crap!

288 13 4
                                    

LILY

Dering bel jam terakhir membangunkanku dari tidur sejak setengah jam yang lalu. Hari ini aku benar-benar mengantuk, mungkin karena keadaanndiluar sedang gerimis and the wind kept blowing through the window so I couldn't open my eyes even for a second.
Samar-samar terdengar suara dosenku, Mr. Sam, menyebutkan deadline pengumpulan tugasnya. Aku segera memasukkan laptopku kedalam tas lalu beranjak meninggalkan kelas.
"Ms. Addison?"
Mr. Sam memanggil namaku begitu aku berada didepannya. "Ya?"
Beliau menenteng buku-bukunya kemudian berjalan mendekatiku. "You've been my favorite student, don't you know? Always submit the tasks on time and get good scores, even though sometimes you sleep in my class," ia tertawa pelan.
"Yeah," aku ikut tertawa. Oke, sebenarnya tidak hanya hari ini saja aku mengantuk. Aku tertidur hampir setiap hari, apalagi saat kelas Mr. Sam. Suaranya hampir terdengar seperti lullaby, I think. Aku tidak menyangka ia memperhatikanku selama ini.
"Actually I need your help," Mr. Sam terdiam sejenak, "Do you know Luke Hemmings?"
Aku berpikir sejenak. Luke Hemmings? Aku pernah mendengar namanya, hanya saja aku belum pernah bertemu langsung dengannya. Biasanya para gadis, tidak termasuk aku tentunya, menyebut-nyebut namanya di setiap obrolan mereka.
"No. But maybe I've seen him somewhere," jawabku, walaupun aku sendiri juga tidak yakin sudah pernah melihatnya sebelumnya.
Mr. Sam sedikit terkejut. "Oh. I thought everybody already know him. He's quite popular."
I don't really like gossiping like other girls, jadi aku tidak begitu tahu tentang popular hot guys di universitas. But it doesn't mean I don't mingle with people. I'm quite popular too.
"What's wrong with Luke Hemmings?" tanyaku langsung.
"Luke juga mahasiswa kedokteran sepertimu, but he's not as smart as you and he is lazy. So, I hope you could help him."
Oh.
"Um, I don't even know who he is," ujarku. Bagaimana bisa aku mengajari seseorang yang sama sekali tidak kukenal?
Dosen diepanku itu hendak berbicara tapi kemudian ia melihat jam tangannya. "I have another class after this. Come to my room tomorrow at 12, okay? Thank you Ms. Addison," beliau menepuk bahuku kemudian langsung meninggalkan kelas.
Aku segera berjalan menuju taman untuk mencari Jeanine, sahabatku sejak high school. Aku dan Jeanine berbeda jurusan, gadis blonde itu memilih arsitektur, sementara aku memilih kedokteran.
Aku merogoh ponselku dari dalam saku jaket kulitku saat aku tidak melihatnya di taman yang tidak terlalu ramai karena gerimis. Tadi pagi ia menelponku dan mengajak mampir ke cafe favorit kami, she's craving Ashton's coffee. Ashton adalah teman kami sekaligus barista dan owner Brooklyn café.

To : Jeanine
Where r u?

Setelah beberapa saat, ponselnya berbunyi.

From : Jeanine
Hey, I'm still in class. I'll see u at Brooklyn, k?

To : Jeanine
What? U shouldve told me earlier :/

From : Jeanine
Dont be mad. Aku akan menyusul 20 menit lagi, oke?

To : Jeanine
K. Jangan terlalu lama

From : Jeanine
I won't. Sampaikan salamku untuk Ashton ;)

Aku kembali memasukkan ponselku kedalam saku lalu berjalan menuju parkiran mahasiswa yang tidak terlalu jauh dari taman. Aku segera masuk kedalam mini cooper-ku dan langsung menuju Brooklyn café.

-----

"Seperti biasanya?" tanya Ashton begitu aku tiba di cafe. Aku dan Jeanine sudah terlalu sering mampir kesini sampai Ashton hafal pesanan kami.
"Ya. Tapi buatkan pesananku saja dulu," jawabku kemudian tesenyum.
Ashton mengangguk kemudian langsung membuatkanku caramel frapucinno. "Where's Jeanine?" tanyanya.
"She's still in her class. Miss her, huh?" godaku membuat Ashton tersenyum kecil. Ashton memang sudah lama menyukai sahabatku, begitu juga sebaliknya. Aku bahkan sudah memberitahu Ashton kalau Jeanine juga menyukainya, tapi sampai sekarang ia masih belum menyatakan perasaannya. And for Jeanine si kuno, ia hanya akan menunggu sampai Ashton menyatakan perasaannya terlebih dulu. They're such a dumb and dumber.
"Apa dia sering membicarakanku?" tanya Ashton lalu menyerahkan cup berukuran medium pesananku tadi.
Aku mengangguk. "A lot. Aku sampai bosan mendengar namamu terus."
Ashton tertawa. "Sesering itukah?" Aku kembali mengangguk.
"Oh ya, dia titip salam untukmu juga," ujarku yang membuatnya tersenyum lebar.
Ia menyuruhku duduk terlebih dahulu karena dibelakangku ada pelanggan lain yang sepertinya juga salah satu temannya. Aku sempat melihat wajah laki-laki itu dan ia juga melihatku sekilas sebelum akhirnya aku duduk di salah satu meja.
Sambil menunggu Jeanine, aku menikmati kopiku dan sesekali melirik Ashton, berharap ia bersedia menemaniku mengobrol. Tapi ternyata ia masih berbicara dengan temannya yang memiliki style rocky itu. He's good looking, anyway.
Mendadak perutku berbunyi. Lapar. Sekarang memang waktunya makan siang. Aku pun berdiri lalu berjalan mendekati Ashton untuk membeli red velvet cake yang nampak menggoda di balik etalase kaca.
"Ash-"
Brakk
Di waktu yang bersamaan, teman Ashton yang membawa minuman pesanannya memutar tubuhnya sehingga bertabrakan denganku. And you know what happened next.
Minuman yang dipegangnya sukses tumpah mengenai jaket kulit kesayanganku. Aku tidak bisa melakukan apa -apa selain memandangi jaket dan kaosku yang kini basah dan lengket.
"What the heck?!" semprotku tepat didepan wajahnya. Segera kuambil tisu di kasir untuk membersihkan jaketku. Aku tidak mempedulikan tatapan marah yang laki-laki itu lontarkan kepadaku.
"You better open your eyes while you're walking," balas laki-laki itu tajam. Ia melihat gelas minuman ditangannya kemudian mengangkatnya didepan wajahku. "You just spilled my drink."
Damn.
Bukannya meminta maaf, ia justru menyalahkanku karena sudah membuat minumannya tumpah. "Excuse me?" aku menatapnya kesal. This guy is such an asshole--pardon my French.
"You heard me," mata birunya tidak berhenti menatapku.
"Guys, stop it," Ashton bersuara. Matanya melihatku dan teman menyebalkannya itu bergantian lalu berhenti padaku. "You okay?"
Kupejamkan mataku sesaat untuk mengurangi amarahku. "Yeah. Thanks."
Baru saja aku hendak memaafkan lelaki itu dan menganggap ini sebagai sebuah kecelakaan saja, ia kembali berbicara. "Aren't you gonna apologize and buy me another drink?"
"And aren't you gonna buy me a new leather jacket?" balasku kesal. "You're the one who bumped me."
Amarahku kembali muncul saat lelaki itu menatapku tajam. Jangan kira aku akan takut dengannya lalu meminta maaf secara sukarela. Kulihat laki-laki itu hendak membuka mulutnya tapi Ashton sudah terlebih dulu menyela. "Hey, it's not a big deal, okay? Stop being so stubborn!"
Terlalu malas untuk berurusan dengan laki-laki aneh itu, aku pun menatap matanya sekali lagi dan segera meninggalkan café dengan perut yang masih lapar. Semoga saja aku tidak akan bertemu dengannya lagi.
Now I need to laundry my jacket.

Dirty Blonde | L.H.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang