasaran, pikir Sania.

"Kalau sifatnya gak nyebelin. Gue mau deh deketin bos kita." Kedua wanita itu tertawa bersama. Entah apa yang mereka pikirkan. Walaupun di dalam lift ini hanya kami bertiga. Tapi bisakah mereka bergosip di tempat lain? Sania merasa kalau telinganya sudah panas dan berdosa telah mendengar gibahan mereka.

***

"Mbak, masuk aja ke dalam. Pak Eza sudah menunggu Anda di ruangannya." Lelaki itu tersenyum ramah pada Sania. Sepertinya ia anak magang dari suatu sekolah. Terlihat dari jas yang ia pakai.

Sania memandangi pintu yang ada di hadapannya. Di situ tepasang sebuah papan nama bertulisan 'Eza Panjiwa Haditya'. Inikah ruangan bosku? pikirnya. Rasanya tangan Sania terasa kaku dan susah untuk diangkat. Setelah mendengar pandangan jelek tentang bosnya dari wanita-wanita yang ada lift, Sania menjadi takut untuk menemuinya.

Begitu banyak pikiran-pikiran yang hinggap di otak Sania. Jangan-jangan dia nyebelin banget seperti yang dikatakan wanita di lift tadi. Jangan-jangan dia tua banget. Jangan-jangan dia emang tampan. Lah kok tampan sih?

Sania hendak meraih gagang pintu namun pintu yang ada di hadapannya kini telah terbuka lebar oleh seseorang. Seorang lelaki yang seumuran dengannya keluar dari ruangan. Wajah pria itu masih muda. Lumayan tampan. Eza tersenyum melihat perempuan yang ada di depannya. Eza sama sekali tidak terlihat sebagai bos yang menyebalkan.

"Kamu yang namanya Sania?" Eza menyapa Sania dengan ramah. Dia mengajak Sania untuk masuk ke dalam ruangannya. Ruangan milih Eza tidak begitu luas, lebih sederhana untuk ukuran bos besar.

"Saya kira kamu tidur di luar. Makanya gak masuk-masuk ke dalam." Dia mengucapkannya dengan selingan tawa. Eza mempersilahkan Sania untuk duduk.

"Maaf, Pak. Jangan pecat saya." Sania ketakutan kalau ia tiba-tiba dipecat karena hal sepele.

"Siapa yang mau pecat kamu, Sania? Lagi pula saya bukan bos di sini." Eza kembali tertawa renyah. Pria itu sangat mudah untuk tertawa. Sania hanya bisa tersenyum salah tingkah.

"Ja..ja..jadi. kamu bukan bos di sini?" lelaki itu hanya menggeleng pelan. Dia terduduk di belakang meja kerjanya. Mejanya terlihat berantakan sekali.

Eza mengulurkan tangannya, "Perkenalkan, nama saya Eza. Saya diminta oleh Pak Gibran untuk memasukan kamu ke dalam divisi saya. Divisi editing. Karena di lamaran kamu tertera kalau kamu sarjana web design. Karena karyawan editing di perusahaan kami minggu lalu ada yang resign. Dan sepertinya kamu cocok untuk menggantikannya." Sania mengangguk mengerti. Namun, dia ingat nama Pak Gibran yang disebut oleh Eza barusan, apakah Pak Gibran itu pemilik perusahaan ini?

"Baik, Pak."

"Oh, ya. Tolong jangan kecewakan divisi saya. Karena saya ketua di divisi ini. Maka saya yang harus bertanggung jawab apabila ada kesalahan dari anak buah saya." Sania kembali mengangguk. Sania merasa kalau situasi ini berubah menjadi tegang. Padahal tadi ramah sentosa.

Pak Eza menuntun Sania ke meja kerja miliknya. Akhirnya, ini yang Sania tunggu setelah sekian lama, kini ia memiliki meja kerjanya sendiri dan menjadi bagian dari perusahaan Famouse. Gaji yang akan dia terima nanti juga tidak sedikit. Lima juta ke atas per bulan. Siap-siap kredit mobil pikir Sania senang.

"Satu lagi yang harus saya ingatkan sama kamu, Sania. Setiap minggu, bos kita selalu mengadakan rapat. Semua divisi harus menyerahkan satu power point tentang proker ke depan. So, tolong bekerja yang baik." Pak Eza melenggang pergi dengan senyumannya.

Perempuan itu kini terduduk di depan monitornya. Kali ini ia bertekad untuk bekerja keras. Tidak ada sifat 'terlambat' lagi. Dia harus fokus dalam bekerja. Sania menepuk pipinya masih tak percaya.

"Hey, kenapa pipinya dipukul gitu?" Sania menengok ke samping. Seorang perempuan sedang berdiri di balik meja kerjanya.

"Kenalkan nama aku Bella." Wanita mengulurkan tangannya ke arah Sania.

"Sania." Jawab Sania ramah. Sania melirik ruang kerjanya. Di ruangan ini ia bersama tujuh orang lainnya. Itu berarti ia telah menjadi salah satu bagian tim ini.

"Karyawan baru, ya?" Sania mengangguk. Bella terlihat ramah sekali. Bahkan suaranya halus, sepertinya dia keturunan darah Jawa.

"Kamu sudah lama bekerja di sini, Bel?"

"Sudah enam bulan. Untuk bekerja di perusahaan ini tidaklah mudah. Bahkan, temanku-temanku yang masuk bersamaku dulu sudah banyak yang dikeluarkan." Sania yang mendengar cerita dari Bella bergidik ngeri.

"Pak Gibran, bos kita itu memang keras. Dia tidak menyukai satu hal kecil kesalahan yang dilakukan karyawannya. Tapi kamu gak perlu takut, karena kalau pekerjaan kamu bagus, kamu akan tetap berada di perusahaan ini. Sepertiku, hehe." Kemudian Bella undur diri dari hadapan Sania. Katanya ia harus kembali bekerja.

Sepertinya pekerjaan Sania kali ini tidak mudah. Lihat saja di sekelilingnya, para karyawan masing-masing sibuk dengan tugasnya. Sania mengelus dadanya, dia meyakinkan kepada dirinya sendiri bahwa ia pasti bisa melakukannya! Fighting!

Apply For LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang